Mohon tunggu...
Widi Handoyo
Widi Handoyo Mohon Tunggu... -

Migunani tumprap ing liyan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Cuma di Jakarta! Sumpah Pemuda Itu Bohong!

27 Oktober 2011   16:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:25 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibukota sebuah negara adalah pusat dan denyut nadi sebuah negara tersebut. Walaupun tidak selalu demikian karena dibeberapa negara ada pemisahan dan pengelompokan kota kota berdasarkan tendensi penggunaan dan fungsinya. Ada kota yang khusus untuk pemerintahan ada pula yang khusus untuk ekonomi maupun khusus untuk hiburan dan kebudayaan.

Malaysia salah satu contohnya, ada Kuala Lumpur dan Petaling Jaya. Dan beberapa contoh lainnya seperti di USA dan banyak negara lainnya.

Yang menjadi fokus saya disini adalah Indonesia, negeri kita sendiri. Sejak negara ini merdeka hingga sekarang pusat aktifitas dan jantung negara ini tidak pernah bergeser. Ada di Jakarta. Walaupun sempat ibukota pindah ke Jogja, namun hanya beberapa waktu saja dan kemudian kembali lagi ke Jakarat.

Banyak isu dan wacana untuk pemindahan ibukota, dari Jakarta ke kota lain di negara ini. Ada usul ke Kalimantan, ke Jawa Barat, atau ke Sulawesi. Namun dari sejak orde lama hingga reformasi ini, usul tersebut tidak pernah direalisasikan dengan baik, minimal diwujud rencanakan dengan baik. Hanya terkesan isu sesaat dan menjadi wacanan sepintas lalu.

Banyak daerah di Indonesia yang sebenarnya bagus dan representatif untuk menjadi ibu kota negara ini. Banyak daerah yang masih bisa ditata dari nol. Dibangun dan dikembangkan menjadi pusat ibukota RI.

Salah satu ide yang brilian menurut saya adalah pemisahan pusat pemerintahan dan pusat perdagangan/ekonomi. Di Jakarta kalau anda perhatikan di sekitaran Monas berderet gedung gedung tempat birokrat nongkrong dan mengatur negara ini. Kalau pulang kerja, vorider dan pengawal memadati jalan jalan keluar kawasan tersebut, terbayang macet dan semrawutnya.

Belum lagi ketika ada tamu negara yang berkunjung. Masih ingat waktu Obama berkunjung ke Indonesia, walaupun sebentar namun kemacetan sudah menghadang dimana-mana.

Kondisi sebaliknya dialami di daerah-daerah yang terletak jauh dari ibukota, terlebih di luar pulau jawa. Saya melihat sendiri terjadinya tidak seimbang pembangunan dan pemerataan keramaian. Fokus pembangunan dan ketimpangan kesempatan untuk berkembang. Mungkin hanya tempat tempat tertentu yang menarik wisatawan berkunjung, seperti Bali, Raja Ampat, Bunaken, Bandaneira, dan lainnya.

Jangan heran kalau banyak warga yang apatis dengan negara ini. Seolah olah negara ini hanya di Jakarta. Tidak asing ditelinga kita kalau ada rapat di daerah ada pernyataan "Biar orang jakarta saja yang memutuskan", seolah olah negara ini hanya ada di Jakarat. Daerah hanya menjadi penonton dan pemandu sorak saja.

Uang dan perputaran kekayaan juga hanya terjadi di kota Jakarta, sesekali berputar ke daerah hanya pada saat libur lebaran dan pulang kampung. Selebihnya hanya menjadi domain dan kekuasaan Jakarta.

Banyak keputusan diambil karena dilihat dari orang yang tinggal di Jakarat. Dari kacamata "orang Jakarta". Hasilnya adalah tidak sesuai dengan kondisi riil daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun