Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Mulai Uji Coba, KRL Jogja-Solo Menatap Perubahan Masyarakat

19 Januari 2021   22:07 Diperbarui: 20 Januari 2021   15:14 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KRL Commuterline (foto: widikurniawan)

Penantian panjang hadirnya KRL Commuterline di luar Jabodetabek akan segera berakhir dengan munculnya KRL rute Jogja-Solo. Mulai 20 Januari 2021 ini direncanakan uji coba terbatas dengan penumpang kalangan terbatas yang terdiri dari unsur pemerintah beserta stakeholder.

Sedangkan mulai 1 Februari 2021, masyarakat umum dapat kesempatan ikut menjajal dengan tarif cukup 1 rupiah saja. Nantinya, tarif resmi yang diberlakukan untuk KRL Jogja-Solo adalah 8.000 rupiah flat.  Informasi tersebut terungkap dalam webinar "Hadirnya KRL Jogja-Solo", Selasa (19 Januari 2021) sore.

Uji coba terbatas tersebut dilakukan dalam rangka menguji layanan KRL serta mengedukasi masyarakat sekaligus mengambil masukan dari para calon penggunanya.

KRL Jogja-Solo ini memang hadir menggantikan sang legendaris Prambanan Ekspres atau Prameks, khusus untuk rute Stasiun Balapan Solo hingga Stasiun Tugu Yogyakarta. Sementara untuk Yogyakarta tujuan Kutoarjo masih tetap dilayani oleh Prameks.

Inilah salah satu penanda ketika kereta diesel digantikan dengan kereta bertenaga listrik.

Hadirnya KRL di jalur Jogja-Solo tentu patut disambut gembira meskipun secara emosional pasti akan ada perasaan galau harus berpisah dengan Prameks. Ya, bagi kalangan komuter Jogja-Solo, Prameks telah menjadi bagian hidup mereka.

Saya pribadi sebagai mantan pengguna Prameks beberapa tahun yang lalu, merasakan banyak kenangan tertinggal di Prameks dan Stasiun Solo Balapan. Eeaa...

Kini, era baru bersama KRL bakal dinikmati warga jalur Jogja-Solo. Sebanyak sebelas stasiun pun telah disiapkan, yaitu dengan urutan Yogyakarta, Lempuyangan, Maguwo, Brambanan, Srowot, Klaten, Ceper, Delanggu, Gawok, Purwosari hingga Solo Balapan. KRL akan singgah di sebelas stasiun tersebut dari semula hanya 6 stasiun yang disinggahi Prameks jurusan Kutoarjo-Solo.

Menariknya, mayoritas stasiun atau sebanyak 5 stasiun, berada di wilayah Kabupaten Klaten yang wilayahnya memang diapit oleh jalur Jogja dan Solo. Kelima stasiun tersebut adalah Brambanan, Srowot, Klaten, Ceper dan Delanggu. Hal ini menyisakan peluang sekaligus tantangan karena justru integrasi antar moda transportasi belum terlihat di wilayah Klaten.

Angkutan umum di daerah Klaten bisa dibilang masih jauh dari kata ideal. Saya pernah beberapa kali menyambangi daerah pedesaan di Klaten dan selalu ragu untuk menggunakan transportasi umum. Bahkan oleh warga Klaten sendiri justru disarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi, minimal sepeda motor, mengingat sulitnya mencari angkutan umum yang mengakses dari Klaten menuju daerah kecamatannya.

Nah, ketika sudah diberikan sarana KRL dan lima stasiun transit, maka pemerintah setempat seharusnya bisa memanfaatkannya dengan baik untuk membangun integrasi antar moda ini. 

Beda dengan Jogja yang memiliki feeder berupa Trans Jogja dan Solo yang memiliki Batik Solo Trans, di Klaten sepertinya masih adem ayem saja mengandalkan sepeda motor. Hadirnya KRL bagi masyarakat Klaten adalah peluang emas yang tak boleh disia-siakan untuk makin meningkatkan geliat perekonomian.

Perubahan Budaya Masyarakat

Patut dinanti apakah nantinya KRL Jogja-Solo ini juga akan menyebabkan perubahan budaya bertransportasi masyarakat di kawasan tersebut. Sebut saja metode pembayaran yang serba elektronik dengan kartu multi trip, kartu bank, hingga nantinya memakai QR Code. Jelas menjadi sebuah transformasi besar mengingat di era Prameks masih butuh kertas untuk tiketnya.

Pergeseran ke arah pembayaran non tunai ini diharapkan bisa menular ke berbagai sektor lainnya. Dimulai dari terbiasa membawa kartu pembayaran elektronik ketika naik KRL, maka diharapkan masyarakat akan semakin terbiasa ketika melakukan transaksi lainnya.

Kemudian dari sisi kebiasaan penumpang. Bahkan dari sisi posisi tempat duduk yang berbeda dengan Prameks, maka kemungkinan besar penumpang pun banyak yang berdiri.

"Tidak boleh ya ada penumpang bawa kursi sendiri karena merasa tidak dapat tempat duduk, jadi tidak diperkenankan ya untuk di KRL," ujar Direktur Utama KCI Wiwik Widayanti menyinggung tentang perubahan budaya ini.

Mungkin yang dimaksud dengan membawa kursi sendiri adalah sejenis kursi lipat kecil yang dulu pun di era KRL ekonomi di Jabodetabek pernah lazim digunakan. Tapi seiring revolusi di tubuh KRL, hal semacam ini sudah dilarang, termasuk seperti duduk di lantai dan jongkok yang dianggap mengganggu penumpang lain. Intinya adalah tentang membangun sikap saling menghargai antar penumpang.

Disiplin waktu juga menjadi hal yang bakal semakin terasah ketika seseorang dihadapkan dengan jadwal KRL. Semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan KRL, maka soal kedisiplinan adalah hal yang bakal ikut terkerek dalam kesehariannya.

Menarik sekali menantikan bagaimana moda KRL akan semakin membuat kawasan Jogja-Klaten-Solo dan sekitarnya berkembang lebih pesat. Selamat bagi masyarakat yang bakal menikmatinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun