Pada 16 Agustus 1962, pengadilan militer menjatuhkan vonis mati bagi Kartosoewirjo. Dalam proses pengadilan itu, dia juga membantah tuduhan kedua dan ketiga. Kartosoewirjo mengatakan bahwa tuduhan upaya membunuh Presiden Sukarno hanya isapan jempol belaka.
Upaya Grasi
Kartosoewirjo sempat meminta grasi kepada Presiden Sukarno, namun ditolak. Hal ini berbeda dengan sikap Presiden Sukarno yang pernah membatalkan hukuman mati Maukar. Daniel Alexander Maukar seorang pilot Angkatan Udara RI (AURI) dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Angkatan Udara pada 16 Juli 1960. Ia terlibat usaha pembunuhan presiden dengan menembaki Istana Negara menggunakan pesawat Mig-17. Tindakan ini merupakan bagian dari pemberontakan PRRI/Permesta.
Namun kebijakan tersebut tidak berlaku bagi Kartosoewirjo. Peristiwa pelemparan granat di Cikini, telah menggores rasa kemanusiaan Presiden Sukarno. Dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan bagaimana anak-anak dan perempuan yang tidak berdosa, ikut menjadi korban.
"Kutundukkan kepala mengenang korban-korban yang tidak berdosa dikuburkan ke dalam tanah. Aku mengingat sembilan orang anak dan seorang perempuan hamil yang kulihat sendiri jatuh tersungkur tidak bernyawa di dekatku. Karena seorang fanatik hendak membunuhku, mereka harus memberikan nyawanya. Dan karena itu pula aku membubuhkan tanda tangan menghukum Kartosoewirjo," kata Presiden Sukarno yang tercatat dalam otobiografinya.
Eksekusi Hukuman Mati
Setelah diberi kesempatan bertemu dengan keluarganya, termasuk berfoto bersama, Kartosoewirjo akhirnya menjalani eksekusi hukuman mati dengan cara ditembak. Ia dieksekusi dan dimakamkan di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, pada 5 September 1962. Rangkaian perjalanan Kartosoewirjo mulai makan terakhir, perjalanannya ke pulau, penembakan oleh tentara, hingga dimakamkan dapat dilihat melalui buku Hari terakhir Kartosoewiryo: 81 Foto Eksekusi mati Imam DI/TII, karya Fadli Zon.
Tentu kita dapat membayangkan bagaimana perasaan dari Presiden Sukarno ketika harus menandatangi surat keputusan hukuman mati sahabat lamanya sendiri. Menurut beberapa cerita, Presiden Sukarno sempat menangis ketika membubuhkan tanda tangan. Bahkan, eksekusi itu sempat tertunda selama tiga bulan karena ia merasa berat untuk menandatangani surat tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H