Tetangga nyinyir mana mau tahu. Emosi dan iri hati membuatnya ngegas untuk menuding dengan bawa-bawa babi ngepet lah, pesugihan lah, tuyul lah. Ya ampun.
Geram? Jelas kalangan profesional yang bekerja dalam senyap tapi rejekinya gila-gilaan bakal geram andai mereka dianggap memakai cara mistis nan haram.
Tapi alih-alih ngamuk dan curhat di media sosial dengan bikin story atau video di tiktok, kejadian ini malah menjadi penyemangat kalangan "pekerja dalam senyap" untuk membuktikan kapasitasnya.
"Bekerja keraslah sampai sukses, hingga kalian dianggap pelihara babi ngepet," ini tekad mereka. Epic.
By the way, ini kejadiannya di Depok lho. Jaraknya dari ibu kota negara Jakarta cuma sekali kepleset saja. Tapi kasus babi yang dituduh ngepet ini membuktikan bahwa ketimpangan sosial, ekonomi dan pendidikan nyata adanya.
Sebelum kasus ini terkuak gamblang, media sosial sangat riuh dengan adu komentar yang percaya maupun menyangkal keberadaan babi ngepet itu. Isu ini hampir sejajar dengan perdebatan politik dan mampu menenggelamkan gosip-gosip terkini tentang rumah tangga selebritis.
Babi, yang tak sempat kita berikan nama itu, nyatanya adalah semacam pembuka mata kita bahwa duit, iri, dengki, rekayasa, nyinyir, hoaks, mistis, hingga keluguan, marak di sekeliling kita bercampur aduk.
Babi itu, yang kini telah tutup usia, sejatinya juga berjasa dalam hidupnya yang singkat. Setidaknya hari ini banyak orang tertawa-tawa membaca dan menonton berita tentang kisah babi ngepet di Depok. Setidaknya, kisah si babi bisa membantu menghibur mereka yang kini sedang kesepian menjalani isolasi mandiri.
Ah, babi, nasibmu itu lho.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H