Mohon tunggu...
Widi Admojo
Widi Admojo Mohon Tunggu... Guru - Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

sedikit berbagi semoga berarti

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR, Kursi, dan Korupsi

29 September 2019   06:55 Diperbarui: 29 September 2019   07:18 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DPR,  kursi,  dan korupsi.  Barangkali tiga suku kata itulah yang terasa cocok untuk disuguhkan untuk mengevaluasi debut kinerja para legislator senayan ini.  Korupsi yang banyak menyeret anggota dewan  agaknya pas dan relefan dijadikan resume akhir menyongsong  masa berakhirnya  jabatan sebagai anggota dewan 2014 - 2019. 

Terlepas dari rasa hormat dan apresiasi untuk keberhasilan nya diaspek legislasi lainnya,  catatan merah bidang korupsi ini layak untuk dijadikan "catatan kaki" sebagai resume evaluasi yang bermanfaat untuk perbaikan ke depan. 

Diujung berakhirnya masa kerja anggota DPR periode 2014 - 2019,  agaknya tidaklah berlebihan bila kado perpisahan yang layak kita suguhkan untuk para wakil rakyat tercinta ini,  adalah sebuah catatan pendek yang patut diberikan sebagai resume rapot kinerja yang selama ini dilakukan di gedung DPR. 

Tentu ada banyak catatan yang pastinya menjadi bahan perenungan.  Akan tetapi yang paling serius menurut pandangan saya adalah catatan yang berkaitan dengan masalah korupsi. 

Meskipun tanpa mengesampingkan kinerja baiknya di aspek yang lain, demi perbaikan performa ke depan, masalah korupsi ini menjadi catatan evaluasi penting yang layak untuk digaris bawahi.

Masih terngiang di benak pikiran kita tragedi pilu yang paling memalukan adalah terjeratnya para wakil rakyat yang hebat ini pada pusaran kasus korupsi.  Tidak tanggung - tanggung jerat korupsi di DPR bahkan merambah ke pucuk - pucuk pimpinan DPR yang mestinya menjadi panutan dan teladan. 

Tragedi Setya Novanto,  sebagai misal, adalah sample cerita buruk yang menohok wibawa DPR,  terjun bebas menjadi lembaga yang terpersepsi sebagai lembaga yang banyak oknum anggotanya  terseret kasus korupsi. 

Kredibilitas integritas menjadi taruhan yang terberat,  dan pastinya tidak terhindarkan lagi karena memang fakta realita banyak kasus korupsi yang menjerat dan menyeret anggota dewan ke kursi pesakitan akibat korupsi. 

Posisi legislator, yang potensial menjadi sasaran tembak berbagai kepentingan, memiliki akses besar dalam penentuan sebuah kebijakan, sudah pasti akan banyak tangan-tangan jahil yang mencoba memanfaatkan posisi strategisnya untuk kepentingan tertentu. 

Kasus penyuapan terbukti menjadi indikasi bahwa menjadi legislator akan sangat rentan terhadap godaan-godaan yang mencoba masuk dan mengintervensi demi kelancaran kepentingannya. Hal ini dapat dilihat dengan jelas, hampir semua kasus korupsi yang menjerat anggota DPR adalah kasus suap, gratifikasi.

Biaya tinggi yang harus dilalui setiap anggota dewan untuk dapat menduduki singgasana kursi emas di DPR, salah satunya menjadi pemicu yang sangat logis apalagi, modal pembiayaan yang selama ini dikeluarkan berasal dari sumber-sumber kepentingan yang tidak akan tinggal diam mana kala dukungan menjadi legislator tersebut ditopang berbagai macam kontrak dan kepentingan-kepentingan. 

Situasi semacam ini tentu menjadi belenggu yang menyulitkan, ketika integritas disatu sisi harus ditegakkan tetapi kepentingan kadang juga tidak bisa dihindarkan. Suasana seperti inilah yang rata-rata menjadi persoalan mengapa anggota DPR susah untuk bisa bersih dari ancaman korupsi.

Dipastikan masalah korupsi anggota dewan  tidak akan begitu saja lenyap menghilang begitu saja. Dibutuhkan sistem, dibutuhkan detail langkah yang kongkrit untuk mengeliminir ancaman suap-menyuap yang dominan menjadi sumber korupsi di lembaga negara terccinta ini. 

Bila mana perlu dibutuhkan adanya sistem yang mampu mendetek berbagai macam kepentingan yang terindikasi gratifikasi dan korupsi. Dan bila mana perlu ada kewajiban bagi anggota dewan untuk secara terbuka dan transparan mempublikasi lalu lintas pendapatan, sumber perolehan dan perkembangan harta kekayaan yang dimiliki. 

Publikasi yang transparan ini dapat menjadi acuan yang membangun persepsi bahwa anggota dewan selalu berani bersih dan terbuka. Publik perlu mengetahui histori perkembangan harta kekayaan yang dimiliki anggota dewan secara periodik. 

Informasi ini juga sebenarnya berfungsi untuk menghindarkan diri dari persepsi yang negatif tentang histori dan asal-usul peningkatan harta kekayaan yang dimiliki.

Selanjutnya proses rekruitmen calon anggota DPR agaknya juga diperlukan evaluasi.  Bagaimana partai politik menciptakan pola seleksi rekruitmen yang berintegritas dan kredibel menjadi modal awal terciptanya legislator yang bersih dan berintegritas.  

Sebaliknya bila rekruitmen masih didasarkan pada seberapa besar upeti yang ditawarkan maka potensi pemanfaatan kewenangan jabatan untuk menggaruk kembali modal besar yang sudah dijual akan menjadi peluang lahirnya perilaku korup. 

Berikutnya tentu mekanisme pengawasan yang berlapis dan efektif mulai dari proses kampanye sampai dengan saat berada di dalam menjadi sesuatu yang penting dan urgen.  

Budaya money politik yang seolah seperti pembiaran dan bahkan menjadi kelaziman jelas menjadi bibit kelahiran budaya korupsi di kelak kemudian hari. 

Akhirnya DPR yang bersih,  penuh integritas,  menjadi bagian yang harus diperjuangkan. Selamat menikmati pensiun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun