Era pandemi Covid-19 adalah mimpi buruk bagi tukang cukur rambut dan pengusaha barbershop. Banyak orang rela menunda potong rambut karena menimbang risiko penyebaran virus corona. Termasuk saya yang tiga bulan lebih nggak potong rambut sehingga malah jadi mirip Dilan. Eh, bukan ding, Kak Seto tepatnya.
Namun setelah era "new normal" digaungkan, dan mal kembali buka, maka demi menampung aspirasi orang-orang terdekat yang "gemas" melihat gaya rambut saya, akhirnya saya pun memberanikan diri untuk cukur rambut.
Saya sengaja memilih barbershop di sebuah mal dengan berbagai pertimbangan khusus. Pertama, karena lokasinya di mal pasti mereka akan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat dibandingkan usaha cukur rambut lainnya. Kedua, saya sengaja memilih datang jam 10 pagi dengan prediksi bahwa jam segitu mal masih sepi pengunjung.
Benar saja, ketika saya datang memang mal terlihat lengang dan pengunjung harus melewati berbagai pemeriksaan dalam rangka protokol kesehatan. Saya pun jadi customer pertama di barbershop tujuan saya. Setidaknya hingga saya selesai cukur, tidak ada satu orang pun yang antre di belakang saya. Benar-benar sepi.
"Sepi banget ya Bang?" tanya saya pada abang tukang cukur.
"Iya Pak, emang begini aja keadaannya sudah hampir sebulan ini," jawabnya di balik masker dan face shield yang dikenakannya.
"Masih banyak yang takut corona Pak, orang mah rambutnya jadi acak-acakan gara-gara corona. Pernah kemarin ada yang ke sini trus saya tanya kenapa pada pitak semua rambutnya, eh katanya gara-gara perbuatan istrinya yang nyukur di rumah," cerocosnya.
Saya pun hanya menjawab "hmm, hmm, hmm," karena mulut saya juga ketutup masker saat dicukur.
"Emang udah nasib Pak, situasinya kayak gini, orang-orang takut sama tukang cukur tapi anehnya nggak takut beli gorengan. Kemarin ada juga bapak-bapak bawel banget pas mau cukur, dia nanya-nanya apa saya udah cuci tangan pakai sabun, trus nanya apa saya lagi flu atau sehat. Haduh Pak, saya mah kalau sakit ya nggak bisa kerja atuh, saya jawab saja: tenang Pak, saya sehat-sehat saja dan sudah cuci tangan sepuluh kali, baru dia mau dicukur," cerita anak muda berperawakan tinggi besar  itu.
"Saya sih sebenarnya maklum kalau dia nanya gitu Pak, tapi kok lama-lama bawel juga sih, makanya saya balik tanya aja: Bapak sehat nggak? Sudah cuci tangan belum? Eh dianya diam saja," lanjutnya.
Cara berceritanya sungguh kocak didengar, walau sebenarnya terdengar miris. Lha iya, orang-orang pada takut ketularan virus dari tukang cukur rambut, tapi jarang yang melihatnya dari sudut pandang si tukang cukur itu sendiri. Mereka ternyata juga was-was jika pelanggannya yang bawa virus.