Mohon tunggu...
Widia Astuti
Widia Astuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Takut

15 Februari 2024   12:30 Diperbarui: 15 Februari 2024   12:31 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sama halnya seperti orang lain, Jenara selalu merasa berat jika bertemu dengan hari Senin. Rasanya libur weekend tidak terasa bagi Jenara yang memang hobi diam dirumah sekadar tidur dan menjelajahi media sosial miliknya. Jenara Kharisma nama yang diberikan oleh ayahnya yang berharap anaknya dapat memiliki kharisma dalam dirinya. Gadis berusia 21 tahun, mahasiswi tingkat akhir di salah satu universitas negeri yang ada di kota Bandung.

"Hoaaaaam", dengan napas berat Jenara mulai beranjak dari tempat tidurnya. Bagi Jenara kamar adalah tempat healing terbaiknya. Jenara bisa menghabiskan seharian waktunya dikamar untuk menyelesaikan drama korea favoritnya. Seperti biasa setiap paginya Jenara akan pergi ke kampus mengikuti perkuliahan. Tapi akhir-akhir ini Jenara merasa segala sesuatu yang dikerjakan terasa tidak memiliki efek yang bagus untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Menjadi mahasiswi tingkat akhir sangat melelahkan dan membuatnya bingung. Terlalu banyak pilihan yang harus ia pilih dan setiap pilihan yang harus diambilnya membuat ia takut. Selalu terlintas pertanyaan dalam benak dan hatinya.

"Apa pilihan ini, pilihan yang terbaik buat Jena?" lirihnya dalam hati.

Jenara melangkah menyusuri setiap anak tangga menuju kelasnya, kelasnya berada dilantai 4 kampus. Jenara sengaja tidak naik lift, rasanya sesak harus berada didalam lift dengan banyak orang. Menaiki anak tangga menjadi cara terbaik untuk menggerakkan seluruh tubuhnya yang sudah lama tidak berolahraga.

"Aaah 1 lantai lagi semangaaat" gumamnya.

Beberapa menit kemudian, Jenara telah sampai dikelasnya. Terlihat teman-temannya sudah mengosongkan satu kursi untuk diisi oleh Jenara. Seutas senyum terukir diwajahnya, kadang perhatian kecil dari teman-temannya memberikan kehangatan dalam hati Jenara. Jenara selalu tertawa lepas dengan teman-teman kuliahnya. Padahal jika perlu dijelaskan Jenara tipikal orang yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Saat SMA saja Jenara hanya mempunyai teman dekat yang sangat sedikit. Tetapi sekarang saat kuliah, Jenara menemukan teman-teman yang sefrekuensi dengannya dan Jenara menjadi seseorang yang lebih terbuka.

"Jen, udah tahu info dari prodi belum?" tanya temannya

Jenara menggelengkan kepalanya. Temannya menjelaskan bahwa semester ini prodinya mengadakan program pertukaran pelajar dengan salah satu universitas yang ada di Korea dan program itu terbuka untuk semua mahasiswa tingkat akhir. Mendengar kabar itu membuat mata Jenara berbinar. Korea menjadi salah satu negara yang ingin Jenara singgahi, dan berharap suatu saat bisa tinggal dikota tersebut.

"Ih, aku ngga lihat infonya. Pendaftarannya sampai kapan?" tanya Jenara

"Kalo ngga salah seminggu dari sekarang. Oh iya buat pendaftarannya ngga terlalu ribet sih. Kita cuman disuruh ngumpulin surat rekomendasi dari prodi sama fakultas, CV,transkip nilai, potokopi surat KK, KTP sma kartu mahasiswa" jawab temannya.

"Emang temen aku yang satu ini kalo urusan informasi prodi paling up to date, program ini gratis kan?" tanya Jenara kembali.

"Ada uang saku, tapi buat biaya sewa kosan disana pake uang kita sendiri" jawab temannya

"Oh gitu ya, makasih banget infonya" timpal Jenara.

Lima hari kemudian Jenara dengan teman-temanya memberikan berkas ke prodi. Semua mahasiswa diprodinya hampir mengikuti program tersebut. Jenara pulang ke rumah dengan senang hati. Sebelum masuk ke kamar, Jenara mendengar percakapan kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya terdengar serius membahas keuangannya yang sedang sangat tidak stabil. Mendengar percakapan kedua orang tuanya, membuat Jenara ragu untuk membicarakan keinginannya untuk bisa ikut dalam program pertukaran pelajar.

Seperti dihadapkan dalam sebuah jurang yang tinggi, jika melangkah mungkin akan terjatuh, jika mundur mungkin akan selamat. Tapi mungkin saja ditepi jurang sana ada jembatan yang bisa mengantarkan kakinya menuju pulau lain. Dilema dan takut kini menjadi teman setiap malamnya.

Akhirnya hari yang dinantikan pun tiba, hasil pengunguman mahasiswa yang diterima untuk mengikuti program pertukaran pelajar. Jenara berharap jika namanya tidak akan tertera dipengunguman tersebut. Tapi, takdir berkata lain nama Jenara tertera dengan lengkap dipengunguman tersebut. Ada rasa senang dan sedih yang kini terasa dalam hatinya.

Jenara tidak ingin menambah beban orang tuanya untuk saat ini, apalagi baru bulan kemarin orang tuanya membayar uang kuliahnya yang kebetulan meminjam kepada saudaranya. Jika membicarakan ini kepada orang tuanya, mereka akan senang. Karena orang tuanya tahu bahwa Negara Korea menjadi salah satu tempat yang ingin Jenara singgahi, apalagi untuk menuntut ilmu. Pasti orang tua akan memberikan segalanya untuk dapat mewujudkan harapan anaknya.

Seminggu setelahnya Jenara dan teman-temannya berangkat menuju bandara yang hendak mengantarkan mereka berangkat ke Korea. Jenara pergi ke bandara untuk mengantarkan temannya yang mengikuti program pertukaran pelajar. Jenara memilih untuk mengundurkan diri dan memberikan tempatnya kepada temannya. Keputusan yang berat bagi Jenara, tetapi rasa takutnya untuk mengambil kesempatan itu membuat dirinya harus mengambil keputusan tersebut.

Sebulan setelah itu, tanpa disangka keluarga Jenara mendapat bantuan sehingga keuangan keluarganya mulai membaik. Ada rasa kesal dalam dirinya, coba saja waktu itu Jenara membicarakan kepada orang tuanya mungkin Jenara bisa mewujudkan keinginannya dan tidak akan menjadi seseorang yang menyia-nyiakan kesempatan terbaik dalam hidupnya.

Karena sang pencipta akan memberikan rezeki dari hal yang tidak pernah disangka oleh hambanya, sudah sepatutnya sebagai manusia harus bisa memaksimalkan segala kesempatan yang sudah diberikan kepada dirinya. Dan karena rasa takut Jenara yang terlalu besar, ia dengan berat hati harus menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Kesempatan yang mungkin datangnya hanya sekali.

Takut

Satu kata bak boomerang

Jika disimpan dalam diri akan menyerang

Dibiarkan diam, menelan juang

Selamat tinggal rasa takut

Sudah lelah jiwa ini terbelenggu

Menyesali segala kemungkinan

yang telah menjadi semu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun