Ranggawarsita lahir dengan nama asli Bagus Burhan pada tanggal 14 Maret 1802 di Kasunanan Surakarta, sebuah wilayah di tengah Pulau Jawa, Indonesia. Ia termasuk dalam keluarga literatur terkenal Yasadipura, yang memiliki latar belakang aristokratik dan intelektual yang kuat. Ayahnya, Mas Pajangswara, adalah cucu dari Yasadipura II, salah satu pujangga terkemuka di Surakarta.Ranggawarsita memiliki garis keturunan yang kompleks, dengan ayahnya berasal dari Kesultanan Pajang dan ibunya dari Kesultanan Demak. Ia diasuh oleh Ki Tanujaya, abdi dari ayahnya, yang mempengaruhi perkembangan intelektual Ranggawarsita sejak beliau masih muda.
Setelah kematian Yasadipura II, Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tahun 1845. Posisi ini memberinya kesempatan untuk berkarya sastra dan berkontribusi pada tradisi literatur Jawa. Selama masa aktifnya, Ranggawarsita dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian, serta peka terhadap keluh kesah rakyat kecil.
Ranggawarsita hidup dalam era penjajahan Belanda, saat ketika rakyat Jawa mengalami penderitaan yang parah, terutama setelah Perang Diponegoro. Dalam suasana semacam itu, ia meramalkan datangnya kemerdekaan Indonesia, hal ini tercermin dalam kalimat "Wiku Sapta Ngesthi Janma" yang terdapat dalam karyanya Serat Jaka Lodang, yang diyakininya akan bersimbolkan tanggal 1945 Masehi, yakni tahun proklamasinya Republik Indonesia.
Ranggawarsita adalah seorang pujangga besar dari Keraton Surakarta yang hidup pada abad ke-19 dan dianggap sebagai peramal atau visioner yang mampu melihat tanda-tanda zaman. Dengan latar belakang keluarganya yang berkecimpung dalam dunia sastra dan kebudayaan, Ranggawarsita memperoleh pendidikan yang mendalam dalam nilai-nilai kejawen dan filsafat Jawa.
Melalui karvanya tentang tiga era, dia tidak hanya mengkritik kondisi zamannya, tetapi juga memberikan perspektif yang dapat digunakan untuk memahami masalah sosial yang terjadi di masa mendatang, seperti korupsi di Indonesia saat ini.
What : Apa yang akan dibahas dalam tulisan ini?
Ranggawarsita adalah seorang pujangga besar dari Keraton Surakarta yang hidup pada abad ke-19 dan dianggap sebagai peramal atau visioner yang mampu melihat tanda-tanda zaman. Dengan latar belakang keluarganya yang berkecimpung dalam dunia sastra dan kebudayaan, Ranggawarsita memperoleh pendidikan yang mendalam dalam nilai-nilai kejawen dan filsafat Jawa. Melalui karyanya tentang tiga era, dia tidak hanya mengkritik kondisi zamannya, tetapi juga memberikan perspektif yang dapat digunakan untuk memahami masalah sosial yang terjadi di masa mendatang, seperti korupsi di Indonesia saat ini.
Pada slide ke 3 gambar tersebut merujuk pada konsep tiga era dalam pandangan Ranggawarsita, seorang pujangga Jawa, yaitu:
1. Era Kalasuba (Makmur): Era di mana masyarakat hidup makmur, sejahtera, dan adil. Pada masa ini, diharapkan muncul seorang pemimpin atau "Ratu Adil" yang membawa keadilan dan kemakmuran. Ranggawarsita juga menyebut konsep "Imam Mahdi" sebagai simbol pemimpin yang bijak dan religius.
2. Era Kalatidha: Ditandai oleh kondisi masyarakat yang penuh dengan egoisme dan individualisme, di mana orang hanya memikirkan kepentingan pribadi, dan mengabaikan nilai-nilai baik dan buruk. Era ini mencerminkan masa ketidakpastian dan ketidakadilan, dengan masyarakat yang semakin feodal.
3. Era Kalabendhu: Dikenal juga sebagai era kehancuran, ditandai dengan kekacauan sosial, "zaman edan" atau gila, dan simbol perubahan yang membawa ke arah kemunduran atau kehancuran.
Why  : Mengapa Ranggawarsita menulis karya ini?
Ranggawarsita menulis mengenai tiga era ini sebagai bentuk kritik dan peringatan bagi masyarakat agar tetap waspada dan menjaga moralitas mereka di tengah perubahan zaman. Melalui karyanya, dia ingin memberikan panduan kepada generasi masa depan agar tidak terseret dalam arus kebobrokan dan tetap menjaga integritas diri. Relevansi dengan fenomena korupsi di Indonesia menuniukkan bahwa keburukan moral dan kekuasaan yang disalahgunakan adalah masalah yang telah ada sejak dahulu dan menjadi tantangan bagi masyarakat untuk bangkit dari keterpurukan.
Tulisan Ranggawarsita ini mengajarkan kita untuk selalu sadar, eling, dan waspada di setiap era. Beberapa langkah atau sikap yang dapat diambil dari ajaran Ranggawarsita terkait fenomena korupsi di Indonesia adalah:
1. Kesadaran Diri (Eling), Ranggawarsita menekankan pentingnya kesadaran akan moralitas, sehingga masyarakat tidak mudah terbawa arus negatif dalam situasi yang kacau.
2. Menolak Terlibat dalam Korupsi:
Melalui kritik sosialnya, Ranggawarsita mengingatkan untuk tidak ikut serta dalam perilaku tidak bermoral meskipun masyarakat di sekitar mungkin terlibat dalam praktik korupsi.
3. Menjadi Pribadi Waspada dan
Bijaksana, dalam menghadapi era Kalabendhu, masyarakat dimbau untuk tetap bijaksana dan berhati-hati dalam bertindak, terutama terutama dalam hal yang menyangkut kekuasaan dan pengaruh.
Why: Alasan Relevansi Tiga Era dengan Fenomena Korupsi
1. Siklus Moral, Ranggawarsita menunjukkan bahwa sejarah peradaban manusia berulang dalam siklus moral. Korupsi merupakan manifestasi dari kemerosotan moral yang terjadi ketika masyarakat berada dalam fase Katatidha atau Kalabendhu. Dengan memahami siklus ini, kita dapat melihat bahwa korupsi bukanlah masalah baru, tetapi bagian dari masalah yang lebih besar terkait dengan nilai-nilai sosial.
2. Pengaruh Kepemimpinan, kepemimpinan yang buruk dapat menyebabkan munculnya korupsi. Ketika pemimpin tidak menjunjung tinggi nilai-nilai moral, masyarakat akan kehilangan kepercayaan dan cenderung mengikuti jejak negatif tersebut. Ranggawarsita menekankan pentingnya pemimpin yang adil untuk mencegah terjadinya korupsi.
3. Keterkaitan dengan Kondisi Sosial, fenomena korupsi di Indonesia saat ini dapat dilihat sebagai cerminan dari kondisi sosial yang telah digambarkan oleh Ranggawarsita. Ketidakpastian hukum dan kebijakan yang tidak konsisten menciptakan ruang bagi praktik-praktik koruptif berkembang subur.
Fenomena korupsi di Indonesia telah menjadi berita yang tidak asing karena cukup kompleks dan berakar dalam masyarakat. Sejak era reformasi, korupsi semakin meluas dengan banyak pejabat publik dapat terlibat dalam berbagai kasus. Meskipun pemerintah telah berkomitmen untuk memberantas korupsi, hasilnya masih jauh dari harapan. Ranggawarsita, seorang sastrawan dan pemikir dari Jawa, memberikan pandangan yang tajam mengenai isu ini dalam karya-karyanya.
Penyebab Korupsi
Ranggawarsita dan pemikir lainnya mengidentifikasi beberapa faktor penyebab korupsi:
- Faktor Internal: Terdapat dua dorongan utama yaitu untuk Kebutuhan yang dimana korupsi yang dilakukan karena desakan kebutuhan ekonomi dan Ketamakan, korupsi yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri tanpa alasan mendesak.
- Faktor Eksternal: Lingkungan yang perilakunya sudah terbiasa terhadap tindakan korupsi dan kurangnya pengawasan dalam berkontribusi pada meningkatnya kasus korupsi. Masyarakat cenderung toleran terhadap perilaku koruptif, yang membuat tindakan tersebut semakin meluas.
Adapun dampak dari Korupsi
Korupsi memiliki dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat dan negara. Beberapa dampak tersebut antara lain:
- Kerugian Ekonomi, yang paling utama bagi negara karena korupsi mengakibatkan hilangnya uang negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat, tetapi digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
- Kerusakan Moral, dalam hal ini tindakan koruptif dapat merusak nilai-nilai moral masyarakat dan menciptakan budaya materialistik yang mengukur keberhasilan seseorang dari kekayaan yang dimiliki.
- Krisis Kepercayaan, korupsi akan merusak kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan dan penegak hukum, sehingga menghambat proses demokrasi dan pembangunan sosial.
Upaya Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak. Beberapa langkah yang dapat diambil termasuk:
- Pendidikan Anti-Korupsi, membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi dan pentingnya integritas.
- Penguatan Hukum, memperkuat penegakan hukum terhadap pelaku korupsi dengan sanksi yang lebih tegas.
- Transparansi dan Akuntabilitas, meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan akuntabilitas pejabat publik.
- Pendekatan Holistik, Ranggawarsita menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam memahami dan menangani masalah korupsi. Dengan mempelajari pemikiran para leluhur seperti Ranggawarsita, kita dapat memperoleh wawasan berharga tentang akar permasalahan dan merumuskan strategi yang tepat untuk memerangi korupsi saat ini.
How: Cara Memahami dan Mengatasi Fenomena Korupsi Berdasarkan Pemikiran Ranggawarsita
1. Pendidikan Moral, pendidikan tentang nilai-nilai moral harus ditingkatkan dalam masyarakat untuk membangun kesadaran akan pentingnya integritas dan kejujuran. Ranggawarsita mengajarkan bahwa untuk mencapai Kalasuba, masyarakat harus kembali kepada nilai-nilai luhur.
2. Penguatan Hukum, menguatkan sistem hukum agar lebih transparan dan akuntabel adalah langkah penting untuk mencegah korupsi. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu agar masyarakat percaya bahwa keadilan dapat dicapai.
3. Peran Masyarakat, masyarakat harus selalu berpartisipasi aktif dalam pengawasan terhadap tindakan pemerintah dan pejabat publik. Dengan membangun budaya partisipasi aktif, masyarakat dapat mencegah praktik korupsi sebelum terjadi.
4. Reformasi Kepemimpinan, pemilihan pemimpin yang berintegritas sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari korupsi. Pemimpin harus menjadi contoh teladan dalam menjalankan tugasnya demi kesejahteraan rakyat.
Kesimpulan
Karya-karya Ranggawarsita memberikan wawasan mendalam tentang fenomena korupsi di Indonesia melalui konsep Tiga Era: Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu. Dengan memahami siklus moral ini, kita dapat lebih baik mengidentifikasi penyebab dan dampak dari korupsi serta merumuskan strategi untuk mengatasinya. Pendidikan moral, penguatan hukum, peran aktif masyarakat, dan reformasi kepemimpinan adalah langkah-langkah penting untuk kembali ke era Kalasuba yang penuh harapan dan keadilan.
Daftar Pustaka
Andi Hamzah. Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya. Gramedian Pustaka Utama, 1991.
Suyanto. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pustaka Sinar Harapan, 2005.
Wikipedia Bahasa Inggris. Raden Ngabehi Ranggawarsita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H