Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Mulai Berbayar, MRT Masih Sepi di Jam Sibuk

2 April 2019   16:17 Diperbarui: 3 April 2019   10:27 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MRT Jakarta (foto by widikurniawan)

Sejak 1 April 2019 kemarin, MRT Jakarta sudah mulai memberlakukan tarif bagi penumpang, meski masih ada diskon 50% hingga sebulan penuh. Dua hari ini pun saya sudah mencicipi rasanya nge-tap kartu elektronik di gate masuk MRT.

Sebenarnya gate elektronik MRT Jakarta nggak beda jauh dengan KRL maupun Transjakarta, tinggal tempel lalu masuk. Namun, entah kenapa pihak MRT seolah menganggap penumpangnya masih terlalu awam dengan teknologi nge-tap ini. 

Terasa lebay ketika petugas terlalu ramah mengarahkan posisi nge-tap kartu. Juga kok rasanya berlebihan banget ketika ada kartu eror tiba-tiba ada suara melalui pengeras suara.

"Kartu tidak dikenal! Kartu tidak dikenal!"

Oalah, nggak harus gitu juga kali. Kok jadi kayak adegan film action spionase, saat penyusup masuk ke daerah terlarang maka bunyi alarm meraung-raung "awas ada penyusup!"

Ya, memang kenyataannya masih banyak penumpang yang saat masuk stasiun merasa harus bertanya tentang kartu yang mesti digunakan. Mungkin mereka nggak update info dan nggak follow instagram @mrtjakarta eaaa...

Saat ini memang kartu yang bisa digunakan adalah keluaran MRT Jakarta untuk single trip dan kartu elektronik keluaran bank yang sudah lazim digunakan untuk bayar tol, naik KRL hingga Transjakarta. 

Jadi kalau sudah punya E-Money (Bank Mandiri), Brizzi (Bank BRI), Tap Cash (Bank BNI), Flazz (Bank BCA), JakartaOne (Bank DKI) hingga JakLingko, mestinya aman kalau mau naik MRT Jakarta. Tentu saja kalau saldonya cukup ya.

Suasana di Stasiun MRT Dukuh Atas (foto by widikurniawan)
Suasana di Stasiun MRT Dukuh Atas (foto by widikurniawan)

Pengguna Kendaraan Pribadi Belum Mau Beralih?

Selama dua hari merasakan naik berbayar dan selama dua pekan saya sudah rutin berangkat dan pulang kerja naik MRT Jakarta saat uji coba, rasanya moda ini belum memenuhi ekspektasi jumlah penumpang. Sore hari sekitar jam 16 hingga 17 ketika saya naik, masih bisa dapat tempat duduk. 

Pagi hari saat orang berangkat kerja antara jam 7 hingga jam 8 bahkan lebih longgar lagi. Kadang satu gerbong hanya terisi tak lebih 10 orang, itu pun sudah termasuk security MRT. Beda jauh saat hari libur akhir pekan yang jumlahnya membludak karena banyak rombongan penumpang yang penasaran ingin menikmati "angkutan wisata" MRT Jakarta.

Sasaran utama MRT Jakarta yakni mereka yang beralih dari kendaraan pribadi ke MRT, sepertinya belum juga kelihatan. Buktinya, seperti di seputaran Stasiun ASEAN yang terdapat banyak gedung perkantoran, halaman parkirnya masih saja penuh dengan mobil dan motor. Tidak beda saat sebelum ada MRT Jakarta.

Orang kantoran yang kini memanfaatkan MRT Jakarta bisa jadi malah mereka yang beralih dari angkutan umum lainnya, seperti Transjakarta, kopaja, metromini hingga ojek online. Sebagai contoh ya saya sendiri yang berangkat kerja naik KRL Commuterline dari daerah Bogor lalu turun di Stasiun Sudirman kemudian lanjut MRT ke arah Blok M.

Sebelumnya, setelah turun di Sudirman saya biasanya harus berjalan kaki lumayan pegel untuk kemudian naik Transjakarta jurusan Blok M. Kini tinggal "kepeleset" sedikit ke Stasiun MRT Dukuh Atas, maka saya pun bisa lebih cepat sampai tujuan. Lumayan lah bisa memangkas waktu sekitar 30 menit dari biasanya.

Dan saya pun tidak sendirian. Banyak pekerja di jalur Jalan Sudirman ke arah selatan yang merasa terbantu dengan adanya Stasiun MRT Dukuh Atas. Hanya saja ya itu tadi, mereka ini tampang-tampangnya memang sudah terbiasa naik angkutan massal dari mulai KRL dan Transjakarta. Tampang saya malah lebih jelas lagi, tampang yang tidak punya mobil pribadi.

Lha terus pada ke mana nih tampang-tampang yang semula suka naik kendaraan pribadi? Kok belum banyak yang beralih naik MRT? Ayo dong gabung dengan kami memadati gerbong-gerbong MRT saat jam berangkat dan pulang kerja.

MRT Jakarta di jam berangkat kerja, masih sepi (foto by widikurniawan)
MRT Jakarta di jam berangkat kerja, masih sepi (foto by widikurniawan)

Yah, mungkin benar, ini adalah tentang perubahan budaya. Jadi memang butuh waktu tidak sebentar untuk bisa mengalihkan seseorang yang "pengabdi" mobil pribadi dengan segala isinya, untuk beralih ke angkutan massal dengan resiko berdesak-desakan.

"Ngapain juga bayar dan naik MRT kalau masih harus berdiri dan desak-desakan?"

Komentar seperti itu beberapa kali saya temukan di media sosial. Aneh memang, jadi kalau untuk tipe manusia semacam itu intinya bukan ada atau tiadanya MRT, tapi lebih ke soal gengsi. Mungkin lho ya... mungkin...

Satu lagi faktor yang bikin orang "malas" beralih naik MRT adalah integrasi antar moda yang belum maksimal. Bus Transjakarta yang jadi pengumpan, baru halte Bundaran HI yang benar-benar dekat dengan stasiun MRT. Lainnya? Maaf kalau masih harus jalan kaki lumayan jauh sepertinya kurang menarik minat masyarakat kita (hah kita?) untuk mengandalkan MRT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun