Membeli rumah kadang menjadi prioritas yang kesekian bagi pasangan yang baru menikah. Ada yang beralasan, sudah bisa nikah aja bersyukur, urusan rumah belakangan mah. Ya, wajar juga sih, soalnya pendapatan setiap orang kan beda-beda. Tapi itu sebenarnya alasan ngeles saja, lari dari kenyataan bahwa membeli rumah adalah sesuatu yang sangat serius dan perlu diutamakan. Saya pun demikian dulu, awal-awal nikah malah langsung ngekos sekamar berdua dengan istri, masalah punya rumah dipikir belakangan. Untung doi orangnya pengertian dan sabar menghadapi kenyataan ini (ehem..).
Memang, bisa punya rumah sendiri memang bukan persoalan yang sepele bagi sebagian besar orang. Kecuali anda punya penghasilan level kakap. Lha kalau masih di level menengah ke bawah, dijamin butuh strategi yang ekstra demi membeli rumah.
Saya sendiri, selama perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga dalam kurun hampir sembilan tahun ini, ternyata sudah dua kali membeli rumah.
"Lho kok bisa? Hebat ya? Horangkaya pasti..."
Oh, tidak perlu lebay begitu dong. Ceritanya panjang dan berliku. Rumah pertama saya dibeli dengan sistem KPR. Sedangkan rumah kedua saya dibeli dengan sistem cash atau tunai secara bertahap.
Beli Rumah dengan Sistem KPR
Singkat cerita, beberapa tahun silam saya harus bertugas di wilayah Kendari, Sulawesi Tenggara. Setelah beberapa kali luntang-lantung pindah kos dan kontrakan bahkan sempat numpang di rumah orang, akhirnya saya bertekad bulat untuk membeli rumah sendiri.
Lokasi yang diramal bakal strategis di masa depan, akses transportasi dan harga yang masih terjangkau adalah pertimbangan utama saya. Pendek kata, setelah melihat lokasi untuk pertama kali, saat itu saya yakin bahwa saya akan punya rumah di situ. Benar kata orang, mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Tak perlu cantik dan mewah, yang penting perasaan sudah sreg maka akad pun terbayang.
Karena membeli melalui KPR, maka hal pertama yang saya pastikan adalah bahwa saya memiliki tabungan yang cukup untuk membayar uang muka. Kemudian saya harus memperhitungkan kemampuan saya membayar tiap bulan beserta bunganya. Setelah itu sisa tabungan dan penghasilan saya juga masih aman untuk keperluan pokok lainnya.
Untuk bisa membeli rumah dengan sistem KPR, saya juga harus cermat mempelajari syarat-syarat dan kelengkapan yang diminta oleh pihak bank. Persyaratan utama tentu saja memiliki penghasilan rutin atau tetap, terutama bagi pegawai kantoran seperti saya.
Namun, meski demikian buka berarti lho kalau selain karyawan atau pegawai tidak bisa mendapatkan KPR. Orang yang berprofesi sebagai pengusaha maupun kalangan profesional pun bisa mengajukan KPR asal memenuhi persyaratan, seperti halnya pembiayaan rumah melalui KPR yang ditawarkan oleh Maybank.
Masalah penghasilan memang kerap membuat orang tersandung ketika mengajukan pinjaman dari bank, termasuk KPR. Bahkan tak sedikit kasak-kusuk untuk menaikkan nominal gaji pada slip gaji supaya bank percaya terhadap kemampuan bayar orang tersebut.
"Setel aja slip gajinya, biar lancar dapat KPR..." saran seperti ini terus terang pernah mampir ke telinga saya.
Tapi tentu saja saran tersebut masuk telinga kanan dan keluar lewat telinga kiri. Saya optimis bahwa saya bisa memenuhi persyaratan yang diminta. Sepanjang kredit yang kita ajukan realistis dan tidak menimbulkan resiko besar pasak daripada tiang, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Selama ini saya pun belum pernah memiliki riwayat kredit yang buruk sehingga ketika proses BI checking tentu tidaklah bermasalah. Bahkan ketika pihak bank melakukan wawancara, saya bisa dengan tenang menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
Beli Rumah dengan Sistem Cash Bertahap
Seolah kembali dari nol, itulah yang kami rasakan saat saya kembali bekerja di Jakarta. Dalam kurun beberapa bulan pertama, kami harus menumpang tinggal bersama orang tua dan selanjutnya kembali jadi penghuni kontrakan.
Rasanya agak aneh ketika tiap bulan saya masih harus bayar KPR sedangkan saya sendiri malah tinggal di kontrakan. Mau beli rumah lagi terbayang bagaimana mahalnya harga properti di Jabodetabek.
Tapi bagaimanapun rumah harus dibeli. Meski kali ini saya tidak memilih untuk membeli melalui KPR mengingat pertimbangan akan memiliki dua tagihan KPR tiap bulannya sepanjang saya belum berhasil menjual aset rumah di Kendari.
Maka dengan semangat menabung dan menggalakkan usaha penggalangan dana lainnya (ceile...), diiringi dengan doa dan diet pengeluaran di segala lini, akhirnya setelah tiga tahun berikutnya, saya pun memberanikan diri untuk menawar sebuah rumah di daerah Kabupaten Bogor dengan sistem pembayaran cash atau tunai secara bertahap selama satu tahun. Saya memilih lokasi ini dengan pertimbangan akses transportasi ke Jakarta bisa dengan mudah dicapai menggunakan KRL Commuterline, di samping daerah yang sedang bertumbuh dengan baik.
Untuk membeli melalui cash bertahap, syarat utama yang mesti dipenuhi dari sisi pembeli, yaitu memastikan diri mampu membayar hingga jangka waktu yang disepakati dengan penjual. Sebelum membuat perjanjian pengikatan jual beli atau PPJB di depan notaris, saya membuat skema sendiri yakni jumlah uang muka, jumlah pembayaran pertama, kedua, ketiga dan seterusnya hingga lunas. Jika skema ini disetujui kedua belah pihak, maka tinggal menuangkan dalam PPJB di hadapan notaris.
Karena tidak melalui bank, maka penelusuran track record pengembang atau penjual menjadi sangat penting di sini. Pelibatan notaris yang sudah mengenal baik dengan pengembang juga menjadi nilai plus.
Keuntungan menggunakan sistem cash bertahap ini bagi saya adalah kepastian Sertifikat Hak Milik yang segera bisa dimiliki setelah pelunasan. Maka biarpun akhirnya memiliki rumah mungil dengan luas tanah yang mungil pula, tetapi perasaan nyaman menjadi hal utama. Akhirnya inilah jodoh kedua saya setelah perjalanan panjang yang berliku.Â
Biaya Ekstra yang Kerap Terlupakan
Ternyata, seperti halnya kehidupan, baik pembayaran melalui KPR maupun cash bertahap seperti yang saya pernah lakukan, juga menghadirkan hal-hal yang sebelumnya terlewat atau di luar dugaan dan tak diperhitungkan.
Karena nominal harga sebuah rumah yang cukup besar, terkadang kita hanya terpaku pada angka tersebut. Padahal sejatinya kita harus menyediakan dana lebih dari harga rumah yang disepakati. Misalnya saja  biaya provisi atau administrasi bank saat proses pembelian melalui KPR.
Kemudian ada biaya lainnya seperti pemasangan sambungan listrik PLN, instalasi air, biaya notaris, pajak pembelian, sertifikat dan sebagainya. Sebenarnya biaya-biaya tersebut harus disepakati terlebih dahulu di awal, siapa yang menanggung. Saat membeli rumah saya di Bogor, pihak pengembang menyatakan akan menanggung biaya notaris dan pemasangan sambungan listrik PLN. Tapi mereka tidak menanggung biaya pembelian dan pemasangan tangki air meskipun menanggung untuk pembuatan sumur dan penyediaan pompa air.
Biaya lain-lainnya juga akan bermunculan jika kita membeli sebuah rumah baru. Bisa jadi anda harus segera membeli gorden baru karena sangat tidak lucu apabila jendela rumah anda ditutup kertas koran bekas. Bisa jadi pula kita merasa butuh memasang pagar besi atau kanopi yang tidak disediakan pengembang. Bisa jadi juga kita butuh mengganti kunci tiap pintu karena tidak puas dengan yang diberikan pengembang. Semua itu tentu memerlukan biaya ekstra, seperti halnya ketika harus segera membeli lampu-lampu untuk rumah baru karena pengembang biasanya tidak menyediakannya.
Tapi bagaimanapun, jangan sampai niatan anda membeli rumah menjadi meredup gara-gara saya beberkan biaya-biaya tambahan yang mungkin bermunculan. Bagaimanapun biaya-biaya seperti itu akan selalu muncul pada saat transaksi jual beli rumah. Jadi jika anda mau membeli rumah, ya beli saja. Bulatkan tekad, wujudkan niat. Menunda niat bisa jadi hanya menyisakan penyesalan karena harga rumah dan property selalu bergerak naik.
Jika anda tanyakan ke saya lebih baik mana antara KPR atau cash (bertahap maupun tidak), jawabannya justru tergantung anda, karena kitalah yang mampu mengukur kemampuan masing-masing. Tapi jika anda memang berencana membeli rumah untuk pertama kali dan ingin nyaman dengan pembayaran yang terjangkau, maka pilihannya adalah KPR.
Segera cari lokasi rumah idaman anda. Jika ingin menjajaki KPR, sebagai permulaan bisa pelajari situs bank penyedia KPR seperti Maybank. Bandingkan dan pelajari dengan seksama. Datanglah ke bank untuk meyakinkan diri dan mendapatkan penjelasan yang tepat. Setelah itu, yakinlah kalau jodoh memang tak akan lari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H