Jarum jam menunjukkan angka 8 di pagi hari. Dion tergagap bangun dari kasur busanya.
“Ah, sial, kesiangan…!” rutuk Dion. Rupanya ia tidur terlalu lelap usai wawancara dengan Jupe semalam. Samar-samar Dion teringat mimpi indahnya, berlarian di taman bunga bak film India dengan Jupe, sayang tiba-tiba muncul sosok pocong loncat-loncat yang akhirnya membangunkan Dion.
Dion melongok ponselnya dan mendapati empat kali miscall dari Bang Dhani. Sebuah pesan singkat pun ia terima.
“Segera ke kantor, jangan tidur mulu.”
Dion bergegas mandi lalu sarapan seadanya, indomie goreng yang bikinnya nggak pakai digoreng tapi direbus.
Untung kantor redaksi Tabloid Nggosip Indonesia tidak terlalu jauh dari kos Dion. Kantor itu menempati sebuah ruko lawas di bilangan Kebayoran Lama, berdampingan dengan toko obat kuat Cheng Li dan toko khusus plastik.
“Pagi, Mas Parno…” sapa Dion pada satpam merangkap juru parkir di kantornya.
“Siang Mas Dion…”
Dion bergegas naik ke lantai dua, sedikit ngos-ngosan karena memang nggak ada lift di kantor itu. Hanya ada lima manusia di ruangan itu. Bang Dhani dan Mbak Esti, keduanya redaktur, serta Eko, Sony dan Memey yang wartawan baru seperti Dion.
“Hei Dion, sini kau..” panggil Bang Dhani.
Dion langsung duduk di hadapan Bang Dhani.