Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

TV Digital, Merdeka dari "Semut" dan Manfaatnya di Ruang Keluarga

19 Agustus 2021   08:00 Diperbarui: 19 Agustus 2021   14:01 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah sudah berapa tahun lamanya mata saya terbiasa melihat bintik-bintik "semut" di layar televisi. 

Rasa-rasanya sudah sejak kecil saya seringkali memutar-mutar antena televisi demi hasil tontonan yang paling maksimal.

Adegan tatkala saya memutar arah antena, sambil bersahutan dengan ayah saya di dalam rumah, terus terang sempat berlanjut bahkan ketika saya sudah berkeluarga sendiri.

"Yak! Terus, terus, udah kelihatan... Eh, balik, balik lagi yang tadi, gambarnya malah hilang!" Demikianlah percakapan khas di saat memutar antena televisi.

Era masih analog sebelum dipasang STB, siarannya bertabur bintik dan
Era masih analog sebelum dipasang STB, siarannya bertabur bintik dan "semut" (foto: widikurniawan)

Kini, Indonesia menatap era digital di dunia pertelevisian. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi tengah gencar mencanangkan peralihan siaran televisi analog ke digital. Proses peralihan siaran televisi analog ke digital telah ditetapkan paling lambat pada 2 November 2022 mendatang.

Seperti apakah televisi digital itu?

Televisi digital tidak sama dengan layanan televisi kabel atau siaran televisi berbasis internet. Hal inilah yang belum sepenuhnya dipahami oleh sebagian masyarakat. 

Beberapa orang yang saya kenal dan saya ajak ngobrol tentang televisi digital, masih ada yang berasumsi bahwa televisi digital berarti televisinya sudah berlabel "Smart TV".

Padahal belum tentu demikian. Jika di toko-toko banyak dijual produk "smart TV", bukan berarti produk tersebut merupakan televisi digital. Demikian pula sebaliknya.

Faktanya untuk menangkap siaran televisi digital masih bisa menggunakan antena UHF seperti biasa. Artinya, tidak ada biaya langganan apapun untuk televisi digital. Bebas dan gratis tiap bulannya.

Syaratnya cuma satu, yaitu menambah alat berupa set top box atau STB yang telah mendukung teknologi DVB-T2. 

Hal tersebut dengan catatan jika televisi kita memang belum mendukung DVB-T2. Jika sudah, tentunya kita tidak perlu membeli perangkat STB lagi.

STB itulah yang bertugas mengubah sinyal dari analog ke digital. Jadi televisi jenis tabung pun jika dijodohkan dengan STB nantinya bisa menangkap siaran televisi digital dengan gambar yang lebih jernih.

Maka, demi "kemerdekaan" dari "semut-semut" yang selama ini betah menghiasi layar televisi di rumah, saya pun pada akhirnya membeli perangkat STB secara online.

Bermacam jenis STB dijual di berbagai toko online. Tentu saja STB yang sudah mendukung teknologi DVB-T2 adalah pilihan tepat. 

Untuk itu kita harus cermat membaca deskripsi produk dan ulasan dari pembeli sebelumnya sebagai pertimbangan guna menentukan pilihan.

Singkat cerita, STB yang saya pesan akhirnya sampai di rumah dengan selamat. Pemasangannya pun relatif mudah asal kita membaca dan mengikuti langkah-langkah yang tertera di buku petunjuk.

Hal yang sedikit memeras tenaga justru pemasangan antena luar dan penentuan arahnya, karena di daerah tempat tinggal saya antenanya mesti berada di ketinggian yang cukup agar bisa menangkap sebanyak mungkin saluran secara maksimal.

Namun, berbeda dengan saat masih era analog, jika antenanya sudah berada di posisi yang sudah pas tentu ke depannya kita tidak perlu kerja keras lagi untuk sering memutarnya demi menghilangkan "semut" di layar televisi.

Posisi antena di rumah saya untuk menangkap siaran televisi digital (foto: widikurniawan)
Posisi antena di rumah saya untuk menangkap siaran televisi digital (foto: widikurniawan)

Maka ketika beberapa hari lalu untuk pertama kalinya layar televisi kami berhasil menangkap saluran-saluran televisi digital hingga 42 saluran, bersoraklah kami seisi rumah. Benar-benar lenyap ribuan "semut" yang selama ini menjajah layar televisi kami.

Gambar yang tampil di layar begitu bersih dan jernih bak tampilan layar televisi di toko-toko elektronik. Sudah pasti mata ini terasa segar dimanjakan kejernihan layarnya.

Beribu manfaat televisi digital

Selain itu, manfaat yang lebih besar justru kemampuan menangkap hingga 42 saluran dibandingkan ketika masih analog yang hanya mampu menangkap tak lebih dari lima saluran, itupun dengan gambar acak kadut tidak jelas.

Saluran-saluran baru yang sebelumnya belum pernah kami nikmati, seperti saluran khusus olahraga, edukasi, gaya hidup dan lain-lainnya, sudah pasti menambah pilihan asupan informasi dan hiburan di rumah kami.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa saat ini eranya internet, jadi segala informasi dan tontonan cukup diakses melalui layar telepon pintar atau tinggal mengakses layanan video streaming. Tetapi dengan adanya sistem televisi digital yang gratis, dan hanya perlu biaya membeli perangkat di awal, rasa-rasanya menegaskan bahwa keberadaan televisi masih tidak bisa dihilangkan begitu saja dari ruang keluarga.

Ada beribu manfaat yang bisa kita panen dari keberadaan televisi di ruang keluarga. Khususnya ketika era siaran televisi digital sudah memasuki ranah keluarga.

Ada kalanya memang seisi rumah bisa berkumpul bersama di depan layar televisi, entah itu menonton tayangan kuliner, acara jalan-jalan, berita, hingga tayangan langsung seperti upacara detik-detik proklamasi tanggal 17 Agustus lalu. 

Dari situlah diskusi hangat dalam keluarga bisa muncul. Misalnya ketika si anak bertanya kepada orang tua tentang maksud informasi yang sedang ditayangkan.

Inilah yang disebut kebersamaan, dan bukan suatu momen ketika masing-masing anggota keluarga justru berdiam diri menatap perangkat genggam di kamar masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun