Sore itu saya tengah menunggu ojek online (ojol) datang menjemput. Saya sudah berada di titik yang umum dipakai oleh ojol maupun pengguna ojol untuk bertemu. Namun, hampir 20 menit berdiri menunggu, abang ojol tak jua muncul. Mungkin karena saya dapat ojol yang posisinya agak jauh, dan ketika saya pantau melalui map yang disediakan aplikasi, eh si abang ojol rupanya agak nyasar. Ia terpantau mengambil jalan memutar untuk menjemput saya.
Sementara itu, tak jauh dari saya berdiri, dua orang ojol dari tadi manyun menunggu sang penumpang. Salah satunya bahkan terlihat gusar dan mungkin telah menipis kesabarannya. Hingga akhirnya ia hampir membanting helmnya.
"Dasar lelet! Ditungguin nggak tahu diri!" gumamnya, setengah memaki.
Beberapa menit kemudian, muncullah seorang perempuan sambil berjalan santai menuju abang ojol tadi. Selow... dan tentu saja bikin gemes si abang ojol. Untung setelahnya si abang ojol bisa menyembunyikan emosinya, seolah ia tidak pernah hampir membanting helm.
Bisa dipastikan perempuan itu memesan ojol dari dalam gedung perkantoran yang menjulang di depan mata saya ini. Begitu ada ojol yang mengambil orderan, ia pun turun. Eh, mungkin tidak segera turun ding, bisa jadi ia masih santai menghabiskan segelas kopi sachetan atau mematikan komputernya terlebih dahulu. Toh, ia merasa sudah mendapatkan si abang ojol yang menunggu di bawah. Tapi coba bayangkan berapa menit terbuang untuk hal itu?
Fenomena serupa kerap saya lihat ketika berada di dalam moda angkutan KRL Commuterline. Saat jam sibuk di pagi hari, kereta dari Bogor sudah pasti dipenuhi para pekerja yang akan turun di Stasiun Sudirman. Namun, banyak penumpang bahkan sudah membuka aplikasi ojol dan mengorder sejak kereta masih berada di Stasiun Tebet.
Wah, ini mah "too much" alias terlalu. FYI, jarak tempuh KRL dari Stasiun Tebet ke Manggarai saja tidak bisa diprediksi. Bisa jadi kereta bakal tertahan antrean masuk Manggarai, dan ini sering terjadi. Kemudian jarak tempuh dari Manggarai ke Sudirman kurang lebih 7 menit tapi bisa bertambah ketika kita turun dari kereta. Antrean manusia yang hendak keluar dari stasiun di jam sibuk kerap tak terprediksi, bisa sangat menguras kesabaran jika nemu antrean yang mengular.
Orderan jauh bikin macet
Bayangkan jika si abang ojol menunggu dalam kisaran minimal 15 menitan. Pantas saja di depan Stasiun Sudirman, terutama di area Jalan Kendal dan Jalan Blora, sering terjadi kemacetan akibat banyaknya ojol yang ngetem menunggu penumpang.
Inilah dampak yang mungkin tak terlalu terpikirkan oleh para founder ojol pada awalnya. Ojek online yang sebenarnya diciptakan untuk selalu mobile dan tidak ada istilah ngetem malah menyerupai ojek pangkalan, dan bahkan melebihinya dengan lebih banyak kelompok orang yang duduk-duduk menunggu penumpang. Nyatanya sekarang memang lebih parah karena di kota seperti Jakarta, banyak trotoar beralih fungsi menjadi "pangkalan" ojek online.
"Kesel juga sih Mas, dia ordernya dari mana, kitanya nunggunya kelamaan gini, rugi di waktu nungguin penumpang kayak gitu," begitulah salah satu keluh kesah abang ojol yang pernah saya dengar.