Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Tahun 2021, Masih Berantem di Kolom Komentar?

29 Desember 2020   10:56 Diperbarui: 30 Desember 2020   23:02 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya termasuk orang yang nggak habis thinking kenapa orang-orang selalu merayakan pergantian tahun dengan gegap-gempita. Biasa aja napa sih?

Begadang menanti detik-detik pergantian tahun konon adalah momen yang sayang untuk dilewatkan. Bagi saya, yang sayang untuk dilewatkan tuh ya tidur, jadi ngapain begadang kalau ujung-ujungnya bikin lemes dan pusing di pagi hari?

Efek begadang tak perlu juga saya jelaskan di sini karena sudah dijelaskan secara gamblang melalui dendang Bang Haji Rhoma Irama.

Ketika kita menginjak hari pertama di tahun 2021, memangnya masalah di tahun 2020 sudah otomatis lenyap gitu? Memangnya kalau kita mulai nyicil KPR di tahun 2020 selama 15 tahun, terus bisa otomatis lunas di tahun 2021 gitu?

Nggak gitu juga cara mainnya, gaes.

Oke, merayakan harapan dan optimisme di tahun baru sih boleh saja. Tapi jangan sampai kaget mendapati realita bahwa di pagi hari di hari pertama tahun 2021 ternyata di depan kita justru banyak cucian menumpuk dan betapa susahnya nyari sarapan karena penjual makanan kompak bangun kesiangan.

Tantangan di tahun 2021 tampaknya masih berkaitan erat dengan segala problema di tahun 2020. Sebut saja pandemi Covid-19. Apalagi di penghujung tahun 2020 kita sudah disuguhi adanya berita virus korona varian baru yang konon lebih bahaya. Hmm, varian baru? Ini mie instan atau virus, kok pakai istilah "varian baru"?

Pandemi yang diharapkan kelar di 2021 nyatanya malah makin rumit jalan ceritanya. Memang ada yang berani jamin kalau pandemi bakal selesai dan happy ending? Dikira sinetron kali ya?

Lha wong Si Doel aja darI tahun 1994 nggak selesai-selesai merasa galau memilih antara Zaenab atau Sarah. Bahkan dibutuhkan pindah ke layar lebar sebanyak tiga film untuk fix menentukan pilihan akhir Si Doel pada Zaenab di tahun 2020. Lha, ternyata menurut gosip yang beredar, cerita Si Doel masih bakal lanjut ke miniseri.

Ampun Bang Doel.

Jadi kalau ada orang yang bilang dengan kata-kata "ntar selesai korona gue bakal anu...." atau "nanti kita makan-makan di restoran abis pandemi", hmmm... please di-iya-in aja biar senang.

Meskipun vaksin digadang-gadang siap disuntikkan pada 2021 mendatang, faktanya masyarakat masih terbelah antara kelompok pro dan kontra vaksin. Ini juga berkaitan dengan pro dan kontra menyikapi pandemi. 

Ada yang berdiri di golongan peduli, hati-hati dan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Sebaliknya ada yang nggak percaya korona itu ada, cuek dengan protokol kesehatan dan menganggap situasi sekarang hanyalah bagian konspirasi.

Namun, seiring lamanya pandemi, perlahan justru ada pertukaran kelompok antara yang pro dan kontra korona.

Kelompok yang tadinya percaya korona itu ada, kini mulai ragu. Mereka mulai cuek, berkerumun dan mulai berani beli bubur ayam yang ngeraciknya pakai tangan abangnya. Meskipun si abang bubur nggak cuci tangan setelah pegang uang dan garuk-garuk lubang hidung.

Ini kebalikan dengan sebagian yang tadinya nggak percaya korona. Pas dirinya kena atau keluarganya ada yang kena, mulai sadarlah insan manusia ini. Setelah itu dia jadi lebih religius, sering update status pencegahan korona dan makin disiplin pakai masker ke mana-mana.

Ya begitulah manusia.

Beragam permasalahan saat ini maupun tantangan di tahun 2021 juga tak lepas dari peran media sosial. Dunia maya melalui media sosial menjadi salah satu faktor yang membuat dunia nyata seolah-olah makin ruwet.

Gimana nggak? Soal Lesti Kejora pakai behel dan jadi nomor lima tercantik sedunia mengalahkan Lisa Blackpink aja langsung menyulut perdebatan sengit masyarakat Indonesia (baca: netizen).

Efeknya, musik dangdut pun dibawa-bawa dan makin dicibir bangsa sendiri. Penggemar Blackpink garis keras pun maju menyudutkan Lesti dan fansnya. Duh, padahal netizen itu bisa jadi masih satu keluarga. Emaknya penggemar Lesti, anaknya penggemar Lisa, dan mereka berantem di media sosial pakai nama samaran.

Adu nyinyir di kolom komentar agaknya kian membuat panas cuaca tropis negeri ini. Kalau nggak debat di kolom komentar sehari saja kayaknya bisa bikin orang masuk angin.

Pas ada berita politik, sudah pasti muncul dua kelompok besar dengan inisial CBG dan KDRN (dulu disebut KMPRT) yang bakal saling nyinyir, saling hina dan bahkan berujung ujaran kebencian. 

Lucunya, kalau yang muncul berita sepakbola seperti hasil pertandingan Liverpool versus MU, bisa jadi orang yang tadinya sama-sama CBG malah kini berantem sendiri belain Liverpool atau MU. Bahkan tidak menutup kemungkinan si CBG dan si KDRN kompak belain Liverpool karena kebetulan tim favoritnya sama.

Demikian pula netizen yang semula sama-sama kompak sebagai KDRN, justru saling gesek ketika membahas lebih enak mana makan bubur ayam diaduk atau nggak diaduk.

Inilah yang ngeri sebenarnya. Berawal dari media sosial lalu dibawa ke dunia nyata, ujung-ujungnya bangsa yang dirugikan. Taruhlah persoalan perbedaan mazhab antara kopi sachetan dengan kopi gilingan ala kafe yang kerap diperdebatkan di media sosial. 

Bisa jadi kaum kopi sachetan tak lagi bisa duduk bersama dan bergaul dengan kalangan kopi gilingan ala kafe karena dianggap beda level. Duh.

Hal-hal yang semula receh, ternyata bisa menyulut permasalahan besar. Makanya jika tidak hati-hati, produsen hoax yang akan bermain. Selama ini korban hoax pun sudah tak terhitung jumlahnya.

Bukan hanya hoax, bahkan sekelas media mainstream juga bermain nyerempet "hoax tapi bukan ding" dengan gaya penulisan judul yang disebut click bait. 

Ya, demi memancing rasa penasaran pembaca, kini makin banyak penulis dan reporter dari media mainstream yang bermain kata-kata agar terjadi multi tafsir berujung raihan klik jumlah pembaca. Jika berhasil, tentu cuan imbalannya.

Ambil contoh sebuah berita berjudul "Nunggak Bayar Cicilan, Atta Bonyok Dikeroyok Orang Tak Dikenal". Jika link berita ini di-share ke media sosial, sudah pasti bakal menuai beragam komentar.

"Emang kelakuan si Atta, gayanya aja sok kaya ternyata suka ngutang."

Nah, kalau ada komentar seperti itu pasti langsung menuai hujatan netizen lainnya.

"Woi baca dulu beritanya, itu Atta Sasongko bukan Atta Halilintar! Dasar fakir kuota!"

Tidak terlalu banyak pula kolom komentar yang adem dan kompak. Ironisnya konten pemersatu bangsa ini salah satunya kalau nyerempet hal-hal berbau esek-esek. Juga konten-konten humor yang level lucunya bisa diterima banyak pihak sehingga muncul tawa pemersatu bangsa.

Kolom komentar memang seru, bahkan kadang lebih seru dari isi beritanya. Tapi di situlah inti jualannya. Semua ujung-ujungnya adalah profit, terlepas didapatkan dari orang yang saling berantem di kolom komentar.

Sedikit tips dari saya menghadapi 2021, banyaklah bersabar, berdoa dan berusaha. Hal yang sama saat kita akan menghadapi tahun 2022, 2023, 2024, 2025, 2026 dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun