Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Pengguna Premium Sudah Mulai "Move On"

14 September 2017   19:36 Diperbarui: 7 November 2017   15:15 5076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

"Bang, motornya pakai bensin apa?" tanya saya iseng pada si abang ojek online yang membawa saya.

"Pertamax Mas, kadang Pertalite gitu..." jawabnya.

"Kok nggak pakai premium?"

"Motor saya kan keluaran baru Mas, kalau pakai premium kagak ngacir lah..." tandasnya.

Percakapan itu seolah menjadi salah satu bukti mengapa premium seperti makin tenggelam pamornya. Kualitas "jeroan" bensin premium dengan RON 88 nyatanya tidak memenuhi standar mesin kendaraan bermotor masa kini. Adanya pilihan Pertalite dengan RON 90 maupun Pertamax RON 92, dengan selisih harga yang tidak signifikan akhirnya perlahan dan pasti mampu menggiring masyarakat untuk "move on" dari Premium bersubsidi.

Harga Premium di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya berada pada angka Rp 6.450 per liter. Sementara harga Pertalite dibanderol Rp 7.350 per liter dan Pertamax Rp 8.050 per liter.

Berdasar data dari Pertamina di bawah ini, jarak tempuh kendaraan per 1 liter bahan bakar Premium adalah sampai dengan 10 Km. Sedangkan 1 liter Pertalite mampu diajak ngacirsampai 11,6 Km. Sementara jika kendaraan bermotor "minum" Pertamax bisa melaju hingga 12,5 Km untuk tiap liternya.

Sumber grafis: Pertamina
Sumber grafis: Pertamina
Melihat perbandingan di atas, wajar saja konsumen merasa lebih nyaman menggunakan produk Pertalite maupun Pertamax dibandingkan dengan Premium.

"Sekarang mah rata-rata ojek online minimal pakai Pertalite, itungannya lebih untung daripada Premium Mas, soalnya kami jalan terus seharian mah..." ucap si abang ojek online.

Perubahan selera konsumen ini juga tampak berpengaruh dengan keberadaan Premium yang seolah makin tak terdengar. Berdasar pengamatan dan pengalaman saya mengisi bahan bakar di SPBU di sekitar Kabupaten Bogor dalam kurun beberapa bulan terakhir, kerap waktu SPBU menyatakan stok Premium tengah kosong. Bahkan tak jarang, jikapun tersedia Premium, panjang antrean si gagang selang warna kuning ini malah tidak lebih panjang daripada antrean Pertamax maupun Pertalite.

Padahal dulu, ketika ada tanda pengumuman jika Premium habis, orang akan balik kanan meninggalkan SPBU tersebut dan mencari SPBU lainnya. Kebanyakan orang tidak akan serta merta ganti haluan untuk mengantre Pertamax. Sekarang kondisinya berbeda dengan hadirnya Pertalite dan makin pahamnya masyarakat terhadap kesesuaian jenis bahan bakar dengan jenis kendaraan bermotor miliknya. Saat Premium habis atau tidak ada stok, masyarakat tidak lagi kelimpungan karena ada pilihan yang lebih baik dan rasional. Rupanya konsumen bahan bakar Premium sudah mulai bisa "move on" dari masa lalu.

Fenomena ini juga terlihat jelas di tingkat eceran. Di sepanjang jalur saya naik sepeda motor tiap hari di daerah Kabupaten Bogor dan Kota Depok, lebih banyak kios bensin eceran yang menjual jenis Pertamax dan Pertalite. Sedangkan jika mencari Premium bisa dipastikan lebih sering kosong.

"Udah kurang sekarang mah yang beli Premium..." tutur seorang penjual bensin eceran di daerah Citayam.

Di kiosnya, meski ia masih menjual Premium, tetapi pembeli semakin banyak yang mencari Pertamax dan Pertalite. Padahal meskipun dengan harga lebih mahal, konsumen bensin eceran ini tidak mempermasalahkannya.

Kehadiran Pertalite beberapa waktu silam jelas menjadi strategi jitu Pertamina yang seolah mampu membukakan mata konsumennya bahwa harga murah memiliki konsekuensinya tersendiri. Mau lebih ngacirdan irit, maka pilihlah jenis yang sesuai dengan kebutuhan. Begitulah kira-kira hal yang saya tangkap dari kehadiran Pertalite yang mengakibatkan makin menurunnya minat terhadap Premium.

Foto: Kompas/Rony Ariyanto Nugroho
Foto: Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun