Fasilitas transportasi umum masih menjadi tempat yang rawan terjadinya kasus pelecehan seksual. Bukan hanya terjadi pada kaum perempuan, bahkan kaum lelaki pun kerap jadi sasaran para pelaku.
Saya sendiri sebagai lelaki pernah mengalaminya sebagai korban. Kejadian tersebut saya alami hampir tiga tahun yang lalu di sebuah toilet pria di Stasiun KRL Commuterline, Duren Kalibata, Jakarta.
Bahkan peristiwanya pernah saya tuliskan di Kompasiana dengan judul "Waspada, Pelecehan Sesama Jenis di KRL dan Area Stasiun".
Intinya, waktu itu saya yang sedang berada di dalam toilet memergoki seseorang dari bilik sebelah yang mencoba merekam saya menggunakan sebuah HP berkamera. Saya kemudian meneriakinya dan memanggil petugas keamanan untuk meringkus anak muda tersebut.
Setelah menuliskannya dalam sebuah artikel dengan maksud agar banyak orang menjadi waspada dan mengantisipasi kejadian serupa, justru saya menuai beragam reaksi. Demikian pula tatkala saya menceriterakan secara lisan kepada orang-orang yang saya kenal.
Reaksi yang saya sesalkan adalah cenderung menyalahkan saya dan justru ada yang menertawakan saya. Seolah-olah peristiwa semacam itu merupakan kejadian absurd yang menghibur bagi mereka.
Di satu sisi, saya memang tipikal orang yang kerap becanda dalam suasana obrolan dengan teman-teman tentang berbagai tema. Namun, saat menceritakan kejadian yang jelas-jelas masuk kategori pelecehan seksual itu, saya sama sekali tidak sedang becanda.
Reaksi victim blaming atau menyalahkan korban dalam kasus pelecehan seksual, sering bertebaran di mana-mana, dan mudah kita temukan di kolom komentar media sosial.
Masih segar terjadi, lagi-lagi kasus di dalam KRL Commuterline beberapa waktu lalu yang justru pelaku victim blaming-nya adalah admin akun Twitter resmi KRL Commuterline. Laporan korban malah ditanggapi "ngegas" dan menyalahkan korban kenapa tidak lapor polisi saja dengan disertai bukti.
Sementara itu, di lain tempat dalam kabar kasus pelecehan seksual yang tengah jadi perbincangan karena melibatkan seorang pesohor, korban menyebutkan bahwa ada banyak orang di lokasi tersebut yang justru menertawakan saat peristiwa tersebut terjadi. Reaksi kotor yang jelas amat merendahkan martabat korban.
Kemudian contoh lain, seperti ketika muncul kabar peristiwa pelecehan seksual terhadap perempuan di jalanan atau di tempat umum lainnya, sangat disesalkan ketika malah muncul komentar yang menyoroti gaya berpakaian korban. Apapun alasan dan penyebabnya, tindakan kejahatan pelecehan seksual jelas sangat tidak bisa dibenarkan.