Hanya berselang satu hari, setelah Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dijebloskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke dalam penjara, sikap DPRD Banten berubah wajah menjadi galak dan berani teriak.
Salah satunya, pernyataan Ketua Komisi I (Bidang Pemerintahan) DPRD Banten Agus R Wisas, yang melontarkan desakan agar Atut segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur dengan alasan demi efektifitas kepemimpinan pemerintahan di Provinsi Banten.
Terlepas dari pernyataan itu berikut alasan-alasannya, sikap kritis anggota dewan seperti ini sesungguhnya sudah hilang dalam delapan tahun terakhir atau setidaknya selama Atut memimpin pemerintahan.
Mengapa sekarang sikap DPRD Banten menjadi galak dan berani teriak?
Kita perlu lihat ke belakang dulu. Di masa yang lalu, realita menunjukkan nyaris tak seorang pun tokoh-tokoh di Banten yang punya nyali untuk berseberangan dengan Chasan Sochib, yang dikenal sebagai tokoh pengusaha sekaligus jawara di Banten.
Namun, setelah meninggalnya Chasan Sochib yang kondang dengan panggilan Abah ini wafat pada 30 Juni 2011, diperkirakan pengaruh besar keluarga Chasan yang akrab disebut "Dinasti Rau" bakal berangsur-angsur pudar.
Sekarang, masuknya Atut ke dalam sel tahanan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, di sisi lain sebenarnya sekaligus membuka suara tokoh-tokoh di Banten, termasuk para wakil rakyat di DPRD, yang sudah bertahun-tahun terbungkam.
Apalagi, aksi intimidasi ratusan bahkan mungkin ribuan jawara yang mengepung gedung KPK, pada Jumat (19/12/2013) lalu, terbukti sudah tidak mempan. Hal ini semakin menjelaskan sudah runtuhnya "Dinasti Rau" di Banten.
Bentuk intimidasi dengan mengerahkan jawara mungkin saja masih bisa berdampak bila dilakukan di wilayah Banten, tetapi tentu saja tidak mempan ketika ditujukan kepada pejabat negara di Jakarta.
Suasana di Banten sesungguhnya memang sedang menghadapi masa "pancaroba" dengan melemahnya cengkram kekuatan politik dan kekuasaan Atut, yang sudah dimulai terlebih dengan ditangkapnya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Wawan menjadi satu dari enam orang yang ditetapkan menjadi tersangka terkait operasi tangkap tangan suap hakim MK Akil Mochtar. Wawan ditangkap KPK berkaitan dengan dugaan penyuapan penanganan sengketa Pilkada di Lebak Banten, yang juga ditangani oleh Akil.
Suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany inilah dikenal sebagai pewaris tahta "Dinasti Abah Chasan" di kawasan Banten. Jika Abah berpengaruh dengan ketokohannya sebagai politisi sekaligus jawara, sedangkan Wawan dengan uang lewat gurita bisnisnya.
Banyak pakar politik di Banten yang menyebut Wawan sebagai "Mastermind" atau aktor intelektual "Dinasti Rau". Lewat berbagai jaringan, baik di pemerintahan maupun ormas, Wawan disebut punya pengaruh kuat. Sementara sebagai Ketua Kadin Banten, Wawan punya akses pada proyek-proyek yang didanai APBD.
Itu sebabnya, Wawan dan Atut sebagai dua sosok sentral dalam "Dinasti Rau" berupaya dengan segala cara untuk memperkuat kekuasan politiknya di Kabupaten Lebak, sehingga mereka terlibat dalam upaya "pemenangan" sengketa kasus Pilkada yang ditangani hakim Akil Mochtar di Mahkamah Konstitusi.
Nah, lantaran kedua tokoh sentral dominasi kekuasaan "Dinasti Rau" sudah mendekam di dalam penjara, otomatis pengaruhnya sudah sangat lemah. Jadi, tidak heran jika baru sekarang DPRD Banten punya nyali dan berani bersuara galak.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H