Warning: artikel ini bukan untuk dibaca oleh orang yang tidak percaya bahwa Covid-19 itu nyata.
Sejak pandemi Covid-19 menyerang dunia, protokol kesehatan dengan semboyan 3M lambat laun menjadi 5M. Tahu-tahu sekarang sudah ada 6M, seiring lonjakan kasus Covid-19 di pertengahan tahun 2021 ini.
Jika diuraikan, protokol kesehatan 6M terdiri dari memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, menjaga jarak, menjauhi keramaian, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.
Yups, "menghindari makan bersama" ini memang pantas disematkan sebagai salah satu protokol kesehatan yang dikedepankan.
Kenapa?
Alasannya tentu masih banyaknya orang yang abai, dan makan bersama disinyalir merupakan salah satu celah kelengahan kita sebagai manusia yang tengah melawan penyebaran virus corona yang tak  kasat mata.
Bahkan mereka yang ngakunya selalu hati-hati menerapkan protokol kesehatan, nyatanya lengah saat dihadapkan dengan momen makan bersama. Merasa bahwa teman-teman, atau keluarganya aman-aman saja ketika makan bersama dalam satu meja.
Ya iyalah, makan bersama itu sejatinya adalah wadah untuk menjalin hubungan sosial. Makber alias makan bersama itu simbol keakraban.
Tapi sekarang kan lagi pandemi, sob. Makan bersama bisa jadi tak hanya bersama teman, tapi bisa jadi bersama si virus corona tanpa kita sadari sama sekali.
Kan nggak mungkin juga pas makan bersama kita bisa tetap pakai masker? Pastinya saat makan bersama kita akan melepaskan masker dan melakukan aktivitas seperti mengunyah, menggigit, sambil ngobrolin orang lain (ehem...). Nggak perlu jadi pakar pandemi untuk bisa menilai bahwa kegiatan itu berbahaya banget jika dikaitkan dengan konteks penyebaran virus corona.
Memang rasanya tidak enak hati ketika menolak ajakan makan bareng. Juga rasanya kok antisosial banget saat nggak datang acara liwetan di kampung sendiri. Itu lho yang acara makan-makan pakai alas daun pisang dan kita ramai-ramai nyerbu sambil lesehan dempet-dempetan. Jangan lupa sambil ketawa-ketawa juga, plus kalau perlu pakai batuk-batuk kecil dan menyeka ingus karena kepedesan.
"Lho kan sama teman sendiri pasti terjamin aman lah," jika ada orang berpendapat seperti ini, terus terang bagi saya bikin malas saja. Ingin rasanya ngajak duel, secara online tentunya.
Momen makan siang bersama dengan rekan-rekan kerja adalah hal jamak yang terjadi. Proses makanan masuk ke perut sih sebenarnya nggak lama, tapi ngobrolnya itu lho, bisa menghabiskan waktu.
Apalagi jika makannya di kantin atau food court yang ramai pengunjung. Ah, omong kosong tuh yang bilang kapasitas tempat makan seperti itu hanya separuhnya. Fakta berbicara lain jika kita perhatikan di kantin-kantin sekitar perkantoran ibu kota selama ini.
Walau bersinggungan dengan isu ekonomi, saya sih setuju banget andai pemerintah tegas melarang segala bentuk dine in alias makan di tempat. Nggak perlu pembatasan kuota sekian persen kapasitas yang nggak guna itu. Lebih baik semuanya saja diatur kalau beli makanan harus pakai sistem bungkus alias bawa pulang.
Solusi bagi pekerja kantoran yang butuh sarapan atau makan siang sebenarnya juga ada, yaitu bawa bekal makan siang dari rumah atau membeli makanan dan memakannya sendirian jauh dari kerumunan. Mungkin ada yang malu karena "di-ceng-in" alias dibully rekan kerja lain.
Eh tapi, lama-lama pasti diem sendiri kok. Saya sendiri sejak bawa bekal sarapan dan makan siang saat kerja, jadi lumayan irit lho. Bawa bekal dan makan sendiri hanya perkara kebiasaan saja.
Belum lagi maraknya hajatan akhir-akhir ini. Bilangnya sih diadakan dengan menerapkan protokol kesehatan. Tapi kenyataannya lain. Para tamu undangan masih saja harus antre tanpa jarak saat mengambil hidangan. Udah gitu makannya juga bebas lepas tanpa masker.
Ketakutan dikucilkan dari lingkungan pasti ada, itu manusiawi. Terlebih jika sering menolak undangan dan ajakan makan bersama. Tapi resiko lebih besar harusnya tetap kita antisipasi.
Justru jadi hal yang aneh ketika kita teriak-teriak protokol kesehatan, tapi cuma sampai 5M saja. Padahal 5M tapi masih makan bersama jelas-jelas bakal buyar semuanya.
Bahkan, saya curiga bahwa kebiasaan makan bersama ini adalah biang kerok melonjaknya kasus Covid-19 belakangan ini. Gimana nggak curiga, lha wong orang yang kesehariannya taat protokol kesehatan, kecuali pas makan bersama teman-temannya, ternyata malah banyak yang kena alias positif.
---
"Kasihan banget Pak Ari kena covid harus isolasi mandiri padahal rumahnya sempit gitu, anak istrinya sih negatif tapi kan bahaya banget bisa nular".
Nah, nah... ngobrolin bahaya Covid-19 kok sambil makan bareng? Duh, susah memang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H