Suatu hari dua anak kecil tengah bermain di jalanan perumahan. Untuk memulai permainan, mereka bersepakat mengundi dengan cara suit.
"Hore, menang aku dong," seru salah seorang anak.
Ia menang karena mengepalkan tangan, sebagai simbol batu. Sedangkan temannya membuat simbol dua jari yang berarti gunting. Batu menang lawan gunting.
Pada babak berikutnya, mereka kembali mengadu tangan.
"Yeee, aku menaang...!"
Kali ini si anak pertama menjulurkan lima jari yang berarti kertas, dan anak kedua kalah karena mengepalkan tangan. Maknanya kira-kira, kertas bisa menang karena bisa membungkus batu.
Seketika itu saya menyadari, betapa berbedanya cara mereka mengundi dengan pengalaman saya waktu kecil. Dulu semasa anak-anak, kami menggunakan cara suit dengan jari telunjuk, jempol dan kelingking. Kata orang-orang, inilah suit cara Indonesia.
Suit yang saya kenal dulu, telunjuk berarti manusia. Jempol berarti gajah, dan kelingking sebagai representasi semut.
Jempol alias gajah jika diadu dengan telunjuk atau manusia berarti menang si gajah. Sebabnya gajah secara fisik sangat kuat dan mampu mengalahkan manusia biasa dengan sekali kibasan belalai atau dengan injakan kakinya yang besar.
Sebaliknya gajah bakal kalah jika ketemu semut atau kelingking karena si gajah bakal kelimpungan jika semut menyerang mata atau telinga si gajah. Beda halnya saat manusia melawan semut, so pasti semutnya keok.