Yo wis, nggak perlulah itu semua. Mereka (dan saya) nggak perlu gitu-gitu juga kok. Cuih... apaan tuh penghargaan atau gelar pahlawan segala? Nggak penting.
Tapi tolong ya, jangan sampai mereka (dan saya) yang sudah terlanjur gagap dengan dunia luar malah jadi santapan empuk kalian di masa new normal. Mereka kaum rebahan (dan saya) yang terbiasa jaga jarak dan tidak berkerumun, jangan pula didekat-dekati dan diajak ngumpul karena merasa situasi sudah normal (dengan embel-embel "new").
Jangan pula mereka (dan saya) disindir-sindir kayak makhluk baru keluar goa yang selalu parno dan waspada ketika ada orang mendekat dan ngajak bicara. Ya, karena mereka (dan saya) memang selalu mencurigai orang lain membawa virus corona. Mau sodara sendiri, mau teman dekat atau tetangga sebelah rumah sekalipun, pokoknya tanpa pandang bulu dalam tiga bulan ini selalu saya (dan mereka) curigai sebagai tersangka pembawa virus, titik.
Ingat ya, new normal bukan akhir segalanya. Jangan bersorak wahai kalian yang kegabutannya akhirnya mendapat sedikit angin segar.
Bersyukurlah bagi kalian yang memang bakal punya kesempatan mencari nafkah kembali. Itu kelompok yang paling harus didukung, bukan kelompok yang sudah tidak sabar lagi membelanjakan bansos untuk beli baju baru di mal. Bukan, itu beda.
Bagaimanapun new normal harus dihadapi. Kalau gagal dan perlu diganti model baru, gampang saja kok. Ibarat kebiasaan saya kalau ngasih nama file di komputer yang kemudian kena revisi berulang-ulang.
Semula nama file adalah "normal", setelah direvisi jadi "new normal", eh ada perbaikan lagi filenya dikasih nama jadi "new normal edit". Belum beres juga? Tenang, masih ada nama "new normal edit baru" lalu "new normal edit baru paling new", dan seterusnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H