"Ada nggak ya kendaraan ke Stasiun Lebak Bulus selain nggak pakai ojol?"
Yup, memang, tanpa kemudahan integrasi antar moda, MRT Jakarta tidak akan optimal berkembang. Warga mendamba bisa naik turun dan berganti moda dengan cepat. Namun sayangnya, hingga beberapa hari menuju beroperasi resmi, integrasi antar moda yang melibatkan MRT Jakarta masih belum terlihat ideal.
Dukuh Atas adalah kawasan yang disebut-sebut menjadi pusat integrasi antar moda transportasi di Jakarta. Stasiun MRT Dukuh Atas memang hanya beberapa langkah dari Stasiun KRL Sudirman dan Stasiun KA Bandara BNI City.Â
Tapi ketika bicara kondisi saat ini, ketika kaki melangkah keluar dari Stasiun Sudirman di Jalan Blora, maka keriuhan lalu lintas yang didominasi ojek online yang mangkal menunggu penumpang, maupun penumpang yang tengah kebingungan menunggu ojol, akan sedikit mengacaukan definisi "integrasi antar moda".
Saya sendiri pernah menghitung waktu tempuh dari Stasiun Sudirman menuju halte Dukuh Atas 1 dengan berjalan kaki memerlukan waktu paling cepat 10 menit, itupun dengan langkah serba terburu dan mendapat bonus keringat bercucuran meski di pagi hari.
Meskipun jalur layang Transjakarta untuk rute Koridor 13 Ciledug - Tendean sudah lama beroperasi, tetapi halte CSW sampai sekarang belum difungsikan. Malah karena adanya pembangunan Stasiun MRT ASEAN yang hadir belakangan, halte CSW seolah menunggu adanya integrasi untuk akses penumpang.
Bahkan bulan lalu sempat dibuka sayembara desain prasarana integrasi halte CSW dan Stasiun MRT ASEAN. Mungkin karena saking pusingnya membuat jalan akses ke halte CSW, sehingga pihak Transjakarta sengaja melempar sayembara desain ke publik.
Namun, lebih baik terlambat daripada tidak. Semoga desain integrasi nantinya akan memberikan akses bagi penumpang dari Kebayoran Lama, Ciledug maupun dari arah Jalan Tendean untuk nyambung ke moda MRT.
Integrasi antar moda memang menjadi kunci. Sayangnya mayoritas Stasiun MRT dari Senayan hingga Bundaran HI tidak berdekatan dengan halte Transjakarta, maupun halte bus reguler. Ya maklumlah, kadang jarak 300 meteran saja kita sudah merasa 'mager' alias malas gerak.Â