Mohon tunggu...
Widi Asyari
Widi Asyari Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Bahrul Ulum Tambakberas Jombang

Saat ini mengajar di SMA Bahrul Ulum Tambakberas dan SMA Madinatul Ulum Mojokrapak Pernah belajar di Universitas Airlangga Jurusan Ilmu Sejarah, dan sempat berkecimpung di Teater Gapus Surabaya, mengikuti forum diskusi FS3LP Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Profesi Guru: Sebuah Tuntutan dan Tuntunan dalam Keprofesian Guru

9 Desember 2020   14:39 Diperbarui: 9 Desember 2020   14:45 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan Profesi Guru:

Sebuah Tuntutan dan Tuntunan dalam Keprofesian Guru

Oleh : Widi Asy'ari, S.S*

Di era komunikasi, profesi guru saat ini tidak lagi hanya sekedar mentransfer pengetahuan. Karena posisi pengetahuan sudah tersedia dalam gadget anak  didik kita, setiap pertanyaan akan dijawab dengan mudah oleh gadget mereka, dengan sekali ucap, gadget mereka bahkan lebih cepat untuk menjawabnya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana posisi guru dalam menghadapi abad-21 ini, apakah guru akan beradu akselerasi dengan teknologi? Apakah posisi guru akan tergantikan oleh teknologi informasi?

Guru sebagai seorang pendidik tentulah harus memahami dengan benar, apa yang dipikirkan, dirasakan, diimajinasikan oleh siswanya, sehingga ketika pembelajaran, kita menyuguhkan sebuah materi yang siswa tersebut menganggap hal itu sudah usang, merasa materi tersebut sudah ada dalam gadget mereka, dan mereka malah menguji dengan apa yang kita suguhkan, apalagi kita "penulis" sebagai guru Sejarah, di mana frame mereka, sejarah adalah tentang fosil, artefak, museum, hal-hal kuno dan jauh dari "kekinian" mereka. Sebuah tantangan yang "berat" mungkin yang dirasakan guru pada saat ini, bagaimana pembelajaran harus direncanakan, dikemas, ditata serapi mungkin. Dan hal itu berbeda ketika kita menjadi siswa pada saat itu, kita menerima apapun yang diberikan guru kita, dan kita percaya apapun yang diberikan guru adalah hal yang terbaik bagi kita.

Kami sebagai guru sejarah khususnya harus mampu memadukan teknologi, seni, imajinasi dan pengetahuan untuk bisa menyuguhkan materi kepada siswa, sehingga minimal mereka akan menikmati apa yang akan kita suguhkan kepada mereka, dan mereka tidak merasa terbebani untuk merasakan apa yang telah kita suguhkan. Semisal, dalam pembuatan media dan bahan ajar, media dan bahan ajar semenarik mungkin, mampu menarik imajinasi mereka tentang materi. Sebuah contoh membahas tentang masa pra sejarah, kita menampilkan cobek untuk memancing imajinasi dari apa yang ada di lingkungan kekiniannya.

Kita juga bisa menggunakan stimulus game-game yang disukai mereka, dengan menggunakan referensi game yang berlatar belakang sejarah, seperti Age of Empires dan Europa Universalis  tentang peradaban Eropa kuno, Dynasty Warriors  menceritakan babak tiga Kerajaan Kuno di daratan Tiongkok, Verdun, Brothers in Arms: Road to Hill 30,  mengusung nuansa Perang Dunia Kedua, mereka selalu berhasil membawa nuansa sejarah di setiap episode,  Rome: Total War, Assassin's Creed menceritakan mulai dari perang Reinassance, Revolusi Amerika, hingga yang baru-baru ini dibawa seperti babak perang Yunani. Sayangnya kami tidak menemukan game yang berlatar peradaban Nusantara yang mendunia. Nusantara online mencoba pada tahun 2010 akan tetapi belum mendapat respon positif, kemudian Majapahit Cyber Kingdom juga bernasib sama, semoga ke depan Nusantara bisa menarik para programer kita yang menjadikannya mendunia.

Frame anak didik terhadap sejarah harus kita ubah, materi tidak harus dicermati dengan serius dan berakhir dengan tugas yang memberatkan siswa, kita harusnya membebaskan anak didik kita tentang apa bentuk tugas kita tagihkan kepada mereka. Apapun bentuknya, itu adalah hasil dari kreatifitas mereka, kita sebagai guru hanya sebatas fasilitator dalam sebuah pembelajaran. Siswa milenial dapat memanfaatkan berbagai alat dan aplikasi yang ada dalam gadgetnya untuk membuat sebuah produk, tinggal bagaimana kita mampu membimbing dan mengarahkannya.

Ujian yang sebenarnya dalam menjawab tantangan abad-21 ini adalah pada masa pandemi ini. Dengan perubahan dari pembelajaran luring ke daring dengan cepat, tidak ada kurikulum dan panduan guru dalam pembelajaran, guru dipaksa untuk mengadakan pembelajaran secara daring dengan siswa. Di lapangan berbagai kendala dan hambatan yang bervariasi, baik dari persiapan sekolah, kendala teknis, kendala kurikulum, dan kesiapan guru sendiri, menjadi permasalahan yang komplek dan tidak bisa diselesaikan dengan satu-dua hari.

Guru berimprovisasi dengan kemampuan masing-masing dalam memaksimalkan gadgetnya, mulai dengan menggunakan WA grup, Classroom, e-learning yang gratisan, dan menggunakan pembelajaran semi online pada kasus siswa yang daerahnya kesulitan sinyal. Dalam masa pandemi ini, semua pihak dalam masa kegalauan dalam semua bidang, dan dalam pendidikan menjadi terdampak ketika menghadapi kebijakan dari dinas pendidikan, pemerintah setempat, dan wali murid. Setiap keputusan harus diambil dengan kebijakan yang mempertimbangkan aspek kehati-hatian, sekali salah melangkah akan berdampak kepada seluruh komponen sekolah.

Mengapa harus ada pendidikan profesi guru? Dalam pengalaman kami (penulis), ketika mengikuti PPG selama kurang lebih tiga bulan, kami mendapat pengalaman yang berharga dalam keikutsertaan PPG, LMS yang begitu ketat, tugas yang harus diselesaikan, materi yang harus diselesaikan, meet yang harus diikuti setiap saat, menuntut kami untuk membagi, memanajemen waktu keseharian dan waktu dalam LMS dalam (tim spent) yang begitu ketat, tidak jarang terbentur dalam sekian waktu, sehingga diperlukan pilihan atas prioritas waktu.

Dalam realitanya, kami hanya di depan laptop/gadget, seperti juga orang-orang pada umumnya dengan gadget mereka, akan tetapi mereka tidak tahu apa yang sedang kita hadapi dalam berhadapan dengan realitas sebenarnya kam sebagai mahasiswa yang selalu dikejar dengan deadline tugas, tugas dan tugas, yang setiap hari harus ada dengan centangan dalam LMS.

Awal kami mengikuti PPG dalam bentuk daring ini, kami tidak bisa membayangkan bagaimana kami bisa bekerja dalam dua dunia sekaligus. Bekerja dalam dua dunia (realita keseharian dan realita daring), seperti dalam film Matrix. Fisik kita ada di realita keseharian, tetapi pikiran kita berada di dalam program yang sudah disediakan dalam kelas berupa LMS.

Ketika pikiran kita masih sejalan dengan LMS tidak akan ada permasalahan yang berarti, namun ketika program yang ada di pikiran kita butuh refresh, dan LMS masih menuntut kita untuk berjalan, hal inilah yang kadangkala membuat kita membutuhkan refresh lebih banyak lagi, karena lms tidak memperhitungkan "kepentingan mendadak", "agenda tidak terencana", "kepentingan keluarga", "acara sosial", "situasi psikologis" dan lain-lain. Puji Tuhan, kami selalu diberikan kekuatan dan kesehatan, dengan modal 24 jam/1440 menit/86400 detik per hari, kami bisa membagi dengan baik antara tugas kuliah dengan tugas keseharian kita di sekolah, di rumah maupun di masyarakat.

Pengalaman PPG daring ini adalah sangat berharga, di mana pandemi ini kami dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajaran. Modul dalam LMS disusun begitu jelas tahap demi tahap untuk mempersiapkan kita sebagai mahasiswa yang harus siap dalam menghadapi tugas profesional sebagai guru. Mulai dari modul pendidikan karakter, pedagogik, pengetahuan, pembuatan perangkat mengajar, new model peer teaching, praktek mengajar dalam bentuk rekaman video, PPL, Laporan Penelitian Tindakan Kelas, Laporan Kegiatan Non Pembelajaran dan ditutup dengan Uji Kinerja dan Uji Pengetahuan. Kami merasakan betapa proses yang kami alami selama tiga bulan adalah begitu berharga, bagaimana proses tidak pernah menipu hasil, kami merasakan apa yang saya alami dalam masa PPG ini diujikan dalam Uji Pengetahuan.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Universitas Sanata Dharma, Dosen Pengampu, Guru Pamong, teman-teman kelompok Sejarah, membuat saya merasakan adanya kedekatan, membuat kelas daring menjadikan seperti kelas dalam realitasnya, bukan lagi sebagai kelas virtual. Sehingga kami merasakan motto Universitas Sanata Dharma (kami bekerja dengan hati), sebagai mahasiswa kami merasakannya dari awal sampai akhir PPG.

Dalam UU RI Nomor 14 Pasal 2 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa pengakuan kedudukan seorang guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Kami menyadari bahwa untuk menjadi guru yang profesional adalah dengan menempuh program sertifikasi yang diselenggarakan oleh pemangku kebijakan, apapun bentuk perubahan dari pelaksanaan, tentunya telah melalui evaluasi apa yang telah dilakukan selama kegiatan PPG ini berlangsung, dan karenanya tidak semua LPTK bisa menyelenggarakan PPG, apalagi pada masa pandemi ini.

*) Mahasiswa PPG Daljab III Universitas Sanata Dharma Jurusan Pendidikan Sejarah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun