Siapa tak kenal serial animasi Adit Sopo Jarwo? Serial lokal asli Indonesia ini selama ini berhasil mendapat tempat tersendiri di tengah gempuran serial animasi impor macam Upin & Ipin dan Boboy Boy dari Malaysia, Tayo The Little Bus dan Pororo dari Korea, serta animasi lainnya produksi Amerika Serikat dan Jepang yang sudah lebih dulu merajalela.
Beberapa waktu belakangan, serial Adit Sopo Jarwo yang tayang sejak tahun 2014 di MNCTV itu kembali ditayang ulang oleh RTV. Rupanya hal ini menjadi semacam pemanasan sebelum versi filmnya diluncurkan.
Penggemar dibikin antusias saat Adit Sopo Jarwo The Movie benar-benar tayang melalui layanan streaming Disney+ Hotstar. Menemani anak-anak nonton, saya pun ikut larut menyelami kocak dan harunya cerita Adit Sopo Jarwo The Movie. Salah satu yang bikin saya antusias untuk nonton adalah munculnya nama Hanung Bramantyo sebagai sutradara, menemani Eki N.F.
Dalam versi serial, cerita Adit Sopo Jarwo memang mudah diterima karena begitu membumi, dekat dengan keseharian dan tentu saja menghibur. Jika di versi televisi gambaran cerita lebih banyak berkutat di kehidupan bertetangga di Kampung Geger, maka di versi film penonton akan diajak jalan-jalan sampai ke Yogyakarta.
Tema besarnya masih tentang persahabatan. Adit Sopo Jarwo The Movie mengambil latar waktu flashback ke waktu sebelum semua kejadian yang ada di serial televisi. Jadi kita akan melihat Bunda Adit yang masih hamil anak kedua, yaitu si Adelia. Kemudian Pak Haji Udin yang memiliki perwujudan karakter mirip Deddy Mizwar diceritakan sekilas di awal film masih disapa dengan sebutan Pak Udin saja karena memang belum naik haji.
Di sinilah kita akan melihat bagaimana Adit, Sopo dan Jarwo bertemu untuk pertama kalinya, yaitu di Stasiun Cirebon. Saat itu Adit yang bersama Ayah dan Bunda melakukan perjalanan ke Yogyakarta naik kereta Taksaka, terpaksa harus terpisah dari keluarganya di Stasiun Cirebon karena kejadian yang agak konyol.
Adit yang sendirian di stasiun ditemukan Sopo dan kemudian bertemu dengan Jarwo. Mereka pun sepakat untuk menyusul orang tua Adit ke Yogyakarta. Maka berikutnya kita akan disuguhi petualangan seru, kocak dan tak terduga di sepanjang perjalanan menuju Yogyakarta.
Riset dan detail tempat juga menjadi kekuatan film ini. Penggambaran Stasiun Cirebon dan kereta api Taksaka jurusan Yogyakarta, misalnya, terasa nyata dan bisa menyulut rasa kangen bagi penonton yang pernah memilki pengalaman dengannya.
Trio Adit, Sopo dan Jarwo juga menyempatkan diri mampir ke daerah Brebes, daerah yang jarang disebut dalam setting film manapun. Daerah yang selama ini dikenal dengan telur asin dan bebeknya. Maka ketika barisan bebek ikut hadir dalam film ini, adalah sebuah nilai plus yang menarik untuk dituturkan kepada anak-anak.
Adit Sopo Jarwo The Movie jelas tidak bisa dianggap sepele. Dari sisi grafis animasinya sudah cukup memuaskan dan lebih baik dibanding serial televisinya. Karya anak bangsa ini berada di level yang berbeda, dia naik kelas. Wajar jika kemudian muncul rasa bangga menyaksikan gambar demi gambar dari film ini.
Sebagai film keluarga, film ini terasa pas sekali hadir saat bulan Ramadan di tengah pandemi. Tak hanya sebagai bahan tontonan pengisi waktu luang saja, tapi lebih dari itu, sebagai bahan diskusi yang menarik.
Senang rasanya ketika anak-anak saya jadi antusias bertanya tentang daerah Dieng yang juga muncul di film ini. Juga tentang sosok Sultan Yogyakarta yang disebut dengan Pak Sultan di film ini.
So, sepertinya Adit Sopo Jarwo perlu terus hadir dengan cerita-cerita barunya. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H