Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Menikmati "Taste of Macao", Lebih dari Sekedar Makanan

17 Juli 2018   21:40 Diperbarui: 18 Juli 2018   07:40 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
African Chicken ala Macao (foto by widikurniawan)

Saya sempat tertegun sejenak menatap hidangan yang tersaji di depan saya. Makanan apa ini? Ternyata setelah dijelaskan, makanan tersebut bernama Minchi, salah satu kuliner khas Macao yang amat populer, terutama di kalangan anak muda.

Disajikan dengan "teman-temannya" berupa potongan kentang goreng serta telur ceplok berukuran mini, membuat sajian Minchi di Nusa Indonesian Gastronomy Restaurant Kemang, Jakarta Selatan ini terlihat unik, dan yang paling penting "instagramable".

"Minchi kalau di Indonesia mirip rendang lah, kalau di Macao sana tiap rumah punya style tersendiri, ada yang pakai daging, ada pula yang menggunakan ikan, tergantung yang ada saja, yang penting bumbu utamanya," jelas Chef Ragil Imam Wibowo yang memasak Minchi dalam acara bertajuk "Taste of Macao", Sabtu, 14 Juli 2018 lalu.

Chef Ragil melakukan demo masak
Chef Ragil melakukan demo masak
Penjelasan Chef Ragil justru membuat saya teringat nasi goreng, karena di setiap rumah, setiap warung dan setiap gerobak abang nasi goreng pasti punya bumbu andalan. Tidak ada bawang putih, bisa pakai bawang bombay. Malah belakangan saya lebih suka menggunakan bawang merah plus cabai saja untuk menciptakan nasi goreng andalan saya. Ehem..

Nah, kembali ke "Taste of Macao", jadi di depan saya telah terhidang sajian Minchi ala Chef Ragil dengan daging sapi cincang yang berpadu dengan rempah dan bumbu khas Minchi. Setelah puas mengabadikan menggunakan kamera smartphone, saya pun mulai menyantap Minchi secara perlahan. Iya dong perlahan, sambil menikmati bagaimana lembutnya daging di tiap kunyahan. Bahkan setelah beberapa hari, cita rasa Minchi masih nempel di lidah dan ingatan saya.

Macanese Codfish, asinnya nendang gurih (foto by widikurniawan)
Macanese Codfish, asinnya nendang gurih (foto by widikurniawan)
Sensasi rasa yang masih nempel juga berlaku pada sajian bernama Macanese Codfish. Ikan cod alias codfish terus terang saja belum pernah saya dengar sebelumnya. Terlintas dalam benak saya, jangan-jangan jenis ikan yang suka belanja online karena namanya COD atau cash on delivery (eeaaa...).

Nah, begitu mengecap rasa Macanese Codfish, kesan pertama adalah sangat asin. Suer, asin banget, meski asinnya tidak nyelekit.

"Ini yang masak pengen kawin kali ya?" pikir saya (eh, maaf ya chef...).

Tapi tunggu, rasa asin memang sangat terasa jika daging codfish langsung dilahap begitu saja. Namun, ternyata ada semacam saus di bawah sajian codfish dan begitu dilebur dan dirasakan, wow... sensasi asinnya jadi semacam creamy gitulah. Hmm, enak juga lho...

Sajian ikan cod Macao ini hampir mirip ikan asin atau justru telur asin di Indonesia. Proses pembuatannya pun dimulai dari pembaluran dengan garam, dikubur dalam tanah, kemudian setelah pengawetan bisa diolah sebagai makanan sesuai selera.

African Chicken ala Macao (foto by widikurniawan)
African Chicken ala Macao (foto by widikurniawan)
Mencicipi makanan Macao seolah menikmati perpaduan gaya dan rasa Eropa yang berpadu dengan pengaruh Asia, bahkan Afrika. Sebagai contoh adalah betapa populernya African Chicken di Macao meskipun hadir dengan pengaruh bangsa Afrika. Setelah berabad-abad kemudian, African Chicken ala Macao ternyata memiliki identitasnya sendiri. Tak lagi berteman dengan pisang layaknya original African Chicken, di Macao jenis makanan ini sudah disesuaikan dengan taste Asia, khususnya China. Bumbunya itu lho, meresap hingga gigitan terakhir.

Sejarah panjang pendudukan Portugis dan ragam bangsa serta budaya yang mempengaruhi Macao sejak masa silam, menjadikan Macao sangat berwarna, termasuk dalam hal ini ragam jenis makanannya. Tak heran jika Macao dinobatkan sebagai Kota Kreatif Bidang Gastronomi oleh UNESCO. Sebuah pengakuan dunia terhadap warisan budaya kuliner khas Macao yang sangat kaya.

Menyambut predikat prestisius itu, telah diluncurkan kampanye "2018 Macao Year of Gastronomy" melalui upacara pembukaan yang berlangsung di Sai Van Lake Square pada 17 Januari 2018 silam. Wakil Direktur Jenderal UNESCO, Getachew Engida, mengatakan dalam sambutannya bahwa gastronomi bukan hanya merupakan bagian integral dari identitas budaya kota, tapi juga merupakan pendorong kuat pembangunan ekonomi berkelanjutan.

"2018 Macao Year of Gastronomy juga akan memberikan kesempatan bagi Macao untuk mengembangkan kerja sama regional dan internasional dengan mitra baik di dalam jaringan maupun di luar, memperkuat reputasinya sebagai pusat gastronomi," papar Getachew Engida.

Nah, sebuah pernyataan yang dibuktikan dengan memperluas gaung sampai ke Indonesia. Semoga konsep kota kreatif di bidang gastronomi bisa menular ke sini.

Harus diakui, Macao memang pantas menyandang predikat sebagai Kota Kreatif Bidang Gastronomi. Meskipun secara fisik luas wilayah Macao tak seberapa, tetapi siapapun seolah akan berkeliling dunia ketika menjajal berbagai macam makanan khas Macao. Makanan yang jika ditelusuri sejarah dan kisahnya, bisa jadi berasal dari berbagai penjuru dunia, tetapi di Macao lestari dengan cita rasa khasnya.

Itulah sebenarnya bagaimana memahami tentang gastronomi. Menikmati makanan sejatinya tak hanya tentang rasa di lidah.

Seperti halnya ketika saya mencicipi hidangan khas Macao. Saya tidak sekedar makan, tetapi saya juga melihat proses memasaknya, cara penyajiannya serta mendapat penjelasan tentang latar belakang sejarah dan budaya masyarakat Macao terhadap makanan tersebut. Sebuah paket komplit yang menawarkan sensasi lebih saat menyantap sebuah makanan.

Itu baru makanan Macao yang dimasak di Indonesia, bagaimana pula jika kita mencobanya langsung di Macao? Bisa jadi sensasinya kurang lebih sama ketika kita pergi ke suatu daerah di Indonesia dan mampir ke warung makan legendaris yang selalu saja membuat kita kangen dengan rasa dan suasananya.

 Ah, saya malah berandai, jika saja ada daerah di Indonesia yang bisa mengikuti jejak Macao sebagai pusat gastronomi. Hmm, kira-kira di mana ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun