Meruiuk pada Pasal 4 huruf i UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia ("UU 12/2006"), anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya adalah warga negara Indonesia ("WNI").
 PEMBAHASANÂ
1. Titik Taut PrimerÂ
Peristiwa pengangkatan anak Indonesia (Ibrahim) oleh pasangan WNA yaitu Shaeema dan Arjun yang berkewarganegaraan Amerika tersebut di atas (Adopsi Internasional) merupakan suatu peristiwa HPI. Hal ini disebabkan karena masalah ini merupakan masalah yang mempunyai unsur asing (foreign elements), sehingga menyebabkan suatu hubungan hukum perdata yang mempunyai sifat internasional.Â
Peristiwa hukum HPl-nya dapat di lihat dari Titik Pertautan Primernya yaitu mengenai kewarganegaran. Ada perbedaan kewarganegaran antara pihak yang melakukan adopsi (Shaeema dan Arjun) dan pihak yang diadopsi (Ibrahim). Dimana, Shaeema dan Arjun (Adoptant) berkewarganegaran asing/Amerika. Sedangkan, Ibrahim (adoptandus) berkewarganegaraan Indonesia.Â
Selanjutnya juga dapat di lihat dari Status Personalnya, dimana kewarganegaraan dan domisili dari pihak Shaeema dan Arjun (Adopian) dan Ibrahim (Adoptandus) berbeda. Indonesia menganut asas Nasionalitas Pasal 16 (AB). Sedangkan, WNA Shaeema dan Arjun /Amerika menganut asas domsili yang dimana asas domisili ini juga dianut oleh orang asing berasal dari negara Inggris, Australia dan AS. Separuh dunia ini menganut asas Nasionlitas dan separuh dunia lainnya menganut asas Domisili.Â
Apabila terjadi perbuatan melawan hukum (Tori) di dalam pengangkatan anak Indonesia oleh orang-orang asing, anak akan menggunakan hukum dimana "tori" tersebut dilakukan (locus delicti comisi) dan atau menurut hukum materiil sang hakim (lex fori).
 Oleh karena itu, masalah adopsi internasional ini merupakan masalah HPI, dimana peristiwa hukum pengangkatan anak oleh orang asing tersebut dilakukan oieh kewarganegaran yang berbeda dan tunduk pada sistem hukum yang berbeda pula, maka timbullah berbagai sistem hukum mana yang akan dipergunakan. Oleh karena ada negara-negara yang condong kepada prinsip lex fori dan sebaliknya ada yang memakai hukum personal.Â
2. Titik Taut SekunderÂ
Dalam adopsi internasional terdapat dua konvensi internasional yang bersifat global tentang adopsi anak, yaitu The Hague Convention on the Protection of Children and cooperation in Respect of Inter-Country Adoption 1993 (Konvensi Den Haag 1993) dan The Hague Convention on The Juridiction and Applicable Law and Recognition of Decrees Relating to Adoption 1965 (Konvensi Den Haag 1965). Pengadopsian anak dititik beratkan pada tempat kediaman sehari-hari dari anak. Prinsip ini telah diterima dalam Konvensi Hukum Perdata Internasional Den Haag Tahun 1965 (Convention on Juridiction, The Applicable Law and Recognition of Decrees Relating to Adoption).Â
Dengan ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa pengangkatan anak WNI (Ibrahim) oleh Warga Negara Asing (Shaeema dan Arjun) di Indonesia menggunakan peraturan yang berlaku di Indonesia, yaitu didasarkan pada prinsip pemakaian hukum dari tempat kediaman biasa seharihari dari sang anak (Ibrahim), yaitu menggunakan Hukum Indonesia, karna Ibrahim tinggal di Medan maka pengajuan ditujukan ke pengadilan Negeri Medan.