Mohon tunggu...
Widi Admojo
Widi Admojo Mohon Tunggu... Guru - Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

sedikit berbagi semoga berarti

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mutasi Guru, Solusi Setengah Hati

4 Oktober 2019   19:00 Diperbarui: 4 Oktober 2019   19:28 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendikbud Profesor Muhadjir Effendi,  belum lama ini meluncurkan kebijakan yang cukup populer yakni sistem zonasi. Diawali dengan sistem  zonasi PPDB yang sempat heboh dan memunculkan pro kontra di masyarakat, saat ini sedang terus dilaksanakan yakni rotasi guru berbasis zonasi. 

Sama dengan kebijakan zonasi pada sistem penerimaan peserta didik baru,  rotasi guru berbasis zonasi ini juga memunculkan aneka reaksi. Khususnya reaksi dari tenaga pendidik alias guru sebagai obyek yang terkena imbas kebijakan baru ini. 

Secara umum reaksi atas kebijakan ini terpilah menjadi dua bagian.  Bagian yang kurang sependapat dengan rotasi dan bagian yang memahami atau setuju - setuju saja terhadap rasionel kebijakan zonasi ini. 

Bagian yang kurang sependapat melihat kebijakan menteri ini sebagai kebijakan yang tidak terlalu signifikan terhadap dampak peningkatan kualitas pendidikan. Kecuali justru memunculkan kegelisahan dan kegundahan di kalangan pendidik karena ancaman mutasi rotasi akan berdampak pada persoalan lain yang otomatis terdampak akibat rotasi.  Dampak ekonomi, sosial, budaya,  kesejahteraan jiwa,  dan dampak lain yang bakalan muncul seiring dengan kebijakan rotasi yang menimpa dirinya. 

Performa profesionalitas pendidik bukan semata bergantung pada aspek kompetensi profesional yang terkait hanya pada material akademik dan profesionalitas kompetensi keilmuan yang dimiliki. Kondisi psikologis, motivasi,  beban emosional pendidik juga membawa dampak yang berpengaruh terhadap performa kinerja para pendidik. 

Bilamana sistem zonasi ini dalam kenyataannya berdampak pada aspek psikologis,  berdampak secara ekonomis,  serta berdampak pada aspek sosiologis,  maka kebijakan rotasi ini tidak sskedar  urusan pindah memindah tetapi kompleksitas problematika yang mengitari patut pula untuk direfleksi. 

Secara sederhana dapat diilustrasikan,  seseorang guru yang sudah uzur,  dekat dengan hari pensiunnya,  rasanya tidak elok bila disisa waktu profesionalitasnya harus dibebani pengelolaan problem penyesuaian baru,  lingkungan baru,  managemen baru,  serta bisa jadi harus pula dibebani problem penyelesaian dan penyesuaian  transportasi , ekonomi,  yang sebenarnya tidak perlu muncul andaikata kebijakan zonasi ini tidak pernah ada. 

Suasana psikologis yang dialami guru akibat zonasi tentu tidak bisa disepelekan dan dikesampingkan begitu saja karena aspek ini  juga sebenarnya  berdampak  pada performa profesionalitas pembelajaran guru.

Alih -alih bermaksud meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan bisa saja yang terjadi justru kebalikannya.  Mengusik kenyamanan yang tidak perlu sekedar untuk mempopulerkan kebijakan yang kurang mendasar tentu hanya kemudaratan dan kegaduhanlah yang muncul dipermukaan. 

Pemerataan mutu pendidikan memang bergantung pula pada pemerataan distribusi tenaga pendidik. Analogi pemerataan disini tentunya berkonotasi pemenuhan kecukupan tenaga pendidik di zonasi yang kurang mengambil tenaga pendidik berlebih di zonasi lainnya.

Asumsinya tentu tidak sama dengan mengkocok tenaga pendidik secara serampangan apalagi hanya berdasar pada alasan terlalu lama ditempat lama dan perlu dipindah ditempat baru yang sesungguhnya tidak terlalu match dengan asumsi pemerataan. 

Disisi yang berbeda rotasi berbasis zonasi ini dipandang sebagian sebagai kebijakan yang berdampak positip terutama yang berpandangan bahwa suasana baru akan membawa kinerja baru. 

Budaya lama yang monoton,  tidak variatip stagnan dan terkesan itu - itu saja akan menjadi berubah mana kala guru dipaksa berpindah di situasi baru yang berbeda dari sebelumnya. 

Tantangan yang baru dengan pengelolaan baru dan berbeda dengan situasi lama menuntut pembaruan pola dan managemen profesionalitas yang tidak biasa. Kebaruan inilah yang berdampak positip bagi upaya peningkatan mutu. 

Bahkan rotasi ini bisa saja menjadi pengurai mata rantai budaya kerja yang lamban, tidak produktif,  dan mungkin saja sudah terbelenggu dengan mata rantai budaya korup yang sudah sedemikian menggurita. 

Rotasi memungkinkan lingkaran sindikasi  yang kontra produktif menjadi terdelet  dengan sendirinya.  Atau setidaknya  akan merubah sistem lama yang kurang kontributif terhadap kemajuan pendidikan. 

Dari sisi yang demikian tentu kebijakan rotasi menjadi dapat dipermaklumkan. Namun demikian penentuan rotasi secara kongkritnya tetap harus memperhatikan kajian "case by case" karena setiap individu memiliki karakteristik yang tidak selalu sama dan tentu memiliki kompleksitas sendiri sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun