Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Halo Gaes, Kalian Masih Rajin Cuci Tangan?

22 November 2020   16:32 Diperbarui: 22 November 2020   16:41 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duh, wastafel atau apaan nih? (foto: widikurniawan)

Lelucon ala bapak-bapak ini mencuat seiring dimulainya masa pandemi. Jadi begini ceritanya.

Suatu ketika ada pelanggan mie ayam bertanya pada penjualnya kenapa rasa mie ayam sekarang berbeda.

"Kok mie ayam-nya rasanya nggak seenak dulu Bang? Resepnya ganti ya?" tanya si pembeli.

"Enggak kok sama?" jawab si penjual.

"Bahan mie-nya beda ya?"

"Enggak, masih sama."

"Ah masak sih? Dulu enak banget, nggak kayak gini, yang bikin beda apa ya, Bang?"

"Oh itu, bedanya sekarang saya rajin cuci tangan," jawab si abang, santai.

---

Pandemi Covid-19 membawa banyak perubahan tingkah polah masyarakat, termasuk dalam hal ini adalah cuci tangan. Ya, gerakan cuci tangan kembali mencuat seiring usaha perlawanan terhadap virus corona yang konon mampu dimatikan ketika seseorang rajin mencuci tangan dengan sabun.

Jadi nggak heran kalau di mana-mana muncul imbauan untuk cuci tangan. Mau masuk gedung perkantoran disediakan wastafel untuk cuci tangan. Mau masuk hotel disuruh cuci tangan sambil dipelototi satpam. Mau masuk minimarket juga pasti nemu seperangkat wadah dan sabun yang disediakan khusus bagi pengunjung untuk cuci tangan.

Orang-orang pun mendadak kreatif. Jika tak ada dana untuk membeli wastafel, maka ember bekas atau galon bekas pun bisa disulap menjadi alat cuci tangan. Bahkan sempat viral ada rumah yang khusus menyediakan tempat cuci tangan bagi para ojek online dan kurir paket yang datang. Sungguh mulia dan mengharukan. Salut.

Senang rasanya gerakan cuci tangan menjadi membudaya. Bahkan saking membudayanya, stok sabun cair di wastafel toilet kantor saya sering habis dalam sekejap. Budaya hidup sehat ternyata butuh anggaran juga, gaes.

Tapi, seiring waktu, saya menemukan kecenderungan bahwa stok sabun cair di kantor saya tak lagi cepat habis. Ada apa gerangan? Padahal botolnya masih sama, bahkan orang yang masuk kantor bertambah banyak, sudah jarang yang WFH.

Selanjutnya, saya banyak menemukan fakta bahwa perangkat cuci tangan di depan minimarket tak lagi dipedulikan orang. Kondisinya terlihat banyak yang memprihatinkan, isinya kosong, yang ngisi air aja malas ngisi, apalagi yang cuci tangan?

Seperangkat alat cuci tangan di depan minimarket yang memprihatinkan (foto: widikurniawan)
Seperangkat alat cuci tangan di depan minimarket yang memprihatinkan (foto: widikurniawan)
"Buat pajangan aja itu Bang, biar nggak kena tegor kitanya, yang penting ada di situ," kata seorang petugas di sebuah minimarket yang sempat saya tanya.

Nah, protokol kesehatan memang masih ada, termasuk syarat menyediakan tempat cuci tangan bagi minimarket. Tapi ya itu, lama-lama sekedar menjadi persyaratan doang.

Tampaknya gerakan cuci tangan lambat laun mulai kembali ke habitatnya. Kalau pada dasarnya merasa ribet dan malas cuci tangan, ya pada akhirnya tetap begitu lagi. Cuci tangan tuh hanya wajib ketika tangan belepotan setelah makan pakai sambal dan lalapan. Juga wajib bagi mekanik bengkel yang usai ganti oli atau service radiator kemudian kepengen nyomot gorengan yang menggoda.

Lha kalau cuma mau masuk minimarket aja kok harus cuci tangan?

Apalagi ketika suara-suara yang meragukan keberadaan virus corona makin nyaring terdengar.  Bahkan ada yang nyinyir kenapa orang yang positif terkena Covid-19 tidak diobati dengan minum sabun sebanyak-banyaknya supaya virusnya lenyap?

Wah, ya entahlah kalau itu. Pinternya kebangetan banget ya gaes?

Kini, seiring kerumunan manusia makin marak dan jadi hal biasa, cuci tangan pun kembali terabaikan. Apalagi bagi kalangan pemakai masker di dagu atau pemakai masker dengan gaya bak anting sebelah, digantung di telinga. Cuci tangan? Ah, ribet katanya.

Ada lagi pemuja teori konspirasi yang menyebut bahwa gerakan cuci tangan sengaja digaungkan untuk memperkaya pengusaha sabun. Buktinya banyak sektor usaha yang merugi di kala pandemi, eh pengusaha sabun cuci tangan malah mandi cuan dengan keuntungan yang melimpah ruah. Katanya, sih.

Oke deh. Bebas aja sekarang. Nggak cuci tangan atau mau cuci tangan lebih baik dikembalikan ke diri masing-masing.

Tapi mbok ya jangan ngasih harapan palsu gitu lho. Maksudnya, kalau niat ngasih fasilitas cuci tangan ya lengkap sama airnya. Jangan kosongan gitu dong. Betul nggak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun