Mohon tunggu...
Widia Winata Putri
Widia Winata Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI SI AKUNTANSI | NIM 43223010201

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kemampuan Memimpin Diri dan Upaya Pencegahan Korupsi dan Etik Keteladanan Mahatma Gandhi

22 Desember 2024   13:57 Diperbarui: 22 Desember 2024   13:57 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahatma Gandhi, yang lahir pada 2 Oktober 1869 di Porbandar, Gujarat, adalah salah satu pemimpin paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Dikenal sebagai Bapak Bangsa India, Gandhi memainkan peran sentral dalam perjuangan kemerdekaan India dari penjajahan Inggris. Dengan prinsip non-kekerasan (ahimsa) dan kebenaran (satya), Gandhi tidak hanya memimpin gerakan kemerdekaan, tetapi juga memberi dampak mendalam terhadap gerakan hak-hak sipil dan kebebasan di seluruh dunia. Artikel ini akan membahas siapa Gandhi, mengapa ia begitu penting dalam sejarah India dan dunia, serta Bagaimana kita mengubah diri untuk menjadi agent perubahan, pencegahan korupsi, dan pelanggaran etik pada perjalanan hidup dan karir

WHAT: Siapa Mahatma Gandhi?

Mahatma Gandhi, yang bernama asli Mohandas Karamchand Gandhi, adalah seorang pengacara dan pemimpin politik India yang memperjuangkan kemerdekaan India dari penjajahan Inggris dengan menggunakan metode perlawanan non-kekerasan. Gandhi dikenal sebagai simbol perjuangan yang mengutamakan pendekatan damai dalam menghadapi ketidakadilan dan penindasan.

Pada awal kariernya, Gandhi tidak menunjukkan minat besar dalam politik India. Namun, setelah menempuh pendidikan di London dan bekerja di Afrika Selatan, ia mulai terlibat dalam perjuangan hak-hak sipil bagi komunitas India yang tinggal di Afrika Selatan. Di sana, ia pertama kali mengembangkan prinsip "satyagraha", yaitu perjuangan dengan cara yang penuh kasih dan tanpa kekerasan untuk mencapai keadilan.

Setelah kembali ke India pada 1915, Gandhi mulai terlibat dalam perjuangan kemerdekaan India. Gerakan kemerdekaan yang dipimpinnya bukan hanya tentang memperjuangkan kebebasan dari penjajahan, tetapi juga mencakup berbagai masalah sosial dan ekonomi, seperti ketidaksetaraan kasta, diskriminasi terhadap kelompok tertentu, serta perbedaan sosial lainnya.

Salah satu tindakan paling ikonik yang dipimpin oleh Gandhi adalah Salt March (1921), di mana ia dan pengikutnya berjalan sejauh 400 kilometer untuk memprotes pajak garam yang diterapkan oleh Inggris. Tindakan ini tidak hanya simbolis, tetapi juga menunjukkan daya tarik massal terhadap prinsip perjuangan tanpa kekerasan.

WHY: Mengapa Kemampuan Memimpin Diri dan Etik Penting dalam Pencegahan Korupsi?

Korupsi sering kali muncul ketika individu tidak mampu memimpin diri mereka sendiri atau tidak memiliki prinsip etika yang jelas dalam pengambilan keputusan. Ketika pemimpin atau individu tidak memiliki integritas, mereka cenderung tergoda untuk melakukan penyalahgunaan wewenang atau mengambil jalan pintas untuk meraih keuntungan pribadi. Kemampuan memimpin diri yang didasari oleh etika yang kuat, seperti yang diajarkan oleh Gandhi, sangat penting untuk mencegah perilaku koruptif ini.

Gandhi mengajarkan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang mengutamakan kebenaran dan keadilan, serta memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain melalui tindakan mereka. Ketika masyarakat memiliki pemimpin yang mengedepankan nilai moral yang tinggi, mereka akan lebih cenderung untuk menghindari perilaku koruptif dan berkontribusi pada pembangunan sosial yang positif.

How: Bagaimana kita mengubah diri untuk menjadi agent perubahan, pencegahan korupsi, dan pelanggaran etik pada perjalanan hidup dan karir?

Untuk menjadi agen perubahan dalam pencegahan korupsi dan pelanggaran etik, kita dapat mengikuti keteladanan Mahatma Gandhi dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip yang ia anut dalam kehidupan pribadi dan karier. Berikut adalah langkah-langkah singkat untuk mengubah diri:

  1. Menjaga Integritas dan Kebenaran (Satya), Gandhi yang mengutamakan kebenaran dalam setiap tindakannya, kita harus berkomitmen untuk selalu jujur dan transparan dalam segala hal. Menghindari kebohongan atau manipulasi dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari akan membangun kredibilitas dan mengurangi kemungkinan terjadinya korupsi.
  2. Non-Kekerasan (Ahimsa) dalam Menghadapi Ketidakadilan, Gandhi mengajarkan untuk menghadapi konflik dan ketidakadilan dengan cara damai. Dalam pencegahan korupsi, ini berarti kita harus mengatasi masalah etik dengan dialog dan solusi konstruktif, bukan dengan kekerasan atau konfrontasi yang memperburuk situasi.
  3. Menjadi Teladan dan Pemberdaya Orang Lain, Gandhi tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga memberdayakan orang lain. Kita harus menunjukkan dengan tindakan nyata bahwa kita memegang prinsip etika yang tinggi dan menginspirasi orang lain untuk mengikuti jalan yang benar.
  4. Membangun Budaya Akuntabilitas dan Transparansi, seperti Gandhi yang berkomitmen pada transparansi dalam perjuangannya, kita harus mendorong pengawasan yang sehat, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam setiap tindakan dan keputusan di lingkungan kerja atau organisasi.

  • Kebenaran (Satya): Kebenaran adalah inti dari ajaran Gandhi, di mana ia meyakini bahwa hidup yang benar-benar bermakna hanya dapat dicapai melalui pencarian dan penerimaan kebenaran. Internalitas kebenaran bagi Gandhi adalah berkomitmen pada kebenaran dalam setiap aspek hidup, baik dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatan, serta berani menghadapi kenyataan dan bertindak jujur.
  • Cinta (Ahimsa atau Kasih Sayang): Gandhi memandang cinta sebagai dasar dari kehidupan sosial dan spiritual. Bukan hanya cinta terhadap sesama manusia, tetapi juga kasih sayang terhadap semua makhluk hidup. Ahimsa (tanpa kekerasan) menjadi landasan untuk menciptakan hubungan yang penuh dengan penghormatan dan perdamaian. Cinta berarti tidak hanya memberikan perhatian dan empati, tetapi juga menghindari kekerasan fisik dan mental dalam setiap interaksi.
  • Puasa (Laku Prihatin): Puasa dalam pandangan Gandhi bukan hanya soal menahan diri dari makanan, tetapi sebagai bentuk pengendalian diri, refleksi spiritual, dan cara untuk mencapai kedamaian batin. Laku prihatin ini mencerminkan kesederhanaan hidup dan keteguhan dalam menanggulangi kemarahan atau nafsu yang bisa menghalangi pencapaian moral dan etika.
  • Anti Kekerasan (Ahimsa): Ahimsa, atau prinsip tanpa kekerasan, adalah nilai utama dalam perjuangan Gandhi. Ini bukan hanya berarti menghindari kekerasan fisik, tetapi juga menghindari kekerasan dalam bentuk apapun, baik itu emosional, mental, atau verbal. Gandhi berjuang untuk membangun dunia yang penuh perdamaian dan saling menghormati, di mana ketidakadilan dapat diatasi tanpa menggunakan cara-cara kekerasan.
  • Keteguhan Hati dan Prinsip: Gandhi menekankan pentingnya keteguhan hati dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan, meskipun menghadapi tantangan atau penderitaan. Keteguhan prinsip ini juga berarti tidak mudah terpengaruh oleh tekanan eksternal dan tetap berpegang pada nilai-nilai moral yang telah diyakini. Gandhi menunjukkan bahwa dengan kesabaran dan keberanian, seseorang dapat bertahan dan mencapai perubahan positif.

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

Gandhi menginternalisasikan konsep Ahimsa (tanpa kekerasan) sebagai prinsip dasar dalam kehidupannya, yang sangat mendalam baik dalam sikap batiniah maupun tindakan fisiknya. Berikut adalah penjelasan terkait konsep Ahimsa dan penerapannya dalam kehidupan Gandhi:

Ahimsa (Tanpa Kekerasan)

  • Ahimsa berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua kata: "A" yang berarti "tidak" dan "Himsa" yang berarti "menyakiti" atau "kekerasan". Oleh karena itu, Ahimsa berarti "tidak menyakiti" atau "tanpa kekerasan"---baik secara fisik, verbal, maupun mental.
  • Gandhi mengartikan Ahimsa bukan hanya dalam konteks kekerasan fisik, tetapi juga dalam bentuk kekerasan mental dan emosional. Dalam pandangannya, Ahimsa adalah prinsip yang mempengaruhi semua aspek kehidupan, dari cara berpikir, bertindak, hingga berinteraksi dengan orang lain.

Ahimsa dalam Panca Yama (Lima Pengendalian Diri)

Ahimsa adalah bagian dari Panca Yama, yang merupakan lima prinsip dasar dalam ajaran Yoga dan filosofi moral India, yang terdiri dari:

  1. Ahimsa - Tanpa kekerasan, tidak menyakiti makhluk hidup dalam bentuk apapun.
  2. Brahmacarya - Pengendalian diri dalam hal nafsu dan hubungan seksual, berfokus pada disiplin spiritual.
  3. Satya - Kebenaran, selalu berbicara dan bertindak sesuai dengan kebenaran.
  4. Awyawaharika - Tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, serta menjaga etika dalam interaksi sosial.
  5. Asteya - Tidak mencuri atau mengambil sesuatu yang bukan haknya, hidup dengan cara yang jujur dan adil.

Konflik Kekerasan dan "Sad Ripu" (Enam Godaan)

Gandhi percaya bahwa dalam menjalani kehidupan ini, manusia akan menghadapi banyak godaan dan konflik batin. Salah satu doktrin utama yang ia ajarkan adalah tentang "Sad Ripu" atau enam godaan yang mengganggu ketenangan batin dan dapat menjerumuskan seseorang ke dalam tindakan kekerasan. Keenam godaan ini adalah:

  1. Keserakahan (Lobha) - Keinginan berlebihan untuk memiliki atau memperoleh, yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan kekerasan atau ketidakadilan.
  2. Amarah (Krodha) - Emosi marah yang dapat membuat seseorang kehilangan kontrol diri dan bertindak dengan kekerasan.
  3. Kemabukan (Moha) - Ketidaksadaran atau kebingungannya pikiran yang menyebabkan pengabaian terhadap kebenaran dan kedamaian.
  4. Kebimbangan (Samsaya) - Keraguan yang berlebihan yang merusak keputusan yang tepat dan dapat menciptakan kekacauan batin.
  5. Iri Hati (Matsarya) - Perasaan dengki atau cemburu terhadap orang lain yang bisa mendorong perilaku tidak adil atau keinginan untuk menyakiti orang lain.
  6. Egoisme (Ahankara) - Rasa diri yang berlebihan atau keakuan yang memperburuk hubungan dengan orang lain dan mengarah pada tindakan kekerasan.

Bagi Gandhi, Ahimsa adalah cara untuk mengatasi dan mengendalikan godaan-godaan ini. Dengan menginternalisasi Ahimsa, seseorang akan mampu mengendalikan rasa keserakahan, amarah, dan kebimbangan, serta menghindari perbuatan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

 

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

Gandhi sangat menekankan bahwa kekuasaan yang tidak adil harus dilawan, tetapi perlawanan itu harus dilakukan dengan cara yang bermartabat dan tanpa kekerasan. Berikut adalah penjelasan dari lima poin yang diajukan terkait dengan melawan kekuasaan yang tidak adil menurut Gandhi:

1. Ada Dua Pilihan: Ketundukan atau Perlawanan

  • Ketundukan terhadap kekuasaan yang tidak adil berarti menerima keadaan dengan pasrah, yang sering kali membuat individu atau kelompok terjebak dalam ketidakadilan tanpa berusaha mengubahnya. Ketundukan bisa terjadi karena rasa takut, ketidakberdayaan, atau ketidaktahuan.
  • Perlawanan, di sisi lain, adalah usaha untuk melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak dan martabat manusia. Namun, Gandhi menekankan bahwa perlawanan terhadap kekuasaan yang tidak adil harus dilakukan dengan cara yang damai dan tanpa kekerasan, yaitu dengan Ahimsa (tanpa kekerasan).

2. Kedua Kondisi Ini Ciptakan "Dehumanisasi" atau Pelanggaran HAM/Martabat Manusia

  • Ketundukan dapat mengarah pada dehumanisasi, yaitu keadaan di mana individu atau kelompok diperlakukan tidak lebih dari objek atau alat, tanpa memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan mereka. Ini adalah bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) dan martabat individu.
  • Perlawanan yang dilakukan dengan cara kekerasan bisa juga berakibat pada dehumanisasi, karena pelaku kekerasan mungkin akan menganggap lawan mereka sebagai musuh yang harus dihancurkan, bukannya sebagai sesama manusia yang harus dihormati. Kekerasan bisa menciptakan siklus pembalasan yang tidak ada habisnya, mengorbankan martabat manusia.

3. Keterdukukan Mengakibatkan Hilangnya Potensi Pengembangan SDM yang Bebas dan Merdeka

  • Ketika individu atau kelompok tunduk pada kekuasaan yang tidak adil, mereka kehilangan kebebasan untuk berkembang secara maksimal. Ketundukan ini menghalangi mereka untuk mengembangkan potensi diri dan mencapainya dengan cara yang sehat dan merdeka. Ini mengarah pada keterbelakangan, ketidakmerdekaan, dan hilangnya kesempatan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
  • Dalam kondisi ini, pengembangan sumber daya manusia (SDM) terhambat karena individu merasa tidak memiliki kontrol atas hidup mereka, dan mereka dipaksa untuk hidup dalam kondisi yang mengabaikan hak-hak dasar mereka.

4. Perlawanan dengan Kekerasan Berakibat Balas Dendam dan Kebencian Tanpa Akhir

  • Perlawanan dengan kekerasan terhadap kekuasaan yang tidak adil sering kali menghasilkan balas dendam dan kebencian. Jika perlawanan dilakukan dengan kekerasan, itu dapat menciptakan siklus kebencian yang terus berlanjut. Pihak yang ditindas membalas dengan kekerasan, dan kekerasan itu dipertahankan oleh pihak yang berkuasa untuk mempertahankan kekuasaannya.
  • Akibatnya, konflik tidak berkesudahan, dan tujuan untuk mencapai perdamaian dan keadilan tidak tercapai. Dalam pandangan Gandhi, kekerasan hanya memperburuk keadaan dan tidak menghasilkan solusi yang langgeng.

5. Idealnya adalah "Perlawanan Tanpa Kekerasan"

  • Perlawanan tanpa kekerasan atau Ahimsa adalah cara yang paling ideal menurut Gandhi untuk melawan kekuasaan yang tidak adil. Gandhi menunjukkan bahwa perlawanan yang dilakukan dengan penuh kasih sayang, kedamaian, dan tanpa kekerasan dapat membuka jalan menuju perubahan sosial yang lebih konstruktif dan berdampak jangka panjang.
  • Perlawanan tanpa kekerasan juga menunjukkan kekuatan moral yang lebih besar daripada kekerasan fisik, karena pihak yang melakukan perlawanan dengan cara damai menunjukkan integritas dan prinsip yang lebih tinggi, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi pihak yang berkuasa untuk melihat keadilan dan martabat manusia.

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

Ahimsa, atau tanpa kekerasan, hanya bisa tercapai melalui pemurnian diri, yang dimulai dengan menghilangkan ego dan kesombongan. Gandhi menegaskan bahwa kerendahan hati sangat penting untuk menciptakan kehidupan tanpa kekerasan. Tanpa hati yang baik, cinta kepada Tuhan tidak mungkin berkembang dengan tulus. Ahimsa harus diterapkan dalam semua aspek kehidupan, dan ketika diterapkan dengan benar, ia akan menular dan menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis. Gandhi mengajarkan bahwa pemurnian diri adalah kunci untuk mencapai perdamaian sejati.

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

Sebagai Kondisi Evolusi Manusia dari Himsa ke Ahimsa:

  • Ahimsa (tanpa kekerasan) dianggap sebagai sebuah kondisi yang menggambarkan evolusi manusia dari sifat Himsa (kekerasan) menuju kehidupan yang lebih damai dan penuh penghormatan terhadap sesama. Dalam konteks ini, sejarah manusia, baik pada masa prasejarah, sejarah, hingga era modern, menunjukkan perjalanan panjang dari kebrutalan dan kekerasan menuju kedamaian.
  • Untuk mencapai kedamaian yang permanen, diperlukan kondisi di mana manusia saling menghormati, hidup rukun, dan menjaga harmoni dalam masyarakat. Ahimsa menjadi prinsip yang mengatur tatanan kehidupan yang tertib (order) dan berkeadilan.

Paradoks Sisi Lain Sifat Manusia ("Kebinatangan") yang Bergerak dalam Naluri:

  • Di sisi lain, sifat manusia juga memiliki aspek yang lebih kebinatangan---yakni dorongan naluriah yang mendorong untuk bertindak berdasarkan kekuatan, dominasi, atau agresi. Ini adalah bagian dari naluri manusia yang berlawanan dengan prinsip Ahimsa.
  • Gandhi mengakui adanya paradoks dalam diri manusia, di mana naluri kekerasan dan dominasi sering kali muncul. Namun, untuk mencapai Ahimsa, manusia perlu memurnikan diri, mengatasi naluri kebinatangan ini, dan bergerak menuju kehidupan yang lebih bermartabat dan damai, yang berdasarkan pada kesadaran dan pengendalian diri.

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

"Ahimsa" sebagai Wujud Cinta Terbaik pada Umat Manusia:

  • Ahimsa, yang berarti tanpa kekerasan, merupakan wujud cinta yang paling murni kepada sesama manusia. Dalam pandangan Gandhi, cinta sejati tidak bisa dipisahkan dari prinsip non-kekerasan, kebencian, atau kejahatan.
  • Ahimsa menuntut kita untuk melihat sesama dengan kasih sayang, mengedepankan pemahaman dan kedamaian, bukan kekerasan atau kebencian.

Tidak Ada Kawan atau Lawan:

  • Dalam Ahimsa, konsep kawan atau lawan menjadi kabur. Sebab, bagi Gandhi, lawan tidak dilihat sebagai musuh yang harus dihancurkan, tetapi sebagai individu yang dapat diyakinkan dan dibimbing untuk memahami ketidakadilan. Dengan cara ini, lawan bisa menjadi sahabat yang baik, bukan objek kebencian.

Membiarkan Lawan Menderita agar Sadar dan Kembali pada Jalan Benar:

  • Jika diperlukan, membiarkan lawan menderita dalam arti bahwa mereka menghadapi akibat dari tindakan mereka, bukan karena niat jahat atau dendam, tetapi untuk memberi mereka kesempatan untuk mengenali kesalahan dan kembali ke jalan yang benar

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

Power yang Lahir dari "Ahimsa" (Pemurnian Diri) Selalu Unggul Dibandingkan dengan Kekerasan dalam Bentuk Apapun:

  • Ahimsa menghasilkan kekuatan moral yang lebih tinggi dan lebih unggul dibandingkan dengan kekerasan dalam bentuk apapun. Gandhi percaya bahwa kekerasan hanya menghasilkan kehancuran, kebencian, dan penderitaan, sedangkan Ahimsa menciptakan kekuatan yang tidak terlihat tetapi sangat efektif dalam mengubah hati dan pikiran manusia.
  • Kekuatan yang berasal dari Ahimsa adalah kekuatan yang lebih tahan lama dan penuh integritas. Sebaliknya, Ahimsa mengandalkan keteguhan moral, kedamaian, dan ketulusan, yang lebih dapat mempengaruhi perubahan positif dalam diri individu maupun masyarakat.

Ahimsa Tidak Pernah "Kalah", Selalu Menang dengan Pasti, Karena Tidak Memikirkan Kekalahan Maka Tidak Perlu Adanya "Kemenangan":

  • Menurut Gandhi, Ahimsa tidak mengenal kekalahan karena tujuannya bukan untuk memenangkan konflik dalam pengertian tradisional (misalnya, mengalahkan lawan secara fisik). Dalam Ahimsa, kemenangan sejati bukanlah hasil dari menghancurkan musuh, tetapi dari pencapaian kedamaian, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
  • Karena prinsip Ahimsa tidak fokus pada kekalahan atau kemenangan dalam arti konvensional, ia menciptakan kemenangan dalam bentuk perubahan yang positif. Ketika kita tidak terfokus pada kemenangan atau kekalahan, kita mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu perdamaian dan perubahan sosial yang berkelanjutan.

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo
  • Kaya TANPA Kerja, di mana seseorang memperoleh kekayaan tanpa berusaha atau bekerja keras untuk mendapatkannya. Ini bisa menggunakan sikapyang tidak etis atau tidak adil dalam memperoleh harta, seperti korupsi atau manipulasi.
  • Hasrat TANPA Kesadaran, seseorang memiliki keinginan atau ambisi yang besar tanpa pemahaman atau kesadaran akan konsekuensi dari tindakan mereka. Misal mengejar keinginan pribadi tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap diri sendiri atau orang lain.
  • Pengetahuan TANPA Karakter, seseorang yang memiliki banyak pengetahuan atau keterampilan intelektual tetapi tidak memiliki integritas atau moral yang baik.
  • Bisnis/Dagang TANPA TANPA Moral, menjalankan bisnis atau perdagangan dengan cara yang tidak memperhatikan prinsip etika, kejujuran, atau tanggung jawab sosial. Ini dapat merugikan orang lain demi keuntungan pribadi, seperti penipuan, eksploitasi, atau manipulasi pasar.
  • Ilmu Martabat Kemanusiaan, pengetahuan yang berfokus pada menghormati dan memelihara martabat serta hak-hak asasi manusia. Ini mencakup pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap nilai-nilai universal yang mendasar bagi kesejahteraan umat manusia.
  • Politik TANPA Prinsip, di mana kebijakan atau tindakan politik diambil tanpa memperhatikan nilai-nilai moral atau etika yang jelas. Politik yang demikian cenderung berfokus pada kekuasaan dan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat atau kebaikan bersama

KESIMPULAN

Kemampuan memimpin diri dan penerapan nilai etika yang kuat, seperti yang diajarkan oleh Mahatma Gandhi, sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi. Prinsip-prinsip Ahimsa dan Satya dapat menjadi pedoman yang efektif untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari korupsi, dengan mengedepankan kejujuran, transparansi, dan integritas. Keteladanan yang ditunjukkan oleh Gandhi menunjukkan bahwa kepemimpinan yang beretika adalah kunci untuk menciptakan perubahan positif, baik dalam diri individu maupun dalam masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

  • Gandhi, M. (1953). The Story of My Experiments with Truth. Navajivan Publishing House.
  • Fischer, L. (1950). The Life of Mahatma Gandhi. Harper & Row.
  • Sharma, D. S. (2017). Ethical Leadership: Lessons from Mahatma Gandhi. Indian Journal of Management, 10(3), 45-50.
  • Jane Wambui Kihara , THE LONG-TERM IMPACT OF ABANDONING ETHICAL STANDARDS ON ORGANIZATIONAL SUCCESS AND PROFITABILITY , African Journal of Emerging Issues: Vol 6 No 4 (2024)
  • Sood, M. (2006). Gandhi on Leadership and Management. Vikas Publishing House.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun