Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Siapa Bilang Pelatihan Genjot Becak Tidak Penting?

27 Januari 2018   20:46 Diperbarui: 29 Januari 2018   09:42 2455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana "becak is back" yang digagas duo pimpinan DKI Jakarta tentu menuai pro dan kontra, dan itu hal biasa di zaman serba nyinyir saat ini. Becak yang keberadaannya sudah kadung diharamkan di Jakarta, seolah mendapat angin segar untuk kembali unjuk gigi di ibukota negara.

Sudahlah, saya tak ingin masuk ke ranah politis membahas pantas atau tidak becak kembali datang. Saya ini pun sebenarnya penganut paham "yang lalu biarlah berlalu", termasuk juga dalam hal asmara, saya paling nggak setuju kalau ada seseorang kembali ke pelukan mantan. Lho kok malah ngomongin mantan?

Melihat wacana yang berkembang, belakangan Bang Sandi yang tampan nan rupawan, kembali harus menuai kontroversi akibat melemparkan rencana strategis untuk memberikan pelatihan cara nggenjot yang baik dan benar kepada para abang becak yang nantinya punya lisensi turun ke jalanan Jakarta. 

Pendukung militan Anis-Sandi tentu membela dan percaya bahwa langkah itu pasti baik dan bermanfaat bagi rakyat kecil. Sedangkan yang kontra tentu saja menertawakan kebijakan itu, dan pasti mereka adalah cebong, hahaha...

Lho kok saya ikut ketawa? Saya kan netral di sini.

Saya memang bukan pemerhati becak, tapi saya punya pengalaman pilu dengan becak. Jadi ceritanya saya sedang berada di Kota Semarang. 

Di kota ini becak masih bebas melengang di tengah kota. Saat itu saya dari sebuah mal hendak menuju ke hotel tempat saya menginap yang jaraknya sekitar 200 meteran. Karena hujan, banyak genangan (bukan kenangan lho ya) dan mesti menyeberang jalan dua kali, maka keputusan untuk naik becak pun seolah menjadi solusi praktis.

Bapak tukang becak yang terlihat sudah tua tapi masih berotot, tampak menyambut saya dengan antusias. Saya pun bergegas naik dan sebelum berangkat, pak becak menutup muka becak dengan semacam tirai dari spanduk bekas. Tirai itu gunanya supaya air hujan tidak masuk dan membuat saya jadi basah. 

Tapi jadinya malah menutupi pandangan saya karena si bapaknya nggak pakai plastik transparan. But its okay because the jarak tempuh is not far away.

Becak pun mulai berjalan, seiring saya mendengar suara-suara klakson mobil dan motor bersahutan. Wah, ini nekat rupanya, karena ternyata si bapak membawa becak melawan arus meski hanya beberapa meter. Padahal itu di jalan gede nan ramai bro. Tapi sekali lagi saya pasrah aja karena jarak tempuh is not far away.

Tiba-tiba, mak bedunduk.... "jegeeerr!!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun