Tradisi padusan menjelang datangnya bulan Ramadan, sudah dikenal turun temurun di tengah masyarakat Jawa. Biasanya H-1 Ramadan, para orang tua mengajak anak-anaknya untuk melaksanakan padusan.
Demikian juga orang tua saya yang mengenalkan tradisi padusan sejak saya masih belajar berpuasa. Menurut orang tua saya, padusan menjelang puasa Ramadan dilakukan dengan cara mandi untuk menyucikan diri, membersihkan segala kotoran yang menempel di badan sebersih-bersihnya.
"Ndak perlu ke kolam renang, ndak perlu ke pancuran, kamu padusan saja di kamar mandi. Sabunan yang bersih, sampoan, setelah itu jangan lupa wudhu," demikian kira-kira perintah orang tua saya dulu.
Maka tak heran jika sore hari menjelang hari pertama Ramadan, kamar mandi di rumah kami bisa antre lama karena gantian tiap orang mandi dengan sangat bersih dalam rangka padusan.
Tentu konsep padusan di kamar mandi ini beda dengan kebanyakan orang. Padusan yang berasal dari kata "adus" atau mandi dalam bahasa Jawa, dimaknai sebagian masyarakat sebagai tradisi menyucikan diri, jasmani maupun rohani, dan dilakukan di tempat-tempat yang dianggap sakral seperti mata air, embung dan pemandian kuno
Bergeser sesuai perkembangan jaman, padusan bertransformasi sebagai tradisi yang berbaur dengan kegiatan wisata atau rekreasi. Saat padusan, berbagai objek wisata air seperti pemandian, air terjun, kolam renang dan pantai kerap menggelar promosi besar-besaran bertema padusan untuk menarik minat pengunjung. Tak ketinggalan pula panggung-panggung hiburan di sekitar lokasi padusan untuk menyemarakkan suasana.
Pada akhirnya muncullah kontroversi yang melabeli padusan sebagai kegiatan yang tak pantas dilakukan karena dilakukan oleh laki-laki dan perempuan beragam usia berbaur jadi satu. Terjadi pergeseran makna padusan yang terlihat hanya sebagai kesenangan belaka dan mengabaikan batasan norma agama saat mereka mandi bersama di satu lokasi.
Terlebih lagi ketika ratusan hingga ribuan orang nyemplung bersama-sama dalam satu pemandian, maka yang terjadi justru airnya menjadi kotor. Konsep menyucikan diri menjadi kabur ketika justru massa itu sendiri yang membuatnya tak lagi suci.
Tradisi padusan konon muncul berkaitan dengan syiar agama Islam yang menyesuaikan dengan kebudayaan dan kearifan lokal masyarakat pada jaman dahulu agar lebih mudah diterima masyarakat. Â Sebagai tradisi turun temurun, sebagian masyarakat kadung tidak bisa membedakan dan tidak menyadari bahwa kegiatan padusan sebenarnya tidak ada tuntunannya.
Tentu saja ketika bicara tentang tradisi, akan susah untuk mengubahnya. Hanya saja tahun ini tradisi padusan tampaknya mengalami antiklimaks gara-gara pandemi Covid-19. Beberapa pemerintah daerah melarang masyarakatnya untuk melakukan padusan di tempat-tempat wisata. Banyak tempat wisata air yang ditutup dengan tujuan menghindari kegiatan yang berpotensi menghadirkan kerumunan massa.