Mohon tunggu...
Widia Wati
Widia Wati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Like a KPOP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Kasus Pengangkatan Anak WNI oleh WNA

13 Maret 2023   19:19 Diperbarui: 13 Maret 2023   19:27 1951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Mengadopsi anak adalah cara bagi beberapa keluarga untuk melengkapi keluarga mereka. Atau ada sebagian keluarga yang mengadopsi hanya untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak angkat tersebut. Orang tua mengangkat anak dengan berbagai alasan atau latar belakang, semuanya hanya untuk satu tujuan, yaitu demi kepentingan terbaik bagi anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PP No. 54 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengangkatan anak, yaitu "pengangkatan anak dilaksanakan dalam rangka kesejahteraan anak dan perlindungan anak, dengan berpijak pada kepentingan terbaik bagi anak, dan sesuai dengan adat dan kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan". 

Pengertian pengangkatan anak sendiri adalah pengangkatan anak orang lain, yang secara hukum dianggap sebagai anak sendiri oleh orang tua angkatnya, dan dengan persetujuan orang tua kandungnya, sehingga menimbulkan hubungan antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. 

Fungsi utama adopsi adalah meneruskan keturunan dalam sebuah keluarga. Namun, setelah Perang Dunia II, fungsi lain dari adopsi berkembang, yaitu untuk mengurangi atau mengakhiri kekurangan kebutuhan hidup dan penderitaan pertumbuhan anak-anak. Oleh karena itu, pada mulanya pengangkatan anak hanya berfungsi untuk kepentingan bagi pihak yang mengangkat anak (adoptant), maka sekarang fungsi adopsi tersebut berubah menjadi fungsi sosial kemanusiaan. 

Pengangkatan anak tidak hanya terjadi antara sesama warga negara Indonesia. Namun, Ada 3 macam pengangkatan anak di Indonesia yang bisa dilakukan yaitu, 1) pengangkatan anak antar warga negara Indonesia; 2) Pengangkatan anak warga negara asing oleh warga negara Indonesia; dan 3) pengangkatan anak warga negara indonesia oleh warga negara asing. Pengangkatan anak pada no 2 dan 3 disebut sebagai pengangkatan anak internasional atau . Adopsi internasionai (adopti plena). 

Karena antara anak angkat dengan orang tua angkatnya memiliki kewarganegaraan yang berbeda. Oleh karena pengangkatan anak ini termasuk dalam perbuatan hukum bidang hukum perdata dan pengangkatan anak oleh WNA memiliki unsur internasional maka pengangkatan anak oleh WNA ini termasuk dalam hukum perdata internasional. Dengan ini menimbulkan permasalahan hukum mana yang akan dipakai dalam pengangkatan anak internasional (intercountry adoption).

 Pengangkatan anak di Indonesia secara umum diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 39 sampai dengan Pasal 41, akan tetapi diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan Peraturan Menteri Sosial RI No. 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. 

Pada dasarnya pengangkatan anak WNI oleh WNA hanya dilakukan sebagai upaya terakhir. Jadi sebisa mungkin pengangkatan anak Indonesia hanya dilakukan oleh WNI juga. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 39 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu "(4) Pengangkatan anak oleh WNA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir". Sehingga bagi calon orang tua angkat yang ingin mengangkat anak berkewarganegaraan Indonesia terlebih dahulu harus memenuhi baik persyaratan materiil maupun administrasi.

KASUS POSISI 

Krisis Rohingya di 2015 menyebabkan banyaknya pengungsi Rohingya yang saat ini tinggal di beberapa negara sekitar, salah satunya di Indonesia. Terdapat beberapa titik tempat para pengungsi Rohingya tinggal seperti Aceh dan Sumatra Utara. Ibrahim (3 tahun) adalah salah satu pengungsi yang lahir dan tinggal di Medan. Ayah dan Ibu Ibrahim keduanya adalah pengungsi Rohingya yang datang pada tahun 2015 di Indonesia. Ibrahim dan orangtuanya bertemu dengan Shaeema dan Arjun pasangan jurnalis dari Amerika Serikat. 

Shaeema dan Arjun adalah warga negara Amerika keturunan India yang berdomisili di California. Mereka berniat untuk mengadopsi Ibrahim dan membawanya ke Amerika. Walaupun berat akan berpisah dengan anak kandungnya, orangtua Ibrahim bersedia anaknya diadopsi supaya Ibrahim mendapatkan masa depan yang lebih baik. FAKTA HUKUM 1. Karena Ibrahim lahir dan tinggal di Indonesia, maka status personalnya adalah WNI. 

Meruiuk pada Pasal 4 huruf i UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ("UU 12/2006"), anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya adalah warga negara Indonesia ("WNI").

 PEMBAHASAN 

1. Titik Taut Primer 

Peristiwa pengangkatan anak Indonesia (Ibrahim) oleh pasangan WNA yaitu Shaeema dan Arjun yang berkewarganegaraan Amerika tersebut di atas (Adopsi Internasional) merupakan suatu peristiwa HPI. Hal ini disebabkan karena masalah ini merupakan masalah yang mempunyai unsur asing (foreign elements), sehingga menyebabkan suatu hubungan hukum perdata yang mempunyai sifat internasional. 

Peristiwa hukum HPl-nya dapat di lihat dari Titik Pertautan Primernya yaitu mengenai kewarganegaran. Ada perbedaan kewarganegaran antara pihak yang melakukan adopsi (Shaeema dan Arjun) dan pihak yang diadopsi (Ibrahim). Dimana, Shaeema dan Arjun (Adoptant) berkewarganegaran asing/Amerika. Sedangkan, Ibrahim (adoptandus) berkewarganegaraan Indonesia. 

Selanjutnya juga dapat di lihat dari Status Personalnya, dimana kewarganegaraan dan domisili dari pihak Shaeema dan Arjun (Adopian) dan Ibrahim (Adoptandus) berbeda. Indonesia menganut asas Nasionalitas Pasal 16 (AB). Sedangkan, WNA Shaeema dan Arjun /Amerika menganut asas domsili yang dimana asas domisili ini juga dianut oleh orang asing berasal dari negara Inggris, Australia dan AS. Separuh dunia ini menganut asas Nasionlitas dan separuh dunia lainnya menganut asas Domisili. 

Apabila terjadi perbuatan melawan hukum (Tori) di dalam pengangkatan anak Indonesia oleh orang-orang asing, anak akan menggunakan hukum dimana "tori" tersebut dilakukan (locus delicti comisi) dan atau menurut hukum materiil sang hakim (lex fori).

 Oleh karena itu, masalah adopsi internasional ini merupakan masalah HPI, dimana peristiwa hukum pengangkatan anak oleh orang asing tersebut dilakukan oieh kewarganegaran yang berbeda dan tunduk pada sistem hukum yang berbeda pula, maka timbullah berbagai sistem hukum mana yang akan dipergunakan. Oleh karena ada negara-negara yang condong kepada prinsip lex fori dan sebaliknya ada yang memakai hukum personal. 

2. Titik Taut Sekunder 

Dalam adopsi internasional terdapat dua konvensi internasional yang bersifat global tentang adopsi anak, yaitu The Hague Convention on the Protection of Children and cooperation in Respect of Inter-Country Adoption 1993 (Konvensi Den Haag 1993) dan The Hague Convention on The Juridiction and Applicable Law and Recognition of Decrees Relating to Adoption 1965 (Konvensi Den Haag 1965). Pengadopsian anak dititik beratkan pada tempat kediaman sehari-hari dari anak. Prinsip ini telah diterima dalam Konvensi Hukum Perdata Internasional Den Haag Tahun 1965 (Convention on Juridiction, The Applicable Law and Recognition of Decrees Relating to Adoption). 

Dengan ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa pengangkatan anak WNI (Ibrahim) oleh Warga Negara Asing (Shaeema dan Arjun) di Indonesia menggunakan peraturan yang berlaku di Indonesia, yaitu didasarkan pada prinsip pemakaian hukum dari tempat kediaman biasa seharihari dari sang anak (Ibrahim), yaitu menggunakan Hukum Indonesia, karna Ibrahim tinggal di Medan maka pengajuan ditujukan ke pengadilan Negeri Medan.

Tempat kediaman sehari-hari (residence habitual) dari sang anak itulah sebagai faktor yang mentukan hukum mana yang harus dipakai untuk adopsi internasional. Adopsi ini diadakan demi kepentingan sang anak, maka sudah selayaknyalah apabila tempat kediaman sehari-hari sang anak yang diperhatikan. 

Karena adopsi adalah untuk kepentingan sang anak, maka sudah sewajarnya bahwa hukum dimana sang anak itu berdiam sehari-hari yang dipakai dalam menentukan sahnya adopsi ini. Dengan demikian, untuk sahnya adopsi yang telah dilakukan oleh Shaeema dan Arjun di Indonesia, perlu diperhatikan dan dipakai syarat-syarat yang berlaku dalam hukum Indonesia. 

KESIMPULAN 

Indonesia yang merupakan salah satu negara yang menandatangani Konvensi Hak-hak Anak yang dilaksanakan oleh Dewan Umum PBB pada tanggal 20 November 1989 merupakan negara yang berwenang melakukan intercountry adoption. Dalam hal pengangkatan anak, WNA diperbolehkan mengadopsi anak Warga Negara Indonesia (WNI) sesuai dengan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Pelaksanaan pengangkatan anak WNI oleh WNA harus dilakukan menurut peraturan perundang-undangan. 

Tentang pengaturannya hal ini diatur dalam Pasal 39 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan Peraturan Menteri Sosial RI No. 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

Pengangkatan anak WNI oleh WNA juga menghasilkan akibat hukum yaitu tentang status kewarganegaraan anak angkat tersebut, wali nikahnya, dan hak kewarisan dari anak angkat tersebut. Pengangkatan anak internasional pada asasnya menganut ultimum remedium atau dijadikan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium). Dari hal tersebut, maka pengangkatan anak Indonesia oleh orang asing (Adopsi internasional) tidak lah dilarang, hanya saja syaratsyaratnya dalam pengadopsinya yang diperberat karena menyangkut aspek keamanan, politik, dan budaya (34 UUD 1945). 

Menurut saya pelaksanaan pengangkatan anak internasional merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam pengawasan Pemerintah. Karena sangat banyak sekali terjadi pengangkatan anak internasional yang secara illegal dan tidak sesuai dengan prosedur. 

Perlu adanya undang-undang yang sifatnya lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dengan sanksi yang berat. Sehingga diharapkan adanya wujud perlindungan hukum bagi anak Indonesia yang diadopsi oleh warga negara asing baik secara preventif maupun represif, dan masyarakat dapat memahami bagaimana prosedurnya serta dapat membantu melindungi anak angkat dalam pengangkatan anak Indonesia oleh warga negara asing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun