Mohon tunggu...
Widi Admojo
Widi Admojo Mohon Tunggu... Guru - Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

sedikit berbagi semoga berarti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perlindungan Anak di Sekolah yang Terabaikan

22 September 2019   21:06 Diperbarui: 22 September 2019   21:18 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak adalah generasi emas di masa yang akan datang. Bagaimana memberikan pembekalan terbaik kepada "mutiara-mutiara" masa depan ini harusnya menjadi bagian kesadaran bagi semua warga bangsa. Khususnya paga pendidik, guru di sekolah.

Regulasi yang disediakan oleh negara untuk melindungi dan memproteksi nasib generasi emas ini, sudah cukup lengkap. Termasuk hadirnya lembaga khusus yang membidangi perlindungan anak yakni Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 

Regulasi tentang perlindungan anak dapat ditelaah secara mendalam dengan telah terbitnya berbagai peraturan perundangan yang bertemakan perlindungan anak Indonesia.

Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, Undang-undang no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak, Undang-undang no 1 tahun 2000 tentang pelarangan tindak kekerasan pada anak, Undang-undang no 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.

Masih banyak lagi regulasi yang memberikan perlindungan kepada anak yang sesungguhnya sudah sedemikian rinci dan cukup untuk menjamin anak Indonesia terlindungi dari berbagai tindak kekerasan dan kesewenang-wenangan.

Anak adalah generasi yang terus tumbuh dan berkembang baik fisik maupun psikis yang terus mempersiapkan dirinya untuk mampu mandiri dan produktif di masa depannya.

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak sudah menjadi kewajiban siapa saja untuk membukakan jalan seluas-luasnya agar anak mampu berkembang bertumbuh menjadi generasi yang kuat, cerdas, terampil, dan mampu mandiri siap menghadapi berbagai tuntutan jaman serta perubahan yang ada dengan segala kompleksitas permasalahannya.

Di sekolah, harus diakui, anak akan lebih banyak menghabiskan masanya dalam bertumbuh dan berkembang.

Di sinilah kemudian peran vital seorang pendidik dalam hal ini guru, bertanggung jawab secara penuh bagi keterjaminan pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Termasuk memberikan jaminan bahwa anak di sekolah harus terbebas dari segala bentuk yang bertentangan dengan perlindungan anak. 

Rokok, adalah salah satu bentuk ancaman anak. Di sekolah masih banyak yang belum terbebas dari ancaman ini. Kawasan bebas rokok bagi anak sekolah dan lingkungan sekolah, dalam kenyataan di lapangan belum sepenuhnya mengembirakan. Banyak pendidik, guru yang masih tidak malu-malu merokok di lingkungan sekolah. Betapapun disaksikan oleh para siswanya.

Belum semua sekolah memasang slogan dan informasi "Kawasan Bebas Asap Rokok", petunjuk dilarang merokok di lingkungan sekolah, dan berbagai macam informasi tentang larangan merokok di lingkungan sekolah masih belum berjalan sesuai dengan harapan.

Itu pun kadang kalau toh sudah terpampang berbagai slogan kawasan bebas rokok, belum tentu slogan itu ditaati oleh semua pihak, termasuk kadang para pendidik / guru pun justru menjadi pelaku tidak disiplin dalam penerapan ini. Padahal semua mengetahui, bahaya merokok bagi anak menjadi ancaman serius bagi perkembangan generasi di masa yang akan datang.

Perlindungan anak di sekolah yang sering terabaikan salah satunya juga kadang dalam masalah jajanan anak. Sekolah sering menganggap masalah jajanan anak ini masalah yang tiak penting untuk ditempatkan sebagai bagian dari kewajiban memberikan perlindungan terhadap siswa-siswinya.

Jajajan yang tidak sehat, tidak higienis dan tidak terjamin keamanannya bila dikonsumsi para anak di sekolah, jangan lupa bahwa bila mana nantinya menimbulkan dampak kesehatan yang mengancam kesehatan para siswa, maka managemen sekolah  pada akhirnya yang paling berdosa.

Guru dan  seluruh stake holder sekolah harus bekerja keras memberikan perlindungan yang maksimal dalam hal jajanan anak sekolah.

Lingkungan sekolah yang ramah anak menjadi prasyarat yang penting yang seharusnya menjadi bagian tidak terpisahkan dari managemen mutu suatu sekolah. Instrumen assesment mutu sekolah seyogyanya menempatkan item-item perlindungan anak secara maksimal dan detail.

Disadarai atau tidak kadang-kadang dalam kegiatan pembelajaran banyak guru yang tidak menyadari bahwa-bahwa kata-kata dan sikap yang diberikan kepada siswanya karena tidak mengetahui atau bisa saja karena kekhilafannya sering memperlakukan siswa yang sebenarnya bila dilihat dari aspek perlindungan terhadap anak sudah termasuk kategori ancaman terhadap perlindungan anak.

Sikap merendahkan, memojokkan, menyepelekan, membanding-bandingkan, kdang tidak disadari para guru, padahal itu sebenarnya termasuk kekerasan psikologis yang kadang tidak disadari namun sesungguhnya merupakan tindakan kekerasan yang melanggar asas perlindungan anak.

Sikap diskriminatip, perlakuan yang tidak adil dan seimbang, juga menjadi bagian dari kekerasan psikis yang sebenarnya dampaknya tidak kalah fatal dibanding kekerasan fisik. 

Hadirnya berbagai regulasi tentang anak, memang sebaiknya harus dikuasai oleh pendidik di Indonesia agar perlakuan pendidikan yang dilakukan tidak bias dan menyimpang dari tujuan.

Guru sudah waktunya belajar secara lebih mendalam bagaimana memahami para anak didiknya. Termasuk memahami bagaimana regulasi penting yang mengitari putra-putri generasi emas kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun