Sejak awal pandemi Covid-19, lift termasuk sarana yang diwaspadai bahkan dihindari orang. Ruang sempit dalam lift dianggap berpotensi menularkan virus corona antar manusia. Selain susah jaga jarak, sentuhan tangan dengan tombol lift disinyalir bisa menjadi media penyebaran virus tersebut.
Namun, masa pandemi Covid-19 ternyata juga mampu memaksa orang untuk kreatif. Ragam inovasi teknologi dikembangkan untuk menghindari penyebaran virus corona yang misterius tersebut, termasuk mengakali lift. Tak cukup memberikan batasan kapasitas orang yang diperbolehkan masuk lift, sejumlah pengelola gedung pun mengubah tombol lift menjadi sistem touchless menggunakan sensor maupun memasang pedal pengganti tombol.
Pedal? Ya, macam main game mobil-mobilan saja. Si pengguna tinggal tekan pedal untuk membuka atau menutup lift, juga untuk menuju lantai tujuan. Sistem pedal ini sudah dipakai di banyak stasiun MRT Jakarta.
Sedangkan sistem touchless yang pakai sensor kerap dijumpai di berbagai gedung perkantoran, mal dan hotel. Cara kerjanya tinggal dekatkan tangan kita ke tombol sensor untuk mengakses tombol yang kita inginkan.
![Tombol touchless tambahan untuk menghindari sentuhan fisik (foto: widikurniawan)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/11/05/tombol-lift-2-5fa3fbbf8ede487282765c82.jpeg?t=o&v=770)
Sayangnya meski solutif dan keren, tombol touchless dan pedal untuk lift masih terasa banyak kekurangannya. Wajar sih, namanya juga nge-hack teknologi. Baik tombol touchless maupun pedal sesungguhnya hanya alat tambahan yang tidak sepaket dengan bawaan pabrik lift itu sendiri.
Bahkan kalau anda telusuri di sejumlah marketplace, tombol touchless ini dijual bebas dengan kisaran harga 300 ribu per tombol.
Maka, wajar pula ketika maksud hati mengarahkan tangan untuk mengakses tombol lantai 4, eh tombol lantai 3 dan 5 juga ikutan nyala. Ya namanya juga rakitan.
![Injak pedal untuk membuka pintu lift (foto: widikurniawan)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/11/05/tombol-lift-4-5fa3fb148ede484338310356.jpeg?t=o&v=770)
Tapi di satu sisi terasa kurang pas karena lift di stasiun MRT Jakarta sebenarnya diperuntukkan untuk penumpang prioritas atau penyandang disabilitas. Tentu agak repot bagi para pengguna kursi roda atau pengguna tongkat bantu jalan untuk menginjak pedal tersebut.
Dari sisi estetis, keberadaan perangkat tambahan seperti tombol sensor touchless maupun pedal untuk lift jelas terlihat mengurangi tampilan. Bagaimana tidak? Kabelnya saja bisa terlihat menjuntai keluar hanya dilapisi semacam plastik atau selotip kabel. Nggak cantik dong ya?
Bahkan mungkin bisa saja mengganggu fungsi lift. Pengalaman ini pernah saya alami ketika lift yang saya gunakan malah eror karena pintunya tidak mau terbuka.
![Patut dipertanyakan dari sisi estetis dan keawetan (foto: widikurniawan)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/11/05/tombol-lift-3-5fa3fb85d541df59d6185032.jpeg?t=o&v=770)
![Pandemi memaksa orang untuk kreatif (foto: widikurniawan)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/11/05/tombol-lift-1-5fa3fc2af5f3294d431d1ac2.jpeg?t=o&v=770)
Mungkin inilah salah satu lompatan teknologi paling kentara gegara dipaksa oleh pandemi. Mantap.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI