Mohon tunggu...
Widhy Singkong
Widhy Singkong Mohon Tunggu... profesional -

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Yang Tersembunyi di Curug Rahong

16 November 2014   03:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:43 9209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_375692" align="aligncenter" width="630" caption="Curug Rahong menyimpan aroma metafisika"][/caption]

Petualangan ini memang tidak seberapa jauh, tapi bisa dibilang lumayan berat, liar dan berbahaya. Perjalanan harus ditempuh dengan hati-hati, lantaran harus melalui jalan-jalan yang rusak parah antara Parung Panjang dan Sidamanik, serta 'bersaing' dengan truk-truk besar yang melintas.

Adalah Curug Rahong yang ingin saya tuju, yang lokasi tepatnya di Kampung Kedaung, Desa Rengas Jajar, Kecamatan Cigudeg, Bogor bagian utara. Daerah yang dekat perbatasan Provinsi Banten ini, ternyata juga menyimpan keindahan alam yang mempesona. Layak menjadi alternatif bagi yang ingin berwisata alam, tetapi tidak ingin menempuh perjalanan jauh.

Dari tempat tinggal saya di Karawaci, Tangerang, perjalanan menuju ke Legok, lalu Parung Panjang sampai ke Sidamanik. Di pertigaan Sidamanik, saya berbelok ke kiri dan sekitar 20 menit bertemu dengan Kampung Kedaung. Di Kampung inilah, saya harus memarkir sepeda motor, karena perjalanan menuju Curug Rahong hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.

Jalan kaki dari Kampung Kedaung ke Curug Rahong yang jaraknya sekitar 1,5 km juga harus ditempuh dengan kehati-hatian. Tak hanya jalan setapak yang licin, tetapi juga waspada terhadap kemungkinan munculnya ular, karena wilayah ini merupakan perpaduan antara hutan perkebunan dan rimba liar yang menjanjikan ancaman.

Setelah jalan setapak habis dijelajahi, saya harus menelusuri sungai yang penuh dengan bebatuan besar maupun kecil dengan arus air lumayan deras. Namun, di ujung jalan setapak ini saya terhenti sejenak saat melihat ke arah sungai yang berada di bawah. Saya melihat ada lubang di dinding batu. Saking besarnya lubang itu hingga menyerupai goa. Sekitar satu menit saya amati lubang itu hingga bisa dirasakan adanya ancaman bahaya yang tersimpan.

Terbersit di pikiran saya bahwa saat menyusuri sungai lebih hati-hati. Bukan saja karena bebatuan yang licin karena terselimuti lumut, melainkan juga jeram-jeram air di antara bebatuan yang bisa menghanyutkan saya jika terpeleset dan jatuh. Sebab, saya melihat adanya pusaran-pusaran air di antara riam air. Meski pusaran tampak tidak kencang, tetapi tetap saja menyimpan ancaman.

Hanya butuh waktu sekitar 25 menit untuk menyusuri sungai dengan melompat dari satu batu ke batu yang, hingga sampai ke Curug Rahong. Sesampainya di Curug Rahong saya disambut hembusan angin sepoi yang menerbangkan butir air halus, sehingga cukup untuk menyegarkan tubuh dari lelah oleh perjalanan.

Curug Rahong yang memiliki ketinggian sekitar 15 meter, mencurahkan air di antara bebatuan runcing yang menyembul ke permukaan. Sepintas pandang bebatuan itu seakan memanggil untuk didaki, tetapi sesungguhnya ancaman bahaya sudah mengintai dan siap memakan korban.

Di bawah air terjun menghampar kolam alam yang juga seakan mengundang rasa ingin mandi dan berenang. Namun, sikap kehati-hatian terhadap wilayah hutan liar yang baru saya datangi, menahan rasa ingin mandi untuk menikmati kejernihan dan dingin air Curug Rahong. Sebab, saya masih menduga dibalik kebeningan air tersimpan ancaman bawah air yang amat berbahaya.

Saya tentu tidak tahu bagaimana kondisi dibawah air, apakah ada lubang besar atau ada pusaran air dalam yang tidak terlihat di permukaan. Dugaan saya bukan tanpa alasan setelah mencermati di antara jeram-jeram yang membuncahkan air di antara bebatuan terdapat pusaran-pusaran air meski tidak terlalu kencang. Hal itu menandakan wilayah air terjun ini menyimpan bagian-bagian yang berbahaya.

Oleh sebab itu, waspada dan hati-hati menjadi hal mutlak yang harus dipegang. Petualangan kali ini, sesungguhnya sangatlah dekat dengan ancaman bahaya, baik secara nyata maupun di alam metafisik wilayah rimba hutan liar. Saya pun merasa tidak ingin berlama-lama di Curug Rahong. Apalagi setelah melihat ke langit mulai dipenuhi oleh awan gelap, seakan memastikan tak lama lagi akan turun hujan.

Saya pun langsung memutuskan untuk segera kembali ke Kampung Kedaung sebelum akhirnya hujan turun. Sebab, jika hujan turun, bukan suatu hal yang mustahil aliran air besar datang secara tiba-tiba membanjiri sungai dan bisa menjadi ancaman yang mengerikan.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit, akhirnya saya menginjakkan kaki kembali di Kampung Kedaung. Lega karena petualangan berakhir dengan aman.***

[caption id="attachment_375693" align="aligncenter" width="630" caption="Kolam alam antara godaan dan ancaman"]

1416059376769160813
1416059376769160813
[/caption]

[caption id="attachment_375695" align="aligncenter" width="630" caption="Riam Jeram yang tak boleh dianggap remeh"]

1416059606435127087
1416059606435127087
[/caption]

[caption id="attachment_375696" align="aligncenter" width="630" caption="Indahnya bebatuan memang menggoda, tapi harus waspada"]

141605972265405703
141605972265405703
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun