Mohon tunggu...
Widiatanti
Widiatanti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Universitas Negeri Surabaya

Hai Saya Widiatanti mahasiswi aktif Ilmu Komunikasi UNESA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Standar Peran Gender di Masyarakat dan Wacana Media Mempengaruhi Terbentuknya Cinderella Complex pada Perempuan Indonesia?

5 April 2024   12:35 Diperbarui: 7 April 2024   08:47 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa Itu Cinderella Complex?

Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Collete Dowling dalam bukunya berjudul "The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence" yang merujuk pada kecenderungan perempuan untuk tergantung secara psikis, yang ditunjukan dengan adanya keinginan yang kuat untuk dirawat dan dilindungi orang lain terutama laki-laki, serta keyakinan bahwa suatu dari luarlah yang akan menolongnya (Dowling, Colette. 1995). Dowling juga menjelaskan bahwa Cinderella kompleks merupakan ketergantungan psikologis perempuan ketika ia mendambakan seseorang terutama laki-laki untuk merawat dan melindungi dirinya.

Cinderella Complex merupakan bentuk dari budaya patriarki di mana pria harus dituntut untuk memenuhi kebutuhan wanita sementara wanita dituntut untuk mahir dalam pekerjaan domestik. Secara tidak langsung wanita dididik untuk percaya bahwa mereka adalah seorang yang rapuh, lembut, sehingga membutuhkan perlindungan seorang pria. Shaffer dan David dalam jurnal berjudul "Social and Personality Development" juga menjelaskan bahwa standar peran gender yang dibentuk oleh masyarakat membentuk adanya harapan perilaku yang berbeda bagi pria maupun wanita yang mencerminkan stereotip umum mengenai kedua jenis kelain tersebut.

Kontribusi Media dalam Membentuk Kesadaran Publik

Hal ini tak luput dari hadirnya media dalam mem-framing cerita mengesankan dari kisah Cinderella, tokoh perempuan yang digambarkan sebagai sosok yang cantik, lemah lembut, dan baik hati berakhir dalam kisah bahagia bersama pangeran. Cerita cenderung menawarkan impian bagi seluruh perempuan mengabdikan sebagian dari hidup mereka untuk memperoleh citra, pertolongan, serta perlindungan terhadap apa yang mereka anggap menakutkan di dunia. Beberapa kasus yang terjadi pada remaja cukup untuk membuat mereka menunda keinginan melanjutkan pendidikan, dan mempertimbangkan keinginan untuk menikah muda.

Cerita Cinderella diadopsi oleh setidaknya 700 negara di dunia termasuk juga Indonesia yang memiliki konten serupa berjudul Bawang Merah dan Bawang Putih. Cerita tersebut kemudian diinterpretasikan pada kurangnya kekuatan serta kekuasaan wanita pada zaman dahulu menyebabkan perasaan tidak berdaya. Perasaan ketidakberdayaan ini yang kemudian berlanjut ke arah Cinderella Complex dan menjadi adiktif untuk dikonsumsi masyarakat terutama oleh anak-anak perempuan. Apabila keadaan tersebut terus berlanjut bukan tak mungkin konten konten yang mereka lihat saat kecil akan terbawa ke dalam konstruksi kehidupan mereka ketika dewasa nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun