"Sabar Pak, sabar..."
Kejadian serupa di bulan lain sudah sering saya lihat, dan penyelesaiannya tidak cukup  hanya menyabarkan orang-orang yang berkonfilk itu, tapi bisa lebih panjang lagi ceritanya. Lapar saat tidak puasa mungkin bisa memicu emosi berlebihan, tetapi lapar saat puasa seolah ikut mengendalikan hawa nafsu, emosi dan tindakan kita.
Maka suasana "selow" mana lagi yang akan kita rindukan selain di bulan Ramadhan?
---
Rindu adalah hak. Tidak rindu juga hak.
Menjadi hak seseorang pula, begitu pula saya, untuk merindukan Ramadhan. Namun, rupanya merindu Ramadhan itu berat. Bukan, bukan karena saya terpengaruh kata-kata "rindu berat" ala film anak muda tahun 1990 itu, bukan.
Jika kita bertanya, rindu apanya di bulan Ramadhan? Semestinya jawabnya adalah keseluruhan dari Ramadhan, bukan karena takjilnya, bukan karena kolak biji salaknya, bukan pula karena THR-nya.
Rindu parsial itu namanya. Bahkan mungkin hanya berupa rindu portable, rindu yang tak terinstal dalam hati.
Ah, tapi apakah saya berhak menghakimi level kerinduan seseorang? Sudah tentu jawabnya adalah cermin di kamar saya, tinggal saya perhatikan baik-baik dan saya renungkan dalam-dalam. Memang, rindu itu berat, menjadi perindu juga sama beratnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H