Guru wajib melaksanakan penelitian. Bila tidak melaksanakan kegiatan penelitian tidak akan bisa naik pangkat. Begitulah poin kegalauan dan kegundahan para guru khususnya guru PNS. Sementara banyak guru yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan penelitian. Baik dari sisi kajian teori, tata tulis, metoda penelitian, dan mungkin pembagian waktu yang sulit antara kegiatan mengajar dan kegiatan penelitian.
Untuk guru dengan pangkat dan golongan III b ke bawah, memang tidak ada keharusan melakukan kegiatan penelitian atau kegiatan publikasi ilmiah. Tetapi bagi guru yang ingin naik pangkat dari golongan III b ke atas, wajib bagi guru untuk membuat kegiatan pengembangan diri berupa publikasi ilmiah dan karya tulis ilmiah melalui kegiatan penelitian.
Guru dengan pangkat dan golongan guru pembina tingkat 1 golongan III b jika ingin naik pangkat ke guru penata golongan III c wajib membuat kegiatan publikasi ilmiah atau karya inovatif dengan angka kredit minimal 4. Kemudian guru dari pangkat penata golongan III c ke guru penata tingkat 1 golongan III d, harus membuat kegiatan publikasi ilmiah atau karya inovatip guru minimal memperolah angka kredit 6.
Guru dengan pangkat penata tingkat 1 bila ingin naik pangkat ke guru pembina golongan IVa harus membuat kegiatan publikasi ilmiah atau karya inovatif dengan jumlah angka kredit minimal 8. Kemudian guru yang ingin naik pangkat dari golongan IV a ke IV b harus membuat kegiatan publikasi ilmiah atau karya inovatif minimal angka kredit yang terkumpul berjumlah 12.
Di lapangan kebanyakan guru mengalami kendala karena merasa kesulitan untuk membuat karya publikasi ilmiah maupun karya inovatif. Sehingga banyak guru yang terpaksa pasrah menyerah untuk memilih tidak naik pangkat dari pada harus kerepotan membuat karya tulis ilmiah atau karya inovatif.
Namun ada juga yang terpaksa menghabiskan cukup dana besar untuk secara pribadi "memanggil" ahli atau pakar penelitian untuk melakukan pembimbingan secara pribadi sampai berhasil membuat karya tulis ilmiah berupa penelitian atau pun jenis publikasi ilmiah lainnya.
Beberapa cerita di lapangan, beberapa guru yang terpaksa memanggil jasa pembimbingan karya tulis ilmiah ini bisa menghabiskan anggaran dari lima juta sampai delapan juta rupiah untuk satu karya publikasi ilmiah.
Mulai dari pembimbingan metoda penelitian,tata tulis, sampai ke penyusunan, semua pembiayaan ditanggung guru secara pribadi semata-mata agar mampu memenuhi ketentuan regulasi yang mengharuskan membuat karya publikasi ilmiah bagi guru bila ingin naik pangkat.
Beberapa pihak juga ada yang mengambil kesempatan ini untuk kepentingan komersial. Berlomba-lomba mendirikan jurnal untuk menampung karya ilmiah guru-guru. Meskipun jurnal yang dibuat dan dicetak sebenarnya hanyalah arisan dari beberapa guru. Dalam arti bukan menampung hasil tulisan ilmiahnya saja tetapi juga menampung pembiayaan untuk ongkos penerbitan. Artinya, jurnal yang diterbitkan adalah diisi dan sekaligus dibiayai sendiri leh guru yang bersangkutan. Satu jurnal bisa saja mencapai ongkos dua juta hingga tiga juta untuk sekali terbit bagi setiap guru. Anehnya, ongkos seberapapun rupanya tidak begitu masalah yang penting karya ilmiahnya dapat terpublikasi, apalagi tanpa seleksi.
Pertanyaannya adalah sebenarnya haruskah seorang guru patut diberi kewajiban untuk melakukan sebuah penelitian? Serta patutkah keharusan menulis karya penelitian ini menjadi syarat mutlak guru untuk usul kenaikan pangkat?
Sementara ada beberapa problem yang mengitarinya bila guru harus dipaksa membuat karya tulis penelitian seperti tergambar pada pengantar masalah di depan. Apakah tupoksi guru dalam melaksanakan kewajibannya termasuk didalamnya adalah penelitian?
Menurut undang-undang tugas pokok guru sebenarnya ada lima poin yang penting. Yakni, merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis, dan melakukan tindak lanjut. Artinya, guru tidak boleh melalaikan kewajiban lima hal tersebut.
Merencanakan berarti harus melakukan penyusunan rencana pembelajaran yang dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kemudian dari rencana yang telah disusun kemudian dilaksanakan, dievaluasi, diananlisis dan ditindaklanjuti.
Bila lima hal tersebut sudah dilaksanakan oleh seorang guru maka sebenarnya tugas guru sudah selesai. Dalam pengertian hak guru akibat telah selesainya melaksanakan tugas tidak sepatutnya mendapatkan kendala.
Masalah menjadi timbul ketika, ada keharusan kenaikan pangkat melalui kegiatan penelitian. Di mana penelitian ini lebih tepat menjadi kewajiban dosen di perguruan tinggi. Sehingga sebenarnya perlu dievaluasi sebuah regulasi yang kurang pas terhadap tupoksi sebenarnya dari seorang guru. Bahwa ada beberapa guru yang ingin mengembangkan potensinya melalui penelitian tentu perlu diberi apresiasi.
Tetapi menjadikan penelitian sebagai syarat yang harus dipenuhi tentu menjadi permasalahan di samping karena kompetensi meneliti itu sesungguhnya bukan domain guru, pemaksaan regulasi semacam ini di lapangan ternyata banyak mengundang masalah.
Mulai dari penelitian abal-abal sampai komersialisasi biro jasa penelitian yang kadang bila tidak diwaspadai dengan baik akan muncul pola-pola asal jadi dan lahirnya sindikat-sindikat yang sesungguhnya tidak matching dengan tujuan dari kegiatan penelitian itu sendiri.
Akhirnya membuat karya ilmiah berupa penelitian memang sebuah karya yang bernilai cukup bagus apabila kegiatan ini dilakukan dengan cara yang benar dan berkualitas.
Bukan sekadar memenuhi regulasi semata-mata. Akan tetapi mengharuskan di tengah kesiapan dan kondisi guru yang masih belum sepenuhnya mapan untuk melaksanakan tupoksinya, mewajibkan guru membuat penelitian sebagai prasyarat kenaikan pangkat perlu untuk direevaluasi kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H