Mohon tunggu...
Widi Admojo
Widi Admojo Mohon Tunggu... Guru - Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

sedikit berbagi semoga berarti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalamanku, Saat Demo Zaman Orde Baru

25 September 2019   14:13 Diperbarui: 25 September 2019   14:39 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi demonstran? Ah. Tidak begitu juga sih. Cerita ini cuma sekedar catatan kecil saat jadi mahasiswa IKIP Semarang dahulu. Sekarang IKIP Semarang berganti nama jadi UNNES, Universitas Negeri Semarang. Itupun,  waktu itu bukanlah jadi aktor penting, tapi sekedar jadi peserta yang turut turun ke jalan  berempati bersama teman-teman dari kampus lain. 

Suatu ketika kira-kira tahun 1987, kebetulan saya bertemu dengan teman dari berbagai pengurus media kampus.  Saya sendiri waktu itu ikut jadi pengelola koran kampus IKIP Semarang.  Namanya koran kampus  "Nuansa".  Tidak tahu apakah koran kampus tersebut sekarang masih eksis atau tidak. Atau telah berganti nama. 

Waktu itu seperti biasa sesama pengelola media kadang bertemu dengan sesama pengurus media kampus dari universitas lain. Dari pertemuan-pertemuan itulah lalu tergugah ide untuk ikut gabung berjuang sebagai mahasiswa yang kritis dan berani menyuarakan perjuangan. Meskipun waktu itu untuk mahasiswa dari IKIP jujur saja masih jarang yang mau turun ke jalan. Mungkin karena belum termotivasi waktu itu. 

Masalah yang sedang ramai dan panas pada waktu itu adalah tragedi waduk Kedung Ombo  di Kabupaten Boyolali. Di mana pada waktu itu ada masalah  penduduk yang menolak direlokasi dan menolak pembangunan waduk Kedung Ombo tetap bertahan tidak mau pindah meskipun penengelaman waduk sudah mulai dilaksanakan.  

Penduduk yang tidak mau pindah terpaksa harus berjuang melawan laju permukaan air waduk yang terus mengejar pemukiman mereka. Mereka pun menjerit dan membutuhkan pendampingan, bantuan akomodasi, dan perlindungan. Namun akses untuk masuk ke lokasi waktu itu sangat sulit. Dijaga super ketat, tidak sembarang orang bisa masuk lokasi dimana warga sebagian yang tidak mau pindah itu tetap bertahan.

Terus terang pertama kali saya kurang percaya diri untuk ikut demo. Karena pada waktu itu mahasiswa dari kampus IKIP masih jarang yang biasa ikut aksi demo. Namun karena merasa tidak enak atas ajakan teman -teman dari pengurus media kampus lain,  akhirnya saya putuskan ikut gabung dan ikut berdemonstrasi dengan sesama mahasiswa dari kampus lain. 

Berangkat dari Semarang ramai-ramai naik bis menuju Boyolali dibawah komando dari teman-teman aktor dari mahasiswa kampus lain, dengan sassaran menuju ke lokasi dimana warga Kedung Ombo yang masih bertahan di waduk untuk memberikan suport dan menyerahkan bantuan akomodasi serta bantuan lainnya.  Namun seperti sudah diduga, memasuki kota Boyolali rombongan sudah dicegat oleh pasukan bersenjata lengkap dengan jumlah yang lumayan banyak. 

Takut juga melihat pemandangan dicegat rombongan pasukan yang waktu itu semua menenteng senjata.  Namun rupanya, teman-teman yang pegang komando  tetap tidak mau menyerah begitu saja.  Adu argumentasi dan sedikit pertengkaran dengan suara sama - sama keras dan bernada tinggi menjadi pemandangan yang aku saksikan waktu itu. 

Belum jelas penyelesaiannya, rombongan akhirnya digiring menuju halaman kodim Boyolali. Rombongan berkumpul ditengah halaman, disekeliling berjejer  puluhan aparat lengkap mengurung kami dengan perlengkapan yang menurut saya waktu itu, bikin keder juga. 

Beberapa orang yang rupanya adalah intel-intel berpakaian tidak seragam, berseliweran sambil memberikan masukan-masukan yang intinya supaya pulang saja, dan bila mana ingin memberikan sumbangan akomodasi kepada warga yang  bertahan di Kedung Ombo dititipkan di Kodim saja nanti petugas Kodim yang akan mengantarkannya. 

Beberapa petugas yang rupanya dari Bakorstanasda (Badan Koordinator Stabilitas Nasional Daerah) yang waktu itu merupakan lembaga dibawah Pangkopkamtib Laksamana Sudomo kesana kemari memotret semua sudut wajah para demontran. Termasuk tentu saja saya juga difoto dari berbagai sudut. Hehe mungkin bisa saja kalau lembaga itu masih ada, fotonya juga mungkin masih ada.  

Lama saling adu argumen dan saling menyampaikan pendapatnya, sampai kemudian ada solusi untuk menyampaikan bantuan kemanusiaan kepada warga di Kedung Ombo yang masih bertahan di waduk, dari aparat tidak mengijinkan dengan menggunakan kendaraan dari rombongan, tetapi harus dengan kendaraan yang disediakan aparat. 

Tidak tahu persis bagaimana isi negosiasinya yang jelas saya dan rekan-rekan lain dikomando untuk memasuki kendaraan angkot kecil yang jumlahnya cukup banyak yang tiba-tiba sudah berada di sekitar halaman kodim Boyolali siap mengangkut rombongan demonstran menuju  waduk Kedung Ombo. Tidak tahu juga tiba-tiba banyak lelaki berpakaian preman menuntuni kami menuju kendaraan angkot yang sudah parkir siap membawa kami ke waduk Kedung Ombo.

Masuk di kendaraan angkot berjalan ke arah yang tentu saya tidak begitu mengetahuinya, rombongan berputar-putar menuju entah kemana yang konon katanya mau dibawa ke lokasi penduduk yang masih bertahan di Kedung Ombo. Tetapi benar juga dugaan kami, iring-iringan angkot yang membawa mahasiswa berhenti di sebuah pasar tradisional yang saya tidak tahu ini pasar dimana kampung mana. 

Yang jelas, kami semua disuruh turun kemudian diminta mengisi daftar nama dan dari kampus mana. Tidak tahu, yang jelas hampir semua mengisi daftar itu. Kemudian  lama kami merasa bengong, tiba-tiba ada permintaan agar rombongan tidak masuk ke lokasi waduk dan cukup sampai di pasar ini. Bantuan akomodasi yang mau diberikan supaya ditinggal di lokasi ini dan petugas keamanan lah yang akan mengantarkannya.  

Karena tidak ada kesepakatan, akhirnya rombongan memutuskan untuk membawa kembali bantuan ke kampus dan akan kembali disampaikan tetapi melalui kantor gubernuran Jawa Tengah sambil berorasi dihari berikutnya dengan jumlah mahasiswa yang lebih besar. 

Dan seperti sudah menjadi kesepakatan para mahasiswa untuk kembali  menyampaikan aspirasi, di kantor gubernuran itu pun aksi solidaritas warga di Kedung Ombo disampaikan. Namun kali ini lebih tenang dan tidak segenting sewaktu di Kedung Ombo Boyolali hari sebelumnya. Namun tetap saja intel-intel berkeliling mengitari kita-kita sambil menenteng kamera jeprat sana jepret sini mengambil setiap sudut aksi mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya.

Itulah sedikit cuplikan cerita jaman ketika saya turut demo di masa orde baru. Terima kasih kompasiana sudah memberikan tempat bagi saya untuk sedikit berbagi. Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun