Mohon tunggu...
Widia WinataPutri
Widia WinataPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI SI AKUNTANSI | NIM 43223010201

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Katalidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

31 Oktober 2024   21:33 Diperbarui: 1 November 2024   02:38 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ranggawarsita lahir dengan nama asli Bagus Burhan pada tanggal 14 Maret 1802 di Kasunanan Surakarta, sebuah wilayah di tengah Pulau Jawa, Indonesia. Ia termasuk dalam keluarga literatur terkenal Yasadipura, yang memiliki latar belakang aristokratik dan intelektual yang kuat. Ayahnya, Mas Pajangswara, adalah cucu dari Yasadipura II, salah satu pujangga terkemuka di Surakarta.Ranggawarsita memiliki garis keturunan yang kompleks, dengan ayahnya berasal dari Kesultanan Pajang dan ibunya dari Kesultanan Demak. Ia diasuh oleh Ki Tanujaya, abdi dari ayahnya, yang mempengaruhi perkembangan intelektual Ranggawarsita sejak beliau masih muda.

Setelah kematian Yasadipura II, Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tahun 1845. Posisi ini memberinya kesempatan untuk berkarya sastra dan berkontribusi pada tradisi literatur Jawa. Selama masa aktifnya, Ranggawarsita dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian, serta peka terhadap keluh kesah rakyat kecil.

Ranggawarsita hidup dalam era penjajahan Belanda, saat ketika rakyat Jawa mengalami penderitaan yang parah, terutama setelah Perang Diponegoro. Dalam suasana semacam itu, ia meramalkan datangnya kemerdekaan Indonesia, hal ini tercermin dalam kalimat "Wiku Sapta Ngesthi Janma" yang terdapat dalam karyanya Serat Jaka Lodang, yang diyakininya akan bersimbolkan tanggal 1945 Masehi, yakni tahun proklamasinya Republik Indonesia.

Ranggawarsita adalah seorang pujangga besar dari Keraton Surakarta yang hidup pada abad ke-19 dan dianggap sebagai peramal atau visioner yang mampu melihat tanda-tanda zaman. Dengan latar belakang keluarganya yang berkecimpung dalam dunia sastra dan kebudayaan, Ranggawarsita memperoleh pendidikan yang mendalam dalam nilai-nilai kejawen dan filsafat Jawa.
Melalui karvanya tentang tiga era, dia tidak hanya mengkritik kondisi zamannya, tetapi juga memberikan perspektif yang dapat digunakan untuk memahami masalah sosial yang terjadi di masa mendatang, seperti korupsi di Indonesia saat ini.

What : Apa yang akan dibahas dalam tulisan ini?

Ranggawarsita adalah seorang pujangga besar dari Keraton Surakarta yang hidup pada abad ke-19 dan dianggap sebagai peramal atau visioner yang mampu melihat tanda-tanda zaman. Dengan latar belakang keluarganya yang berkecimpung dalam dunia sastra dan kebudayaan, Ranggawarsita memperoleh pendidikan yang mendalam dalam nilai-nilai kejawen dan filsafat Jawa. Melalui karyanya tentang tiga era, dia tidak hanya mengkritik kondisi zamannya, tetapi juga memberikan perspektif yang dapat digunakan untuk memahami masalah sosial yang terjadi di masa mendatang, seperti korupsi di Indonesia saat ini.

PPT Prof Apollo
PPT Prof Apollo

Pada slide ke 3 gambar tersebut merujuk pada konsep tiga era dalam pandangan Ranggawarsita, seorang pujangga Jawa, yaitu:

1. Era Kalasuba (Makmur): Era di mana masyarakat hidup makmur, sejahtera, dan adil. Pada masa ini, diharapkan muncul seorang pemimpin atau "Ratu Adil" yang membawa keadilan dan kemakmuran. Ranggawarsita juga menyebut konsep "Imam Mahdi" sebagai simbol pemimpin yang bijak dan religius.

2. Era Kalatidha: Ditandai oleh kondisi masyarakat yang penuh dengan egoisme dan individualisme, di mana orang hanya memikirkan kepentingan pribadi, dan mengabaikan nilai-nilai baik dan buruk. Era ini mencerminkan masa ketidakpastian dan ketidakadilan, dengan masyarakat yang semakin feodal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun