Apa penyebab Jakarta macet setiap hari? Apa penyebab jalanan di Jakarta cepat rusak? Ketika pertanyaan tersebut dilontarkan kepada para ahli atau kaum pandai tentu jawabannya pun cenderung "wah" dan berkutat pada istilah-istilah "hebat" yang bagi sebagian besar masyarakat kita hampir pasti tidak akan terngiang-ngiang dalam ingatan, semacam:
"Kemampuan tanah tidak sebanding dengan... bla... bla...""Faktor urbanisasi berbanding lurus dengan... bla... bla..."
Atau,
"Volume kendaraan setiap hari berakibat pada... bla... bla..."
Pun jika pertanyaan ini diajukan pada elite birokrat kita, pastinya jawaban yang beraroma diplomatis akan keluar dari mulut mereka, semacam:
"Perlu dikaji lebih dalam... bla... bla...""Akan dikoordinasikan dengan instansi terkait... bla... bla..."
Atau,
"Perlu ditindaklanjuti dengan... bla... bla..."
Lalu apa kata para pengguna jalan yang setiap hari melahap kemacetan dan kegerahan Jakarta? Biasanya para pengguna kendaraan pribadi yang bisa dikatakan sebagai mobil mewah, mereka akan cenderung ngomel dan menyalahkan perilaku berlalu-lintas jenis kendaraan berkasta di bawah mereka. Ambil contoh seperti ini:
"Sopir-sopir angkot dan kopaja itu sering ngetem sembarangan.... bla... bla...""Dasar motor! bla... bla..."
Atau,
"Jakarta sudah kebanyakan sepeda motor... bla... bla..."
Beberapa waktu lalu di sebuah saluran televisi ada seorang sopir truk diwawancarai tentang penyebab kerusakan jalan yang akhirnya berujung pada kemacetan lalu lintas. Dengan mantap dan tanpa canggung, sang sopir truk itu di luar dugaan malah menjawab seperti ini:
"Justru yang bikin rusak jalan itu bukan truk kami, tapi pengendara mobil-mobil mewah itu, merekalah yang selama ini 'memakan' aspal!"
Sungguh dalam 'kegeraman' sang sopir truk itu. Bisa jadi ia merasa lelah dipojokkan terus sebagai kambing hitam perusak jalan dengan ban-ban truk mereka yang gede. Padahal mestinya jika jalan itu dibangun dengan benar dan jujur tidak akan mudah rusak.
Kalau saya sendiri yang ditanya siapa biang keladi kemacetan Jakarta, agaknya saya akan memilih 'menuding' para nona-nona alias mbak-mbak seksi yang menyetir sedan mewahnya seorang diri dan akhirnya menyewa joki-joki sewaan. Sepertinya karena kebanyakan uang dan bermandi fasilitas mewah, mereka enggan 'bermandi' peluh untuk berjuang naik angkutan umum macam KRL atau bis kota yang penuh sesak. Ternyata banyak lho, silakan buktikan sendiri.