Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lockdown itu Berat, Kalian Nggak Bakal Sanggup

10 Januari 2021   13:43 Diperbarui: 10 Januari 2021   13:48 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga saat berbelanja di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2020). Pedagang kembali meramaikan pasar Tanah Abang, saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memperpanjang penutupan sementara Pasar Tanah Abang hingga 22 Mei 2020 untuk mengurangi kerumunan orang di ruang publik guna mencegah penyebaran COVID-19.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Sekilas sih positif banget idenya. Jadinya tiap sore masyarakat antusias bertanding. Namanya juga di kampung, keruan saja ini jadi tontonan gratis yang seru. Tiap sore pula muncul kerumunan warga menonton bulutangkis dan juga bola voli. Kerumunan tanpa jaga jarak yang mayoritas tanpa masker, dan tak ada yang membubarkan karena yang sehari-hari jadi petugas ternyata juga manusia biasa yang antusias dengan kegiatan ini.

Emak-emak ikut nimbrung dalam keramaian, nonton voli sambil rumpi, ada pula yang sambil nyuapin bayi. Kaum bapak beda lagi, duduk-duduk mengamati keramaian sambil ngerokok dan "hahahihi". Anak-anak kecil sibuk bermain dan berlarian sana-sini. Tak sedikit yang ingusnya keluar masuk hidung dan batuknya terdengar beberapa kali.

Itu baru PSBB lho, belum lockdown ketat layaknya negara lain yang keluar rumah bakal ditanyain militer. Coba kalau lockdown ketat diterapkan di sini? Duh berat, kalian nggak bakal sanggup.

Bahkan kalangan yang merasa dirinya sudah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, dalam prakteknya masih beda dengan teorinya. Lagaknya sih iya sok-sokan takut corona, sering update status dan share berita tentang penanganan pandemi. Eh, kok pas mau rapid tes atau swab justru berkerumun?

Pas ketemu teman-temannya kerap ngobrolin betapa ngerinya corona. Eh, pas ngerumpiin si corona ternyata lupa jaga jarak sama teman dan sesekali masker dibuka kalau ucapan dirasa kurang jelas karena tertutup masker. Ini namanya otak sama tindakan kurang matching.

Kampanye 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) selama ini kurang apa sih? Lagunya ada, iklan ada, dan poster ada di mana-mana. Kurangnya ya penerapan dan disiplin diri.

Bayangkan saja di toko-toko dan minimarket. Sekarang wadah cuci tangan hampir tak terjamah, hingga orang tanpa masker pun masih bebas keluar masuk toko. Nggak ada yang berani negur. Pihak toko tentu takut kehilangan pelanggan kalau sampai negur. Padahal di pintu toko jelas ada tulisan "kawasan wajib bermasker".

Ada pula tulisan "maksimal pengunjung dalam toko adalah 5 orang" di depan toko. Faktanya ada 20 orang di dalam toko pun tidak ada yang berani ngusir.

Jadi, apakah Indonesia masih mau lockdown?

Okelah lockdown segera dilaunching. Tapi jangan kaget kalau jalanan masih saja ramai, perkantoran masih buka meski malu-malu, dan petugas razia pun hanya galak saat ada kamera menyorot.

Lha memang nggak bakal ada yang nurut kalau lockdown? Ya pasti ada, tapi nggak semua. Bisa jadi mereka sudah lelah mengusung hashtag #dirumahaja, tetapi tetap di rumah adalah perjuangan bagi mereka. Angkat topi bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun