Bekerja di kantor bagi seorang ibu adalah pekerjaan yang berat. Ketika  akhir tahun keluarga lain sedang liburan,
kita harus lembur dengan segudang angka yang membuat kepala pusing. Ketika kerja pendidik sudah pulang jam 2 siang kita bisa lembur sampai jam 10 malam. Ada cerita nyata tentang seorang ibu,
yang memutuskan berhenti kerja di bank dengan alasan spesifik;  "Masa  setiap akhir bulan saya harus minum obat sakit kepala
karena  karena pening tiap akhir bulan."Â
Ini cerita nyata, belum lagi cerita lain tentang : meninggalkan anak bayi dengan pembantu, cerita office politik penuh intrik di kantor, bos yang tidak tahu waktu kerja dan sebagainya. Apa kita bisa bertahan dengan  kondisi seperti ini?
Bertahan dengan situasi berat adalah salah satu keahlian perempuan. Ketika kita tidak punya uang bisa gadai cincin, ketika suami sakit kita bisa cari obat dan tukang urut, ketika anak sakit kita bisa begadang semalam suntuk agar buah hati merasa lebih nyaman. Perempuan bukan mahluk gampang menyerah meskipun terkadang cengeng. Berurai air mata bukan berarti kita putus asa. Begitulah kita, jatuh untuk belajar bangun lagi.
Kerja di luar rumah bagi seorang perempuan adalah pilihan. Membantu suami, memanfaatkan waktu  karenaÂ
anak-anak sudah besar, mengaplikasikan ilmu yang dimiliki, mencari aktualisasi diri agar berguna bagi masyarakat,
ada  beragam alasan bagi perempuan bekerja di luar rumah.
Seorang teman yang keluar  dari bank karena terlalu sering mengkonsumsi obat sakit kepala memiliki suami yang bekerja dengan gaji tinggi. Ketika memutuskan keluar  dari pekerjaan  tidak ada periuk yang terguling.  Kebutuhab bulanan tetap  aman, jatah sekolah anak tetap terpenuhi dan semua berjalan seperti biasa. Tingkat ekonominya tidak berubah  karena gaji suami mampu menopang seluruh kebutuhan hidup keluarganya.
Bagaimana jika ibu berhenti bekerja kemudian kita  tidak bisa mengirim uang untuk orang tua?  bayar sekolah anak jadi tersendat dan
ekonomi kita terpaksa down grade? Tidak masalah juga  jika semua sudah dikomunikasikan dengan  pasangan. Ada perubahan kondisi karena kran pendapatan akan berkurang, ada perubahan pola hidup yang harus disesuakan. Segala keputusan mengandung konsekuensi berbeda. Asal sudah dikomunikasikan dengan baik, tidak masalah. Asal siyap hidup lebih sederhana dan pandai mensiasati kebutuhan hidup,  tidak ada masalah ibu berhenti bekerja.  Atau nanti bisa sambil kerja dari rumah untuk sedikit manambah pemasukan keluarga.  Kuncinya hanyalah selalu komunikasi dengan pasangan.
Ibu bekerja adalah pilihan, bekerja di luar rumah, bekerja wirausaha dari rumah, atau menjadi full time ibu rumah tangga semua pilihan baik. Semua mengandung konsekuensi masing-masing. Sepanjang istri happy suami paham tidak ada pilihan terbaik baik ketiga situasi itu.
Yang sering terjadi justru ribet dengan pandangan sesama perempuan sendiri. Ada yang ngotot bahwa yang terbaik adalah menjadi full ibu rumah tangga dan pilihan yang berbeda adalah keliru. Atau perempuan bekerja yang merendahkan full ibu rumah tangga karena sehari-hari cuma berdaster dan mengurus anak. Atau ibu yang kerja sambil momong anak dianggap tidak mensyukuri hasil pemberian suami. Bukankah sebaiknya perempuan mendukung perempuan?
Apappun pilihan kita, semua hebat dan baik, Â asal dijalani dengan penuh tanggung jawab. Tidak ada pilihan paling baik karena yang tahu isi dompet hanya kita sendiri. Yang penting sebagai perempuan kita wajib mendukung sesama perempuan apapun pilihan hidupnya. Dan yang tidak kalah penting pasangan ridlo dengan pilihan hidup kita. Yuk bu, kita pasti bisa.