Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Grab Akuisisi Uber, Bagaimana Nasib Pengguna?

27 Maret 2018   16:03 Diperbarui: 27 Maret 2018   19:31 2350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Resmi sudah layanan Uber di Asia Tenggara diakuisisi oleh Grab. Layanan Uber yang di Indonesia lebih dikenal sebagai jasa transportasi ojek onlinedan taksi online, mulai 8 April 2018 sudah harus menggunakan aplikasi milik Grab.

Sebagai pengguna Uber, saya pun sudah menerima pemberitahuan resmi melalui email. Tak cuma dari pihak Uber, email dari Grab pun sudah menyapa saya dengan nada penuh optimisme.

"Ini saatnya kami kerja bersama untuk mengembangkan layanan ke depan dan semakin mendekatkan kita pada kebersamaan. Sebagai kesatuan, kami berharap akan semakin dekat pada solusi terbaik bagi kebutuhan transportasi sehari-hari, pengiriman dan pembayaran bagi jutaan pelanggan yang ada di hampir 200 kota di Asia Tenggara," tulis Grab dalam rilis emailnya.

Namanya juga sedang jualan, maka janji indahlah yang dilontarkan.

Sebagai pengguna yang mempunyai tiga aplikasi dalam satu smartphone, yaitu Uber, Grab dan Gojek, tentu saya sudah bisa mengamati dan merasakan bagaimana keunggulan dan kelemahan dari masing-masing penyedia jasa. Dicaploknya Uber oleh Grab, jelas bikin saya sempat manyun dan mengeryitkan dahi.

"Hmmm..." kemudian saya menghela nafas panjang.

Janji Grab kepada pelanggan (sumber: email Grab)
Janji Grab kepada pelanggan (sumber: email Grab)
Sangat disayangkan menurut saya. Meski ngos-ngosan pada layanan ojek online, di mana tarif murahnya dikeluhkan oleh mitra pengemudi, tapi Uber adalah penyelamat konsumen di saat-saat tertentu.

Dulu saat Grab dan Gojek bikin target ketat dengan iming-iming bonus gede khusus pada jam sibuk sore hingga jam 7 malam, saya selalu saja kesulitan mendapatkan driver yang mau mengambil orderan saya. Alasannya karena jaraknya relatif jauh dan rentan macet, abang ojol sih maunya dapat yang dekat-dekat dan gak macet, biar bonusnya lancar kalau dapat berkali-kali orderan. Nah, ketika beralih pakai aplikasi Uber masalah itu tiba-tiba terpecahkan karena sistem di Uber tidak memungkinkan bagi driver untuk mengetahui tempat tujuan si penumpang.

Maka bisa dipastikan abang ojol Uber biasanya lebih tahan banting karena selain bayarannya murah, juga dia sudah siap mengantar ke mana saja. Dari sisi driver ojek Uber, memang berpotensi merugikan apabila terlalu banyak promo yang bisa memotong tarif hingga 50% atau bahkan gratis. Mungkin inilah penyebab layanan ojol Uber kalah bersaing. Makanya saya selalu membayar lebih karena bagi saya si abang ojol Uber ini rela mengantar saya ke tujuan yang bukan menjadi favorit ojol dari aplikasi lain.

Hal serupa juga berlaku untuk taksi online. Bisa dikatakan layanan GrabCar menjadi favorit utama penggunanya karena faktor makin banyaknya pengguna ojol Grabbike yang ketika ingin naik taksi online tidak perlu lagi punya aplikasi Uber. Berbeda dengan Uber yang pada awalnya memang diinstal oleh pengguna yang berniat menggunakan layanan taksi online saja.

Namun, sebagai pilihan kedua (atau bahkan ketiga karena GoCar milik Gojek sudah mulai naik pamor), Uber tetap menawarkan keunggulan bagi penggunanya. Sudah berkali-kali saya mengalami kejadian saat driver GrabCar tidak mau menjemput saya jika saya berada di rumah.

"Oh itu mungkin karena di alamat bapak tertulis daerah Bojonggede, rata-rata mereka malas Pak karena dikira nyeberang rel dekat pasar sana, macet..." ucap seorang driver GrabCar yang sekaligus bisa berubah jadi Uber, tergantung situasi. Dia menjelaskan problem yang biasa saya hadapi ketika saya mengorder.

"Lah, rumah saya memang Bojongggede, tapi lebih dekat ke Pemda Cibinong, kan di perbatasan, jadi nggak nyeberang rel, memangnya nggak baca maps ya?" ujar saya.

"Memang Pak, tak harus lihat maps dulu untuk memutuskan terima order, kalau saya sih tadi mau terima karena pertimbangan jarak, jadi saya tahu pasti tempat bapak nggak mungkin sampai dekat pasar sana..." jelasnya.

Menurut beberapa driver taksi online, Uber memang unggul di maps dan teknologi aplikasi. Meski demikian, sama seperti ojek onlinenya, driver taksi Uber tidak akan tahu tujuan penumpang sampai saat dia menjemput penumpang tersebut.

Sistem ini jelas bisa menjadi dewa penolong ketika penumpang sudah terlalu lama mencari layanan Grab dan tidak ada driver yang mau menerima. Driver Uber akan menyambut orderan tersebut dan siap mengantar ke mana saja.

Kembali tentang akuisisi Uber oleh Grab. Bagiamana nasib pengguna? Grab memang menjanjikan layanan lebih baik. Tapi, jika pilihan tinggal dua yakni Grab dan Gojek, entahlah bakal menguntungkan penggunanya atau tidak. Pastinya, banyak pengguna Uber akan merasa kehilangan dan rindu berat. Selamat jalan Uber...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun