[caption id="attachment_318580" align="aligncenter" width="640" caption="foto by widikurniawan"][/caption]
Jumat sore tadi, menjelang pukul 17.00 WIB, sesaat memasuki bus transjakarta Koridor 1 Jurusan Kota-Blok M, mata dan telinga saya terpaku pada sebuah adegan yang cukup khas terjadi di Jakarta. Seorang gadis muda dengan raut kesal, sedih serta menahan tangis terlihat sedang dihibur oleh beberapa penumpang.
“Iya, pasti itu orangnya yang tinggi pakai kacamata. Trus temennya yang satu berdiri dekat saya sambil desek-desekan gitu,” tutur seorang bapak berbaju batik.
Rupanya gadis tersebut adalah korban pencopetan. Smartphone miliknya, yang disimpan di saku depan tas ransel yang digendong di dadanya, raib tak terasa. Si copet disinyalir memiliki kecepatan tangan dan ketenangan yang mumpuni sehingga mampu membuka resleting tas ransel, mengambil isinya dan menutup resleting kembali. Aksinya didukung oleh suasana cukup sesak di dalam bus transjakarta, terutama yang berdiri pas koridor sambungan bus.
Sejumlah penumpang menimpali, jika para pelaku terlihat mencurigakan karena sebelumnya kerap menatap pada para penumpang lainnya. Si pencopet juga berpakaian rapi ala pekerja kantoran. Gadis yang menjadi korban pun mengaku tak merasakan apa-apa karena saat itu dia asyik ngobrol dengan rekannya.
“Ntar lapor aja ke petugas kira-kira kejadian pas nyampai di mana dan jam berapa, kan ada CCTV tuh, siapa tahu wajahnya kerekam,” ujar seorang penumpang.
Kasus kriminal di dalam bus transjakarta seolah berulang meski tak sedikit pelaku yang kepergok dan babak belur dimassa. Namun, entah kenapa copet masih saja nekat beraksi. Tentu kejadian begini semakin membuat pengguna transportasi umum di Jakarta merasa tidak nyaman.
Meskipun sudah ada CCTV terpasang dalam bus, hal ini tidak menjamin bahwa copet akan takut. Berdasarkan pengamatan saya, hanya ada tiga kamera CCTV yang terpasang di langit-langit bus, semuanya menghadap ke arah belakang. Entah apakah tiga kamera ini selalu aktif merekam dan bisa mengawasi semua gerak-gerik penumpang. Terutama saat penumpang berjubel, tentu pencopet tidak akan narsis dan berusaha menutupi wajahnya dalam hiruk-pikuk penumpang. Sepertinya perlu dipikirkan penambahan lebih banyak kamera dalam bus demi kenyamanan penumpang.
Jikapun wajah pelaku bisa teridentifikasi melalui CCTV, apakah ada jaminan ia dengan cepat bisa ditangkap oleh pihak berwajib? Mungkin memasang gambar wajah tersangka pencopet di dalam bus bisa lebih mempersempit ruang gerak para pencopet itu.
Petugas transjakarta juga tidak bisa cuek bebek tidak melindungi dan mengawasi para penumpangnya. Menurut saya, satu petugas kondektur dengan tiga pintu keluar/masuk bus tidak akan bisa mengawasi semua penumpang. Apalagi kalau sang kondektur hobinya pegang ponsel, wah ini jelas hobi yang disenangi para penjahat bus.
Jumlah unit bus yang tidak sebanding dengan tingginya jumlah penumpang juga menjadi pemicu masalah kejahatan dalam bus. Selain di dalam bus, antrean panjang di halte busway juga menjadi favorit pelaku kejahatan untuk mengambil kesempatan.
“Makanya hati-hati!” dan akhirnya, inilah nasehat paling tidak menghibur yang ditujukan pada korban kejahatan di angkutan umum.
[caption id="attachment_318581" align="aligncenter" width="640" caption="Suasana dalam bus transjakrta pas koridor sambungan yang rawan copet"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H