Saya berkata, maksud kami mengadakan Ganefo, tidak untuk mengadakan pengacauan. Justru kami mengadakan bersama-sama dengan bangsa-bangsa lain satu susunan dunia baru, a new world order of peace and harmony, of the brotherhood of man, persahabatan umat manusia, persahabatan bangsa-bangsa.
Di atas adalah potongan pidato Presiden Sukarno pada pembukaan Markas Besar Games of New Emerging Forces (Ganefo) I di Senayan, 4 November 1963 (ANRI, Pidato Presiden Sukarno No. 539). Ketika itu Presiden Sukarno dituduh sebagai pengacau karena menyelenggarakan Ganefo yang pertama kali.
"Excellency, you are again a troublemaker. Dituduh saya ini menjadi pengacau...
saya tanya, kenapa saya dinamakan lagi troublemaker?
Ya, kenapa Paduka Yang Mulia mengadakan Ganefo? kan sudah baik ada Olympic Games?
Ide Ganefo muncul ketika pelaksanaan Asian Games IV di Jakarta. Pada pesta olahraga Asia tahun 1962 tersebut, wakil delegasi dari India membuat usulan untuk tidak mengakui Asian Games IV yang tengah berlangsung. Alasannya karena Indonesia melanggar konstitusi Asian Games Federation (AGF) dengan tidak memberikan visa kepada atlet dari Taiwan dan Israel.
Baca juga: Ketika Presiden Sukarno Menolak Atlet Taiwan dan Israel di Asian Games IV
Peristiwa tersebut membuat Presiden Sukarno mengambil langkah tegas dengan memerintahkan membentuk game baru di antara negara-negara The New Emerging Forces (Nefos). Ia menyatakan di Istana Merdeka pada 3 September 1962 antara lain:
Kalau demikian pandangan dan sikap sebagian besar daripada anggota AGF yang mewakili 13 negara yang ikut serta mendatangani keputusan KAA Bandung, maka Asian Games tidak mencerminkan semangat Bandung yang sebenarnya. Kita harus mengadakan Asian Games, atau lebik baik games di antara negara-negara The New Emerging Forces (Suara Merdeka, 7 November 1963).
Presiden Sukarno menjelaskan secara langsung dalam pidatonya, bahwa tujuan Ganefo adalah untuk menggalang seluruh tenaga The New Emerging forces dalam suatu kekuatan yang hebat untuk membuat sejarah baru di abad ini. Kekuatan tersebut bukan hanya di bidang politik tetapi juga di bidang budaya dan olahraga (Suara Merdeka, 9 November 1963).