Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembatasan Gawai pada Anak adalah Melawan Lingkungan

26 Mei 2020   09:10 Diperbarui: 26 Mei 2020   09:07 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pexels.com/Andrea Piacquadio

Sebuah PR berat bagi kami selaku orang tua untuk selalu memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang kebijakan pemakaian gawai bagi mereka. Harus pelan-pelan memberikan pengertian dan selalu diulang terhadap pertanyaan mereka. Kenapa hanya tiap libur saja? Kenapa tidak boleh punya henpon sendiri? Kenapa anak-anak lain boleh? Serta beragam pertanyaan sejenis.

Anggapan bahwa anak-anak kecil wajar memakai gawai seolah memang sudah umum terjadi. Kerap kali saya melihat anak-anak yang belum bisa ngomong sekalipun sudah diberi smartphone untuk membuatnya diam saat menangis. Banyak orang tua rupanya merasa tak ambil pusing dengan hal itu.

Bahkan para guru juga kerap terbawa arus ini secara tak sadar. Ada guru yang terjebak pemahaman bahwa dalam bayangannya semua anak bisa mengakses smartphone kapanpun, sehingga seperti saat situasi sekarang justru ada guru SD yang menugaskan anak tiap hari mencari referensi tentang sebuah topik pelajaran di Google maupun di YouTube.

Okelah itu ada kaitannya dengan pelajaran sekolah. Tapi apa kabar dengan keluarga yang membatasi pemakaian smartphone hanya di hari libur? Mungkin keluarga seperti kami bisa dianggap anomali dalam masyarakat.

Bagi orang tua seperti saya, maunya sih juga ikut anjuran ahli-ahli parenting seperti Kak Seto yang berpendapat bahwa anak baru dapat dikenalkan dengan gawai ketika duduk di kelas 5 SD. Tapi jelas mustahil dilakukan di tengah gempuran pengaruh kanan dan kiri yang kian dahsyat.

Bagi keluarga kami, aturan yang diterapkan adalah jalan tengah. Sebagai orang tua jelas kami tidak tega melihat anak-anak kami sama sekali ketinggalan teknologi yang seolah sudah menjadi hal lazim di sekitar kita. Namun di sisi lain ada berbagai hal yang mesti dikontrol dan tidak bisa dilepaskan begitu saja terkait pemakaian gawai.

Ya, tentu kita tidak ingin anak kita harus berhadapan dengan ruang terapi atau psikolog anak akibat permasalahan tumbuh kembang, yang ketika di awal diagnosa selalu saja ada pertanyaan wajib tentang bagaimana pemakaian gawai anak setiap harinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun