Ada apa dengan orang kampung. Â Ya. Â Saya lebih nyaman menyebut diri saya orang kampung. Â Mengapa? Â Ya, selain memang domisili, Â keterbatasan akses disana - sini lebih terasa cocok bila kusebut saja diri saya orang kampung. Â Bukan orang metropolis.Â
Lah lalu apa hubungannya dengan kompasiana? Â Ya inilah yang pingin saya ceritakan. Â Dunia yang sudah terbalik, Â menjadikan tidak ada lagi sekat antara jagat metropolis dan jagat non metropolis. Â
Saat media hanya milik segelintir orang, Â karena "tempoe doeloe" orang hanya bisa eksis di beberapa media saja, orang kampung seperti saya benar - benar jadi kampungan. Â Tidak dikenal, Â tenggelam, Â dan tentu kehilangan akses.Â
Beruntunglah, saya menemukan kompasiana. Â Walau masih nebeng - nebeng alias nempel - nempel karena masih pemula, Â sangat terhibur dan menikmati benar manakala tulisan artikel (mungkin) Â masih kualitas kampungan juga, Â bisa tayang menembus dunia lain yang semula Jauh dari habitat keseharian.Â
Bisa tayang lalu terbaca orang lain,  itulah barangkali  yang membangkitkan motivasi  untuk menulis. Setidak - tidaknya apa yang  saya tulis tidak mangkrak  di dokumen pribadi belaka,  tetapi menjadi penuh peluang dibaca orang lain.  Bukan tidak mungkin bila nasib mujur dibaca juga presiden Joko Widodo,  hehehe. .Â
Mendengungungkan sesuatu walau sebait untuk sebuah ide atau apapun namanya,  di Kompasiana menjadi serba mungkin.  Termasuk kadang dengan sedikit kenakalan,  jujur saja menjadi kebanggaan dan sedikit sensasi emosi manakala foto dan bait tulisan saya dibaca mantan pacar yang dulu meninggalkan begitu saja tanpa kejelasan  masalah yang menyebabkannya.Â
Bahkan di Kompasiana ini bisalah sedikit menyindir dan mencolek mantan pacar dengan "pasemon  kata" yang halus tanpa orang lain tahu motivasi tersembunyi dibalik tulisan artikelnya. Â
Dalam hal ini Kompasiana menjadi ruang yang terbuka untuk siapapun menorehkan suasana hati dan jiwa,  tentu dengan tata etika dan kesadaran sepenuhnya bahwa tanggung jawab akibat publikasi hasil torehannya  melekat pada dirinya.Â
Dari kacamata demokratisasi, terbukanya ruang untuk munculnya ide - ide dari berbagai sumber termasuk dari kampung seperti saya ini menjadi lebih luas dan yang paling penting bisa menjadi katarsis yang  efektif untuk menampung banyak informasi dan aspirasi.Â
Bahwa kemudian ada semacam tantangan untuk mengejar reward,  tentu itu sah - sah saja.  Sebuah hukum permintaan dan penawaran yang biasa dalam sistem  trans komunikasi yang satu sama lain bisa memanfaatkan dan dimanfaatkan. Â
Hanya saja,  kalau saya biarlah itu mengalir begitu saja.  Dibaca orang artikelnya, alhahamdulilah.  Diberi hadiah, ya bersyukurlah.  Tidak terlalu fokus pada  bagaimana agar artikel yang ditulis menghasilkan upah.Â