Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Fiksi Ramadan] The Power of Sarung Cap Gajah Nunduk

14 Mei 2020   04:05 Diperbarui: 14 Mei 2020   04:34 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sarung (foto: widikurniawan)

Margono mendengus kesal. Mukanya kusut tertunduk lesu ketika masuk ke dalam rumahnya. Ia membanting sarung usangnya di lantai.

"Ngapa kowe Gon? Pulang taraweh kayak abis dikejar setan," tanya Emak.

"Ya memang ada setan ngejar tadi Mak," gerutu Gogon, panggilan akrab Margono.

"Ealah Gon, namanya bulan Romadon, setan-setan tuh dikerangkeng, ndak bakalan itu setan mau ngejar kamu juga," ucap Emak.

"Mak, besok aku ndak mau taraweh di musola lagi. Males aku Mak."

"Yo karepmu Gon! Tapi kamu harus jujur nulis di buku catatan kalau kamu ndak berangkat taraweh. Nilaimu nanti jelek!"

"Mak, taraweh kan karena panggilan hati, bukan karena takut sama buku catatan," Gogon mengelak.

"Bocah! Wis pinter ngomong ya kamu?! Yo wes karepmu, Emak mau lanjut mbungkusin kripik. Kamu mau bantuin Emak apa ndak?"

"Aku mau tidur aja Mak."

Emak hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sikap Gogon. Tidak seperti biasanya Gogon bersikap begitu. Sambil tangannya mengepak kripik tempe ke dalam plastik, Emak terus memikirkan Gogon, anak satu-satunya dan paling ganteng itu.

Sejak bapaknya Gogon kabur dengan penyanyi organ tunggal dari kampung sebelah, Gogon memang sering uring-uringan. Emaknya yang hanya penjual kripik tempe sering kalah berdebat dengan Gogon. Di umur tiga belas tahun, Gogon tampak seperti anak umur tujuh belas tahun. Baik perawakan maupun cara ngomongnya.

---

Dua malam berturut-turut Gogon absen pergi taraweh di musola. Ia hanya mendekam di kamar sambil corat-coret di buku tulisnya.

"Ngapain Gon? Ndak taraweh lagi?" Emak tiba-tiba muncul di pintu kamar.

"Emak juga ndak taraweh?"

"Emakmu ini lagi dapet Gon...."

"Dapet apa Mak? Dapet duit? Bagi dong Mak."

"Ngawur kowe Gon, dapet ya dapet, haid! Paham ndak sih? Makanya kalau guru ngasih pelajaran tuh didengerin, jangan bengong terus," Emak mulai emosi.

"Mak, aku boleh minta sesuatu ndak?" kali ini nada bicara Gogon mulai merendah.

"Opo?"

"Beliin aku sarung baru Mak, yang cap Gajah Nunduk..."

"Lho emange sarungmu kemarin kenapa?" tanya Emak.

"Yo wis elek to Mak. Lagian itu kan sarungnya Bapak dulu, aku wis ndak seneng sama barange Bapak," ucap Gogon.

Emak terdiam sejenak. Mendengar Gogon menyebut-nyebut mantan suaminya, rupanya membuat Emak sedikit emosi.

"Yo buang aja kalau gitu!" ucap Emak dengan ketus.

"Jadi Mak mau beliin aku sarung Gajah Nunduk?"

"Mbok ojo sing mahal gitu, besok tak beliin sarung merk lain di tokone Pak Imron, murah-murah tapi bagus."

"Ndak mau Mak, pokoknya harus Gajah Nunduk, itu cuma satu-satunya merk yang Bapak ndak punya," ucap Gogon mencoba meyakinkan Emak.

"Halah!"

---

Siang hari terik di bulan Ramadan. Gogon masuk ke rumah dan meletakkan tas sekolah yang dibawanya. Emak menyambut dengan wajah tersenyum.

"Nih, sarung baru buat kamu, Gajah Nunduk," Emak memberikan sebuah bungkusan kepada Gogon.

"Alhamdulillah, ya ampun Mak, makasih banget Mak, aku cinta sama Mak."

"Wis rasah kakean ngomong. Ini sarung mahal, tadi Pak Imron mau kasih kortingan karena kasian denger cerita soal kamu yang malu pergi taraweh dengan sarung Bapakmu yang jelek kayak kelakuane itu," cerocos si Emak.

"Alhamdulillah Pak Imron juga mborong kripik Emak. Makanya sekarang kamu mesti bantuin mbungkusin kripik. Awas kalau ndak mau!" lanjut Emak.

Gogon pun bersemangat membantu Emak. Kali ini tangannya cekatan bekerja, sedangkan mulutnya lebih banyak terdiam. Rupanya pikirannya sudah dipenuhi bayangan taraweh malam nanti.

---

Azan Isya berkumandang. Gogon bersiap dengan sarung barunya. Ada sedikit sisa lem dan sobekan label kertas merk Gajah Nunduk yang masih nempel di sarungnya. Tapi Gogon tak peduli. Ia merasa tak perlu mencuci terlebih dulu sarungnya. Pokoknya malam itu ia harus ke musola dengan gagah berkat sarung cap Gajah Nunduk.

---

"Mundur! Munduur! Wis mulih bae, ndak mungkin kita menang, munduur!!" teriak Mamat.

"Semprul! Sarungku suwek!" Sasongko mendengus kesal.

Dalam situasi chaos seperti itu Mamat dan Sasongko memang tak punya pilihan lain. Jurus langkah seribu adalah satu-satunya cara.

Sementara di sisi seberangnya Gogon terlihat menakutkan dengan sabetan-sabetan sarung barunya. Wajahnya tampak menyeringai puas. Saat seperti inilah yang telah dinanti-nantikan sejak lama.

Sarung cap Gajah Nunduk memang tiada tanding. Kerapatan benangnya dan kualitas jahitannya memang di atas rata-rata merk lain, apalagi dibandingkan dengan sarung usang.

"Bat! Bet! Bat! Bet!" maka keoklah mereka.

Sabetan-sabetan Gogon ditambah emosi terpendam dalam dirinya membuat Gogon makin kuat. Lawan-lawannya lari tunggang langgang kena sabet Gajah Nunduk.

Sambil mengatur nafasnya, Gogon berdiri di remang kegelapan di sudut kampungnya. Ia puas telah mengusir mereka, terutama Mamat dan Sasongko yang selama ini selalu mengalahkannya dalam perang sarung usai taraweh.

"Benar juga kata Pakde Bambang, Gajah Nunduk memang sarung terkuat di dunia," ucap Gogon dalam hati.

"Harga memang tak pernah bohong," lanjutnya.

Namun, Gogon tak menyadari seseorang telah berdiri di belakangnya. Seseorang yang merasa perlu memberi pelajaran pada Gogon.

 "Hei bocah! Opo maneh iki?! Malah gelut, tawuran maneh! Dibeliin sarung mahal-mahal, malah buat nyabet-nyabet orang! Awas  kamu ya! Hiiihhh!!" Emak benar-benar geram dengan kelakuan Gogon.

Tangan Emak begitu cepat dan lentur menarik telinga Gogon yang tak siap mengantisipasinya.

----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun