Mohon tunggu...
Widia Winata Putri
Widia Winata Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI SI AKUNTANSI | NIM 43223010201

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kebatinan Mangkunegaran IV pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

22 November 2024   04:12 Diperbarui: 22 November 2024   04:12 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 5 TB-2 Anti Korupsi dan Etik UMB/dokpri

8. Ha nata (Bisa Mengatur/Menata)

  • Ha nata adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengatur dan menata segala aspek dalam kehidupan masyarakat atau organisasinya dengan bijaksana. Pemimpin yang ha-nata memiliki kemampuan untuk membuat rencana yang matang, mengorganisir sumber daya secara efektif, dan memastikan bahwa semua berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
  • Pemimpin yang ha nata akan memastikan bahwa segala aspek kehidupan atau organisasi dijalankan dengan sistem yang teratur, efisien, dan terorganisir. Mereka mampu menata segala sesuatu dengan baik sehingga tujuan bersama dapat tercapai dengan sukses.

Dalam tradisi kepemimpinan Jawa, Serat Wedhotomo Mangkunegaran IV mengandung ajaran-ajaran moral dan etika yang sangat berharga, khususnya dalam mengarahkan pemimpin untuk menjalankan tugas dengan bijaksana. Berikut adalah pembahasan mengenai prinsip-prinsip kepemimpinan tersebut, yang terdiri dari berbagai ajaran tentang bagaimana seharusnya seorang pemimpin bertindak secara moral dan etis dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar 8 TB-2 Anti Korupsi dan Etik UMB/dokpri
Gambar 8 TB-2 Anti Korupsi dan Etik UMB/dokpri

What: Apa Itu Prinsip Kepemimpinan dalam Serat Wedhotomo Mangkunegaran IV?

Serat Wedhotomo Mangkunegaran IV mengajarkan berbagai prinsip kepemimpinan yang berbasis pada etika moral, hubungan sosial, dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan. Beberapa prinsip utama yang disampaikan dalam serat ini adalah sebagai berikut:

  • Eling lan Waspada. Prinsip ini mengajarkan seorang pemimpin untuk selalu mengingat Tuhan (eling Tuhan) dan waspada terhadap sesama serta alam (horizontal dan vertikal). Seorang pemimpin tidak boleh melupakan tugas spiritualnya dan harus selalu menjaga kewaspadaan terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.
  • Atetambo yen wus bucik. Ajaran ini mengingatkan pemimpin untuk tidak menunggu permasalahan berkembang menjadi luka baru mencari solusi. Pemimpin harus bertindak proaktif, menghindari kerugian atau kesalahan dengan perencanaan yang matang.
  • Awya mematuh nalutuh. Pemimpin harus menghindari sifat angkara murka, atau perbuatan nista (perbuatan buruk yang tidak bermoral). Kepemimpinan yang baik harus dilandasi dengan sikap sabar, tidak emosional, dan penuh pengertian.
  • Kareme anguwus-uwus owose tan ana. Seorang pemimpin harus menghindari marah-marah tanpa alasan yang jelas, yang hanya akan menciptakan kekacauan dan kerugian, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
  • Gonyak-ganyuk ngelingsemi. Prinsip ini mengajarkan tentang pentingnya sopan santun dan menjaga kehormatan. Pemimpin yang baik tidak boleh bersikap kurang ajar atau melakukan hal-hal yang memalukan diri sendiri dan orang lain.
  • Nggugu karepe priyangga. Pemimpin harus mampu mengendalikan dirinya, tidak bertindak secara impulsif atau hanya mengikuti kehendak pribadi tanpa memperhatikan konsekuensinya bagi orang lain atau organisasi.
  • Traping angganira. Seorang pemimpin harus mampu menempatkan diri dengan bijaksana, memahami situasi, dan tahu kapan harus bertindak atau berbicara sesuai dengan konteks dan aturan yang berlaku dalam masyarakat atau negara.
  • Bangkit ajur ajer. Pemimpin yang baik harus bisa bergaul dengan semua kalangan, tanpa membeda-bedakan status sosial, jabatan, atau kedudukan, dan melayani rakyat dengan tulus.
  • Mung Ngenaki Tyasing Lyan. Prinsip ini mengajarkan pentingnya untuk tidak menyengsarakan orang lain, meskipun mereka berbeda pandangan, status, atau kedudukan.
  • Den iso mbasuki ujaring janmi. Pemimpin yang bijaksana tidak perlu pura-pura bodoh atau berpura-pura tidak tahu, namun dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan tetap berperilaku baik dan rendah hati.
  • Ngandhar-andhar angendhukur. Pemimpin yang baik harus berbicara dengan jelas dan logis, memberikan penjelasan yang mudah dipahami dan rendah hati, tidak sombong.
  • Anggung Gumrunggung. Prinsip ini mengingatkan bahwa sifat sombong adalah hal yang tidak pantas bagi pemimpin. Kepemimpinan yang baik tidak bertindak atas dasar kesombongan atau ingin dipuji, tetapi untuk melayani.
  • Lumuh asor kudu unggul. Seorang pemimpin yang baik harus menghindari penghinaan terhadap orang lain, tidak merendahkan atau memandang rendah sesama. Pemimpin yang bijaksana akan selalu menunjukkan sikap yang penuh hormat kepada orang lain, tanpa merasa lebih unggul.

How: Bagaimana Prinsip-Prinsip Ini Diterapkan dalam Kepemimpinan?

Dalam konteks kepemimpinan, prinsip-prinsip dari Serat Wedhotomo Mangkunegaran IV dapat diterapkan melalui beberapa tindakan konkret, yaitu:

  • Menginternalisasi Nilai-Nilai Keagamaan dan Sosial. Pemimpin yang mengingat Tuhan dan waspada terhadap sesama serta alam akan lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Dengan mengedepankan nilai-nilai spiritual, pemimpin dapat memimpin dengan penuh tanggung jawab, mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
  • Proaktif dalam Menghadapi Tantangan. Prinsip Atetambo yen wus bucik menuntut pemimpin untuk tidak menunggu masalah menjadi besar sebelum bertindak. Pemimpin yang baik akan selalu melakukan antisipasi, merencanakan tindakan sebelum masalah muncul, serta memitigasi risiko-risiko yang ada.
  • Menghindari Perilaku Emosional yang Merugikan. Dengan awya mematuh nalutuh, pemimpin diharapkan bisa mengelola emosinya dengan baik, menghindari perilaku yang dapat merugikan atau merusak hubungan sosial dan organisasi.
  • Menjaga Sopan Santun dan Etika. Pemimpin yang berpegang pada prinsip gonyak-ganyuk ngelingsemi akan selalu menjaga sikap sopan santun dalam berinteraksi dengan orang lain, baik dalam situasi formal maupun informal.
  • Menempatkan Diri dengan Bijak. Traping angganira mengajarkan pemimpin untuk mengetahui kapan harus berbicara, kapan harus mendengarkan, serta bagaimana menanggapi situasi yang ada tanpa merusak keharmonisan.
  • Bersikap Rendah Hati dan Tidak Sombong. Prinsip Anggung gumrunggung mengingatkan pemimpin untuk menghindari kesombongan. Seorang pemimpin yang bijaksana akan terus mengedepankan rasa hormat terhadap orang lain dan tidak mencari pujian.
  • Menerapkan Sikap Hormat kepada Semua Orang. Dengan Lumuh asor kudu unggul, seorang pemimpin akan menjaga sikap rendah hati dan tidak merendahkan orang lain, melainkan berusaha menyemangati dan memberdayakan orang-orang di sekitarnya.

Gambar 9 TB-2 Anti Korupsi dan Etik UMB/dokpri
Gambar 9 TB-2 Anti Korupsi dan Etik UMB/dokpri

Tiga Martabat Manusia: Wiryo, Arto, dan Winasis dalam Tradisi Jawa

Dalam tradisi filsafat Jawa, terdapat ajaran yang dikenal dengan istilah Tiga Martabat Manusia (Tiga Tingkatan Martabat Manusia), yang terdiri dari Wiryo, Arto, dan Winasis. Ketiga aspek ini merujuk pada kualitas-kualitas utama yang harus dimiliki oleh seorang manusia untuk mencapai hidup yang seimbang, mulia, dan penuh makna. Konsep ini menjadi pedoman dalam kehidupan sosial, etika, dan spiritualitas, yang terus relevan hingga saat ini.

What: Apa Itu Tiga Martabat Manusia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun