Demi bisa mudik lebaran nanti, saya pun sudah berkali-kali begadang tengah malam untuk berburu tiket kereta api jurusan Jakarta-Yogyakarta. Dimulai saat akhir April lalu atau sejak H-90, saya termasuk korban dari sulitnya mengakses situs resmi KAI atau agen online yang ditunjuk. Saya pun gagal untuk mendapatkan tiket keberangkatan pada H-3 hingga H-1 yang katanya menjadi tanggal favorit para pemudik.
Namun kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda, kata orang bijak. Saya pun masih optimis bisa mendapatkan tiket karena PT KAI menjanjikan akan segera membuka reservasi untuk kereta tambahan.
Rasa optimis untuk kembali bersaing mengakses situs online KAI seolah bertambah ketika seorang kawan mengabarkan bahwa dia berhasil mendapatkan tiket meski harus berkali-kali mengalami error saat mengakses.
“Terus saja berusaha refresh, klik, sampai berhasil,” demikian tipsnya.
Seorang kawan lainnya juga memberikan tips yang cukup jitu. Setidaknya dua smartphone dan dua laptop digunakan secara bersamaan dengan menggunakan paket data dari operator yang dianggap paling handal. Dia pun berhasil mendapatkan tiket idaman itu.
Nah, untuk kesekian kalinya, saya pun begadang lagi. Kali ini sengaja mengincar tiket balik dari Yogyakarta untuk keberangkatan H+4. Saya berpikir mungkin saja saingan lebih sedikit untuk tiket arus balik.
Namun, sejak pukul 00.00 WIB ketika reservasi dibuka, penyakit yang sama juga muncul. Situs KAI tetap sulit diakses dan ketika terbuka pun banyak kursi yang sudah habis dipesan. Tapi saya tetap sabar dan berjuang ditemani segelas air minum.
Ajaib, sekitar 30 menit berulang kali meng-klik salah satu situs partner KAI, halaman pemesanan terbuka dan masih ada beberapa kursi tersedia meski sudah pada posisi harga yang lebih tinggi. Saya pun bergegas mengisi form pemesanan dan mendapatkan jatah tiket balik dari Yogyakarta ke Jakarta untuk kereta bisnis Senja Utama Solo dengan posisi harga di Rp 300.000,-.
Pagi buta itu pun saya segera menuju ke ATM terdekat untuk membayar tiket yang telah di-booking. Meski sempat agak was-was juga dini hari pergi ke ATM. Maklum saya bukanlah pemakai internet banking.
Setelah pembayaran sukses, maka selanjutnya saya pun bisa mencetak tiket di stasiun online, dalam hal ini saya memilih mencetak di Stasiun Gambir. Oke, tiket balik pun sudah aman di tangan.
Lha, mudiknya bagaimana?
Setelah berdalih sedemikian rupa di berbagai media tentang sulitnya masyarakat mendapatkan tiket mudik secara online, PT KAI kemudian seolah melemparkan harapan baru ketika merilis pernyataan bahwa untuk tiket tambahan akan dibuka mulai tanggal 15 Mei pukul 00.00 WIB.
Maka, semalam saya pun kembali melakukan ritual yang sama untuk berjibaku di depan laptop memperebutkan tiket mudik. Kembali segelas air putih menemani perjuangan saya.
Eng, ing, eng… Apa yang terjadi ketika waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 WIB? Semua situs penyedia tiket online sangat susah untuk diakses. Berkali tekan klik, sama sekali tidak membuahkan hasil. Lama-lama mata saya makin memerah dan sangat berat untuk dibuka.
Dan ketika berhasil terbuka sejam kemudian, tiket ke Yogyakarta hanya menyediakan kursi tersisa pada tanggal pas Idul Fitri. Artinya saat sholat Ied, penumpang masih berada di atas kereta. Duh, sungguh tak terbayang mengalami momen seperti itu.
Akhirnya saya pun menyerah. Kini harapan tinggal naik pesawat (jika tiba-tiba kejatuhan rejeki nomplok), atau naik bis malam yang tentu beresiko bermacet-macet ria di jalan. Atau siapa tahu ada yang berbaik hati memberikan tebengan dengan kendaraan pribadi.
Membaca pernyataan pihak KAI lewat media online pun seolah mendengar kaset lama yang diputar berulang-ulang kali. Ibarat lagu, judulnya kira-kira adalah “Selalu Ada Alasan”.
Bosan bah.
"Itu karena banyak user dari Jakarta yang mengakses masuk ke web kami," ucap Direktur SDM dan IT PT KAI Kuncoro Wibowo seperti diberitakan lewat detikcom.
Nah, pertanyaannya, user dari Jakarta itu siapa saja sih? Calokah? Oknum kah? Atau calon penumpang semua, termasuk saya?
“Aku dah dapat tiket pesen sama orang KA sudah lama, tinggal kasih nomor KTP, ntar kalau dapet baru bayar dua kali lipatnya. Lumayan dapet yang promo 50 ribu bayarnya cuma 100 ribu,” ungkap seorang kawan beberapa waktu lalu.
Tentu saja sebutan ‘’orang KA” itu tidak terlalu jelas yang mana? Oknum orang dalam atau calo yang mengaku-ngaku “orang KA”. Karena kawan saya itu juga tidak mau menjelaskan lebih lanjut. Dia hanya banyak mengumbar senyum “kemenangan” sudah berhasil mendapatkan tiket yang sangat diburu banyak orang.
Merebaknya calo tiket mudik bisa diendus juga lewat forum jual beli di dunia maya. Karena sistemnya sudah online, maka calo-nya pun kini mungkin calo-calo yang jago dunia IT. Minimal punya akses internet super kuenceng yang ngalah-ngalahin kecepatan rata-rata pemakai internet kebanyakan.
Tengok saja di Kaskus, ketika saya ketikkan kata kunci “tiket kereta mudik” di kolom pencarian, hasilnya pun luar biasa. Banyak yang menawarkan jasa pemesanan tiket kereta lebaran, bahkan berani menjamin dengan garansi.
Tentu saja sebuah ‘perjudian’ juga buat konsumen jika mau membeli tiket lewat jasa ini. Bisa saja selain calo juga menyusup penipu online yang memanfaatkan situasi. Siapa tahu kan?
[caption id="attachment_323766" align="aligncenter" width="640" caption="captured from Kaskus.co.id by widikurniawan"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H